, ,

Awas! Hutan Gunung Sumbing-Sindoro Rawan Kebakaran

Asap putih masih membumbung dari hutan Dusun Grenjeng, Desa Candiyasan, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Rabu pagi, (23/9/15). Asap dari semak terbakar dekat hutan pinus.

Meski udara terasa dingin, sinar matahari menyengat. Di puncak Gunung Sindoro, asap putih lain menyembul dari kawah. Sindoro dari kejauhan tampak gersang. Punggung gunung dominan kecoklatan. Hanya sebagian kecil terlihat hijau (berhutan). Selebihnya, tegalan tembakau sebagian besar dipanen, meninggalkan tonggak tanaman dan tanah berdebu.

Sehari sebelumnya terjadi kebakaran hebat di hutan Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar, Wonosobo. Kebakaran meluas hingga Dusun Anggrunggondok, Desa Reco, Kecamatan Kertek.

Asisten Perhutani Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Wonosobo, Cahyono, menyatakan, kebakaran seluas 231,5 hektar. Di Resor Pemangku Hutan (RPH) Sigedang, kebakaran menghanguskan 164,5 hektar vegetasi rimba campur. Di RPH Anggrunggondok 67 hektar vegetasi rimba alam. Belakangan kebakaran dilaporkan terjadi di Desa Cilengkong, Kecamatan Garung.

Pada Sabtu, (5/9/15), juga terjadi kebakaran hebat di Gunung Sumbing, petak 2A Dusun Marongan, Desa Sukomakmur, Kajoran, Magelang. Titik api menyebar sampai ke Desa Mangli, Kecamatan Kaliangkrik, juga Desa Dampit, Kecamatan Windusari. Hingga hari keempat kebakaran, dilaporkan menghanguskan 200 hektar hutan.

Kebakaran di Wonosobo, lebih luas dan besar dibanding Magelang. Sebelumnya itu, api yang membakar Hutan Sindoro jelas terlihat dari kota. Spot merah jingga kontras dengan hitam malam. Angin membawa sebagian asap kebakaran turun ke Wonosobo.

“Kalau di Temanggung dua minggu terakhir ini aman,” kata Asisten Perhutani Bagian Kesatuan Pemangku Hutan, Temanggung, Yudi Noviar, Senin (21/9/15).

Dia menjelaskan, meski frekuensi dan luas kebakaran lebih sedikit dibanding Magelang dan Wonosobo, namun dampak di Temanggung tak boleh dianggap remeh.

“Total sejak kemarau atau Juni 2015 di PKPH Temanggung, baik Sindoro maupun Sumbing 133 hektar musnah terbakar. Vegetasi terbakar berupa savana, berisi alang-alang.”

Data Badan Pusat Statistik Jawa Tengah menunjukkan hutan menurut fungsi di KPH Kedu Utara pendataan 2013, hutan produksi 23.740,86 hektar, hutan lindung 12.602,53 hektar. Hutan produksi berisi tanaman komersial. Hutan lindung menjadi menyangga kehidupan lingkungan sekitar, misal, mengendalikan erosi, menahan intrusi air laut, menjaga daerah tangkapan air dan memelihara kesuburan tanah.

Meskipun kebakaran Gunung Sumbing dn Sindoro, tampak  bernilai kecil dari tegakan pohon karena yang terbakar ilalang,  tetapi tidak bagi ekosistem.

Jalur pendakian Gunung SIndoro. Penyebab kebakaran, kadang api-api yang dibawa atau dibuat para pendaki, meluas dan terjadi kebakaran. Foto: Nuswantoro
Jalur pendakian Gunung SIndoro. Penyebab kebakaran, kadang api-api yang dibawa atau dibuat para pendaki, meluas dan terjadi kebakaran. Foto: Nuswantoro

Yudi mengatakan, untuk RPH Kwadungan, hutan paling luas di Temanggung berdasar laporan satwa terus berkurang.

“Agustus lalu masih ada laporan keberadaan mereka, jumlah menurun. Penampakan elang Jawa tinggal dua, babi hutan tiga, kera 30, dan kijang satu.”

Jadi, tak terbayangkan kalau satwa-satwa liar musnah dari hutan Sumbing Sindoro,  salah satu sedikit hutan Jawa yang tersisa.

Berulang

Saat kemarau, hampir selalu hutan di pegunungan tiga kabupaten, yaitu Wonosobo, Magelang, Temanggung ini terbakar.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah beberapa kali menerima laporan kebakaran. Pada Minggu, (2/8/15), kebakaran menghanguskan lahan di petak 7C dan 7B Perhutani, di Gunung Pakuwojo, meliputi Desa Sembungan, Tieng, Jojogan, di Kecamatan Kejajar.

Pada Rabu, (26/8/15),, kebakaran terjadi di Dusun Jurang Jero, Desa Ngargosoko, Kecamatan Dukun, Magelang. Juga beberapa kejadian lagi.

Penyebab kebakaran hutan, katanya,  didominasi karena faktor manusia, seperti pendaki lalai meninggalkan bara api unggun masih menyala, warga membakar sampah, atau balon udara. Balon udara adalah istilah warga untuk lampion terbuat dari kertas atau plastik warna warni dan diterbangkan dengan api.

Untuk mengantisipasi ini, sejak Juni Perhutani membuat surat ke desa-desa dan pecinta alam, sementara aktivitas pendakian di Sumbing dan Sindoro, dihentikan.

“Bisa saja pendakian sudah ditutup, tapi pintu pendakian banyak. Ada pos resmi misaln, pendakian Sindoro di Kledung. Pendaki naik dari tempat lain,” kata Yudi.

Pemadaman

Menurut dia, belum ada cara efektif secara cepat mengendalikan kebakaran hutan di Gunung Sumbing Sindoro. Berbeda dengan gempa atau banjir, sistem peringatan dini bencana kebakaran masih mengandalkan laporan masyarakat dan petugas patroli.

“Begitu ada laporan asap dari titik api, teman-teman langsung bergerak. Teknis pemadaman pakai sistem gopyok.”

Sistem gopyok berarti memakai dahan dibasahi air lalu dihantamkan ke sumber api. Masih sederhana. Terkait model kebakaran dan kesulitan pemadaman. Kebakaran di gunung berbeda dengan di lahan hutan Kalimantan dan Sumatera. Di sana lahan gambut lebih sulit. Kebakaran di gunung bagian atas kadang sulit dijangkau.

“Untuk naik membutuhkan waktu dan air susah dialirkan. Mungkin sudah waktunya memakai sistem pemadaman udara. Memakai helikopter atau pesawat,” katanya.

Selama ini, pemadaman melibatkan masyarakat, SAR, pecinta alam, TNI Polri, dan BPBD. Juga saat kemarau, desa-desa dibentuk Satgas Galkar atau Satuan Tugas Pengendalian Kebakaran Hutan.

Menyadari personil terbatas, Perhutani mengantisipasi dengan membuat surat edaran larangan pendakian di musim kemarau. Atau imbauan kepada masyarakat di perbatasan kalau membakar di lahan sendiri harus memastikan api dan bara telah mati. Juga mengimbau masyarakat tidak menerbangkan balon udara memakai api yang sebenarnya tradisi warga di sini.

“Pas bulan puasa dan Lebaran penyebab kebakaran kebanyakan balon udara. Itu sebabnya festival balon udara 2 Agustus lalu di Wonosobo tidak diizinkan karena berbahaya.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,