, ,

Inilah Sistem Informasi Yang Dukung Ranperda Masyarakat Adat Enrekang

Proses pengesahan rancangan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Kabupaten Enrekang terus mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Tidak hanya pihak Pemda, DPRD dan masyarakat adat, yang terus menggenjot mempercepat pengesahannya, dukungan juga datang dari Badan Regsitrasi Wilayah Adat (BRWA), yang memperkenalkan Sistem Informasi Wilayah Adat (SIWA).

Menurut Kasmita Widodo, Kepala BRWA, keberadaan SIWA ini haruslah dilihat sebagai bentuk dukungan upaya penyusunan peraturan daerah tentang masyarakat adat di Enrekang.

“Perda merupakan landasan bagi kedaulatan masyarakat adat. Melalui Perda pengakuan dan perlindungan hak masyarakat maka pemerintah dapat mempercepat pelaksanaan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.35 Tahun 2012 untuk mengembalikan status hutan adat kepada masyarakat adat dan bukan menjadi hutan negara,” kata Kasmita dalam dialog publik di Gedung Muhammadiyah, Enrekang, Sulawesi Selatan, Selasa (21/9/2015).

Dialog yang digagas BRWA bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulsel tersebut dihadiri oleh 18 komunitas masyarakat adat di Enrekang, pemerintah daerah, SKPD dan LSM setempat.

Ia menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak mensyaratkan adanya Perda atau Surat Keputusan Kepala Daerah sebagai instrumen pengakuan keberadaan masyarakat adat dalam wilayahnya sebelum akhirnya mendapatkan pengakuan atas hutan adat.

Permen ini sendiri merupakan pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 (MK35) yang mengakui keberadaan hutan adat di dalam wilayah masyarakat adat.

Aturan lain adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat mensyaratkan lima hal untuk identifikasi keberadaan masyarakat adat, yaitu sejarah masyarakat adat; wilayah adat; hukum adat; harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan kelembagaan/sistem pemerintahan adat.

“Untuk diketahui bersama bahwa kejelasan wilayah adat dan informasi sosial mengenai keberadaan dan pelaksanaan aturan adat pada masyarakat merupakan salah satu syarat bagi pembuatan peraturan daerah untuk pengakuan dan perlindungan bagi masyarakat adat,” tambahnya.

Menurut Kasmita, sejak tahun 2010, BRWA telah melakukan pengumpulan informasi terkait wilayah adat melalui sistem registrasi wilayah adat (SRWA) berbasis daring (onlinewww.brwa.or.id) dan luring (offline).

“BRWA yang terdiri dari lima lembaga ini dimandatkan untuk membangun SIWA yang bisa diakses oleh publik secara online berdasarkan registrasi yang dilakukan oleh komunitas adat maupun oleh organisasi pendukung gerakan masyarakat adat,” tambahnya.

Kelima organisasi yang membentuk dan mendukung BRWA yang dimaksud adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KpSHK), Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Forest Watch Indonesia (FWI) dan Sawit Watch (SW)

Paundanan Embong Bulan, Ketua AMAN Enrekang, menyambut baik adanya dukungan dari BRWA yang disebutnya sebagai ‘tambahan amunisi’ dalam mempercepat pengesahan Perda yang ditargetkan disahkan pada akhir tahun 2015 ini.

“Selama ini kita memang masih sangat lemah dalam hal pendataan informasi komunitas. Padahal itu adalah elemen penting dalam pengesahan sebuah komunitas adat agar diakui sebagai diamantkan undang-undang. Kita selama ini telah melakukan identifikasi dan pendokumentasian tersendiri juga. Adanya SIWA tentu sangat membantu upaya ini,” katanya.

Paundanan optimis dengan semakin banyaknya dukungan akan semakin meyakinkan pemerintah dan DPRD akan pentingnya Perda ini sehingga bisa menjadi motivasi tersendiri dalam pengesahannya.

Menurut Paundanan, di Kabupaten Enrekang sendiri saat ini telah teridendifikasi sebanyak 18 Komunitas adat yang sesuai dengan kriteria atau prasyarat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tetapi, tidak menutup kemungkinan akan ada pertambahan jumlah komunitas adat yang tersebar di wilayah kabupaten Enrekang.

“Apalagi pihak Pemda sendiri bahkan mengklaim sekitar 40-an komunitas. Kita tunggu saja prosesnya dan pastinya akan bisa diketahui secara pasti setelah lahirnya Perda ini,” ungkapnya.

Upaya pengumpulan informasi masyarakat adat apat dikumpulkan oleh masyarakat adat sendiri sebagai pihak yang paling memahami kondisi yang ada. Tidak hanya pendokumentasian, AMAN juga mendorong dan mendukung pelaksanaan pemetaaan wilayah adat partsipatif yang melibatkan secara aktif masyarakat adat yang bersangkutan. Foto : Wahyu Chandra
Upaya pengumpulan informasi masyarakat adat apat dikumpulkan oleh masyarakat adat sendiri sebagai pihak yang paling memahami kondisi yang ada. Tidak hanya pendokumentasian, AMAN juga mendorong dan mendukung pelaksanaan pemetaaan wilayah adat partsipatif yang melibatkan secara aktif masyarakat adat yang bersangkutan. Foto : Wahyu Chandra

Mustam Arif, Direktur Jurnal Celebes, lembaga yang selama ini banyak memberi dukungan pada perjuangan masyarakat adat melalui publikasi media, juga mengapresiasi adanya dukungan dari BRWA. Diakuinya, kelemahan utama komunitas adat selama ini banyak pada ketersediaan informasi dan dokumentasi, bahkan dalam pemberitaan media pun masyarakat adat jarang terekspos.

“Dengan adanya system informasi berbasis online pasti akan banyak membantu. Dan itu bisa dilakukan tanpa menunggu Perda itu disahkan, namun bisa saling beriringan dengan proses yang sedang berlangsung,” tambahnya.

Menurut Sardi, pelaksanaan dialog publik bisa juga dilihat sebagai rangkaian upaya untuk pengawalan proses dan subtansi pembahasan Ranperda tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di Kabupaten Enrekang.

“Kita apresiasi dukungan BRWA ini dan ini sejalan dengan pengawalan yang kita lakukan selama ini. Semakin banyak pihak yang terlibat justru akan semakin bagus dalam memperkaya Perda yang akan kita hasilkan ini.”

Terkait progres Perda ini sendiri, menurut Sardi, sebenarnya sudah sangat maju dibanding daerah-daerah lain yang sedang berproses hal yang sama. Beberapa daerah bahkan butuh bertahun-tahun untuk proses Perda ini, sementara di Enrekang sendiri justru jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.

Menurut Kasmita bahwa pada Agustus 2015, BRWA, AMAN dan JKPP menyerahkan data 604 profll dan peta wilayah adat seluas 6,8 juta ha kepada Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penyerahan peta ini bertujuan agar peta dan informasi mengenai wilayah adat dapat diintegrasikan dalam peta indikatif arahan perhutanan sosial (PIAPS) yang dibuat oleh Direktorat Perhutanan Sosial di KLHK. Profil dan Peta Wilayah adat ini disajikan dalam SIWA untuk mendukung proses penyusunan kebijakan daerah tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat adat.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , ,