, , , ,

Perizinan di Sektor Kehutanan dan Kawasan Industri jadi Lebih Mudah, Kabar Baik Atau…?

Kala kualitas udara dari kabut asap kebakaran hutan dan lahan di berbagai daerah di Kalimantan, dan Sumatera, buruk bahkan sangat berbahaya, di Istana Negara, Jakarta, pemerintah meluncurkan paket stimulus ekonomi guna menarik investasi,  pada Selasa(29/9/15). Paket kemudahan investasi ini diklaim demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi negeri dan kesejahteraan rakyat. Di antara paket itu, termasuklah memberikan kemudahan 14 perizinan kehutanan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dari jumlah itu, sebagian besar masih terkait eksploitasi kekayaan alam. Harapannya, dengan kebijakan penyingkatan waktu perizinan ini, investasi kehutanan, perkebunan dan industri tambang mineral menjadi lebih menarik bagi dunia usaha.

Selama ini, pemberian izin-izin kepada perusahaan skala besar hingga mereka menguasai hutan dan lahan, sebagai salah satu biang kerok bencana asap yang telah menjadi agenda rutin, sejak belasan tahun ini. Seperti tahun ini, dari pantauan satelit maupun di lapangan, kebakaran hutan dan lahan banyak terjadi di wilayah pemegang izin. Saat ini saja, KLHK, menangani lebih 200 perusahaan baik HPH, HTI, perkebunan sawit, karet dan lain-lain dengan  wilayah kerja mengalami kebakaran.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menilai, dengan penyederhaan izin ini malah akan mengurangi ruang peluang nego dan transaksi.  Dengan menyingkat proses izin dari dua sampai empat tahun, menjadi 12 hingga 15 hari. Memang, katanya, pengawasan harus ketat. “Pengawasan akan diitensifkan sesuai prinsip bahwa setiap izin harus diiringi dengan pengawasan,” katanya kepada Mongabay, Rabu (30/9/15).

Selan itu, katanya, penyederhanaan izin itu, untuk membangun kepercayaan berinvestasi . Menurut dia, di lapangan pengawasan sosial juga sudah sangat tinggi  hingga mental korup akan segera terdekteksi dan terkoreksi. Untuk perusahaan yang sudah diberikan izin dan tak patuh, maka akan dicabut. “Kita juga mendorong green investing seperti restorasi ekosistem. Jadi tetap terjaga kelestarian lingkungan dan hutan.”

Teguh Surya dari Greenpeace mengatakan, seharusnya dengan berulang tahun tragedi asap yang ke-18,  Presiden Joko Widodo mengevaluasi komprehensif terkait investasi di sektor penggunaaan hutan dan lahan. “Apakah benar-benar menguntungkan atau malah buntung?”

Selagi  evaluasi, sembari melakukan pembenahan izin, penertiban dan penegakan hukum, serta memastikan aparatur terkait memiliki kapasitas cukup untuk melakukan kerja-kerja mereka.

“Bukan alih-alih mempermudah jalan bagi investasi tanpa belajar dari kegagalan dan kesalahan tata kelola masa lalu,” katanya.

Terlebih, ucap Teguh, dengan membuka keran investasi lewat berbagai kemudahan izin, yang tak menjamin juga ekonomi pulih. “Kalau tidak didukung modal sosial  yang cukup, yang ada Indonesia makin rentan.”

Jika, pemerintah, katanya, melanjutkan pembangunan ekonomi dengan bongkar habis sumber daya alam, hanya akan membuat negeri ini makin rapuh dan rentan. “Ini sudah tidak dapat disangkal dengan beruntun bencana datang akibat eksploitasi sumber daya alam.”

Pembangunan kawasan industri ini sejak awal sudah menciptakan masalah lingkungan dan sosial. Kawasan CPI, yang masuk kampung nelayan yang diusir. Untuk tahap awal dilakukan reklamasi seluas 157 hektar oleh investor, dimana kompensasi mereka akan mendapatkan hak kelola seluas 100 hektar untuk kawasan industri. Dengan paket stimulus investasi, apakah hak-hak rakyat kecil akan makin terpinggirkan? Foto: Wahyu Chandra

Mampukah KLHK mengawasi ketat?

Christian Purba, Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia mengatakan, mungkin kebijakan ini diharapkan agar internal KLHK dapat melayani lebih efesien dan efektif hingga bisa memperkecil ruang “transaksi informal” yang selama ini sering terjadi. Selama ini, katanya, memang harus diakui jalur birokrasi sangat panjang dan akan melewati banyak meja untuk proses pemberian izin.  Tidak hanya untuk perusahaan skala besar, masyarakat yang ingin mendapatkan izin kelola juga mengalami hal sama.

“Namun, jika kebijakan ini mau diterapkan, yang menjadi pertanyaan apakah KLHK benar-benar siap untuk menjalankan ini? Tanpa harus mengeyampingkan fungsi pengawasan. Karena kita juga tahu, kerusakan hutan selama ini karena fungsi pengawasan lemah dari pemerintah,” katanya.

Sistem ini, kata Bob, panggilan akrab pria ini, memerlukan pengawasan super ketat. “Saya pribadi yakin ini tidak mudah. Kemudian struktur dan perangkat kelembagaan seperti apa yang akan disiapkan untuk menjalankan fungsi pengawasan ketat ini? Ini juga harus diselesaikan.”

Menurut dia, kebijakan ini bisa berjalan baik bila penerapan tata kelola hutan yang baik terlebih dahulu terwujud. “Publik tahu atau transparan soal rencana pemberian izin pinjam pakai kawasan misal. Kemudian publik juga bisa menyampaikan keberatan karena ada masalah di lapangan.”

Bob juga menyoroti, kemampuan dan kecukupan sumber daya manusia dan kapasitas aparat KLHK. “Ini salah satu kunci (keberhasilan). Kalau tidak  akan menjadi kebijakan yang mempercepat kehancuran hutan kita.”

Belum lagi, katanya,  masalah koordinasi  antarkementerian dalam menjalankan kebijakan ini juga menjadi tanda tanya besar. Lemahnya aspek koordinasi ini, juga salah satu hal yang ditengarai mempercepat kehancuran hutan Indonesia.  “Jadi apakah karena ada tuntutan “harus cepat”  maka aspek verifikasi lapangan agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan dan perizinan akan diabaikan? Atau malah kajian terhadap dampak lingkungan akan dianggap tidak perlu?” tanya Bob.

Investasi di kawasan industri, tak perlu izin lingkungan

Menko Perekonomian Darmin Nasution usai rapat terbatas mengatakan, paket kebijakan II kali ini atas permintaan, dan pengarahan Presiden. Tak tidak perlu banyak-banyak sekarang, yang penting, istilah yang tadi disampaikan oleh Pak Pramono, nendang,” katanya seperti dikutip dari Setkab.go.id.

Dalam paket ini, izin investasi industri ada dua kelompok, pertama, di dalam kawasan industri, kedua, di luar kawasan industri.

Dalam aturan, investasi luar kawasan industri, memerlukan waktu selama delapan hari, plus perizinan usaha konstruksi dan lain-lain,  11 perizinan perlu waktu 526 hari.

Dengan perubahan dalam Paket II ini, di kawasan industri, izin-izin itu tidak diperlakukan sebagai izin lagi tetapi standar atau syarat.  Darmin mencontohkan, untuk izin lingkungan. Izin lingkungan di kawasan industri sudah diberikan kepada kawasan hingga investasi di dalam situ tidak perlu izin. Pemohon izin, katanya, diberikan standar baku mutu. “Dia nggak boleh melampaui standar seperti ini. Itu saja. Dia komit, dia tandatangani itu dianggap komitmen dia terhadap standar.”

Jadi, setelah sejumlah izin berubah menjadi standar atau syarat, lama mengurus izin investasi di kawasan industri menjadi jauh lebih cepat, sekitar tiga jam selesai,” ucap Darmin.

Masih dari website Setkab, Franky Sibarani, Kepala Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM) mengatakan, izin investasi selesai tiga jam ini menghasilkan tiga produk. Pertama, izin prinsip itu sendiri, akta perusahaan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). BKPM juga menyiapkan inhouse notaris.

Namun, kata  Franky, meskipun izin investasi tiga jam ada syarat, yakni di kawasan industri. Investor bisa langsung memilih lokasi di kawasan industri, langsung mulai membangun atau starting operasi konstruksi. Fasilitas ini diberikan kepada investasi minimal Rp100 miliar atau memperkerjakan 1.000 tenaga kerja Indonesia.

“Untuk di kawasan industri,  investor hanya menandatangani komitmen untuk norma-norma tertentu yang sudah ditentukan kementerian teknis.”

Sedang kawasan industri  itu harus memiliki Amdal dan investor tetap harus membangun pengelolaan limbah UKL UPL, tetapi yang menjadi syarat adalah baku mutunya.

Deregulasi izin-izin guna memudahkan investasi sektor kehutanan:*.Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Tahapan Eksplorasi
*.Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Tahapan Operasi Produksi
*Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam (IUPHHK-HA)
*.Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI)
*.Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Dalam Hutan Alam (IUPHHK-RE)
*Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam
*Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu di atas 6000 m3/tahun
*Izin Perluasan Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu di atas 6000 m3/tahun
*Izin Usaha Penyediaan Sarana Wisata Alam
*Izin Pemanfaatan Jasa Wisata Alam
*Izin Pemanfaatan Air dan Energi Air
*Izin Pemanfaatan Panas Bumi
*Izin Lembaga Konservasi

14 jenis izin diringkas menjadi enam:

*Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan melalui penyederhanaan proses perizinan dengan mengubah Permenhut P.9/Menhut-II/2015, disederhanakan dalam satu izin tanpa izin prinsip. Syarat yang ketat, dan selesai dalam 12 15 hari

*izin Pelepasan Kawasan Hutan melalui penyederhanaan proses pelepasan dengan mengubah Permenhut P.33/Menhut-II/2010 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi, jo. P.28/Menhut-II/2014. Izin disederhanakan seperti izin pinjam pakai

*Izin Usaha Pemanfaatan Kayu melalui penyederhanaan proses perizinan dengan mengubah Permen LHK P.9/Menlhk-II/2015, dengan tata waktu disederhanakan menjadi paling lama 15 hari kerja menjadi SK atau penolakan

*Izin Industri Primer Hasil Hutan melalui penyederhanaan proses perizinan dengan mengubah Permen LHK P.13/Menlhk-II/2015

*Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Kawasan Konservasi melalui penyederhanaan proses perizinan

*Izin Lembaga Konservasi melalui penyederhanaan proses perizinan.

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,