, ,

Benahi Sektor Kelautan untuk Kedaulatan Pangan Nasional

Perubahan iklim yang terjadi d dunia saat ini menjadi masalah serius yang dialami negara-negara di seluruh benua. Tak terkecuali, bagi Indonesia yang letaknya tepat di ekuator. Perubahan iklim, tak hanya mengancam keberlangsungan alam saja, tapi juga ikut mengancam keberlangsungan manusia dan makhluk hidup lain yang ada diatas bumi.

Demikian kesimpulan yang muncul dalam lokakarya “Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan di Indonesia” yang dilaksanakan Senin (5/10/2015) di Hotel Aryaduta, Jakarta. Hadir dalam lokakarya tersebut, Guru Besar Fakultas Ilmu Pertanian IPB Prof Dwi Andreas Santoso; Dodo Gunawan Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG; Alan Koropitan Pakar Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB; dan Perdinan Pakar Ekonomi Penilaian Informasi Iklim IPB.

Salah satu panelis, Alan Koropitan, menyoroti bagaimana perubahan iklim ikut mempengaruhi peta kelautan dan perikanan di Indonesia, serta dunia pada umumnya. Menurutnya, semua itu berawal dari kurangnya validitas informasi tentang perubahan iklim.

“Kita siap-siap saja dengan kondisi yang semakin memburuk dan siap-siap saja untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut,” ungkap Alan.

Dia menerangkan, di antara dampak buruk yang dirasakan Indonesia akiibat perubahan iklim, adalah saat badai tropis terjadi. Walau badai tersebut secara resmi tidak akan pernah muncul di Tanah Air, tetapi ekor dari badai tersebut akan terasa di Indonesia.

“Beberapa waktu lalu, perairan di sekitar selat Sunda merasakannya. Itu harus diwaspadai,” tutur dia. Perlunya peningkatan kewaspadaan, karena itu berdampak buruk pada kehidupan nelayan di sekitar perairan tersebut.

Tidak hanya itu, Alan menyebutkan, perubahan iklim yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ikut mengubah peta wilayah perikanan di Indonesia. Saat ini,  wilayah perairan di selatan Pulau Kalimantan dan selatan Pulau Jawa menjadi wilayah perairan yang paliang banyak mengalami kerusakan.

Penyebabnya, karena hutan mangrove di dua wilayah perairan itu sudah semakin menyusut dan pada saat bersamaan ikan terus diburu untuk ditangkap.”Sementara, rekrutmen ikan-ikan baru dari pesisir juga tidak banyak. Kondisi itu semakin parah karena ada pembukaan lahan gambut di wilayah selatan Pulau Kalimantan,” papar dia.

El Nino

Salah satu bukti bahwa perubahan iklim sedang terjadi, adalah munculnya femonena cuaca El Nino. Di Indonesia, El Nino diprediksi akan berakhir pada awal November mendatang atau sekitar sebulan lagi dari sekarang.

“Tetapi, ada kesalahan informasi yang beredar di Indonesia sekarang. Hampir semua orang mengetahui kalau El Nino itu akan meningkatkan produksi ikan hingga berlipat-lipat. Itu benar, tapi faktanya tidak terjadi di semua wilayah peraira Indonesia,” jelas Alan.

Selain faktor El Nino, fakta lain yang ikut mengubah peta wilayah perikanan Indonesia, adalah munculnya konflik yang melibatkan pengusaha dan masyarakat. Konflik tersebut muncul karena memperebutkan wilayah perairan yang menjadi sumber perikanan.

“Itu faktonya saja. Semua intinya harus diliakukan perubahan, salah satunya dengan restorasi ekosistem pesisir. Jadi walau ada perubahan iklim, pesisir tetap bisa menjadi tempat rekrutmen ikan-ikan baru,” tandas dia.

Sementara itu Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Dodo Gunawan menungkapkan, perubahan iklim yang terjadi saat ini memang sudah semakin meningkat. Kondisi itu, salah satunya diperlihatkan dengan hadirnya El Nino.

“El Nino ini untuk ketahanan pangan akan sangat mengganggu sekali, khususnya untuk beras. El Nino akan menyebabkan kekeringan lahan pertanian dan itu akan menghambat produksi beras. Belum lagi yang lainnya,”cetus dia.

 El-Nino telah menyebabkan  kekeringan hingga  warga gagal panen atau tak bisa menanam di Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Tommy Apriando
El-Nino telah menyebabkan kekeringan hingga warga gagal panen atau tak bisa menanam di Cilacap, Jawa Tengah. Foto: Tommy Apriando

Menurut Dodo, mempertahankan ketahanan pangan di tengah peningkatan perubahan iklim memang menjadi perhatian utama Pemerintah Indonesia saat ini. Untuk itu, dikeluarkan regulasi untuk melindungi ketersediaan pangan, khususnya beras.

“Seperti Inpres Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional. Memang, perubahan iklim sudah terjadi dan manusia harus melakukan adaptasi. Inilah salah satu bentuk adaptasi itu,” papar dia.

Pendapat yang sama juga diungkapkan Prof Dwi Andreas Santoso. Menurutnya, perubahan iklim yang terjadi sekarang harus bisa disikapi dengan sangat bijak oleh semua pihak. Dia memandang, perubahan iklim jangan sampai membuat Indonesia terpuruk.

“Ketahanan pangan itu penting. Bagaimana Indonesia bisa bertahan di tengah iklim yang berubah ini. Itu langkah yang harus dipikirkan oleh semua pihak,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,