,

Penemuan Air di Mars, Patutkah Kita Bergembira?

Bukti adanya air yang mengalir di permukaan Planet Mars sebagaimana yang diumumkan NASA (National Aeronautics and Space Administration), pada 28 September 2015, makin menunjukkan kemungkinan adanya kehidupan di planet merah tersebut. Pertanyaan muncul, apakah kegembiraan itu, sebanding dengan upaya penggunaan air di Bumi yang sering kita hamburkan?

Sebagai catatan, hanya 3% air di Bumi berupa air tawar dan itupun, dua pertiga-nya adalah air beku. Meski begitu, kita masih saja mencemarinya dengan membuang limbah ke sungai. Bahkan, 60% persen dari air yang digunakan untuk  pertanian terbuang percuma karena sistem irigasi yang boros.

Sungai, danau, dan penampungan air tersedot menjadi kering. Sedangkan yang tersisa, seringkali sudah terkontaminasi dan mengancam kehidupan orang-orang yang meminumnya.

Adapun terkait air asin, seperti yang ditemukan di Mars, justru membuat kita sama sekali tak menghargai sumber yang sama di Bumi. Laporan terbaru menunjukkan, jumlah ikan di lautan telah berkurang separuh sejak 1970. Tuna sirip biru pasifik, yang pernah menjelajahi lautan dalam jumlah  tak terhitung, kini hanya sekitar 40.000-an saja. Jumlah yang sedikit inipun masih terus diburu.

Begitu juga dengan terumbu karang tersisa yang kemungkinan besar akan hilang pada 2050. Dan di laut dalam, sebuah dunia yang mungkin lebih sedikit kita ketahui dibanding pengetahuan kita tentang permukaan Mars, kehancuran juga tak terelakkan. Kapal jenis trawl kini bisa menjangkau hingga 2.000 meter ke bawah permukaannya, yang tentunya bisa kita bayangkan akibatnya.

Pengeboran oleh Shell di kawasan Kutub Utara. Sumber: Mediad.publicbroadcasting.net
Pengeboran oleh Shell di kawasan Kutub Utara. Aktivitas ini begitu dikhawatirkan akan merusak lingkungan yang ada. Sumber: Mediad.publicbroadcasting.net

Beberapa jam sebelum penemuan air di Mars diumumkan, Shell menghentikan explorasi pencarian minyak kutub utara di Laut Chukchi. Bagi pemegang saham perusahaan, penghentian ini ‘hanya’ berarti hilangnya $ 4 miliar, namun bagi kita yang hidup di Bumi dan segala kehidupannya, kejadian ini merupakan kecolongan besar.  

Penghentian itu, bagi Shell, hanya disebabkan karena mereka tidak menemukan cadangan minyak dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi di kawasan tersebut. Jika saja Shell menemukan cadangan yang besar, dipastikan, kehancuran di salah satu kawasan paling rentan di bumi ini tidak terhindari. Tumpahan minyak dan bahaya ekologi lain pun akan sulit diatasi.

Kapal Trawl yang bisa menjangkau laut dalam hingga dua ribu meter. Sumber: Greenpeace.org
Kapal Trawl yang bisa menjangkau laut dalam hingga dua ribu meter. Sumber: Greenpeace.org

Awal September, dua minggu setelah memberikan Shell izin untuk mengebor di Laut Chukchi, Barack Obama melakukan perjalanan ke Alaska untuk memperingatkan Amerika tentang pengaruh buruk perubahan iklim yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Dan ini, kemungkinan dimulai dari Kutub Utara. “Tidak cukup hanya melakukan pembicaraan, saatnya kita mulai beraksi. Kita harus menggunakan kecerdasan yang kita miliki untuk segera melakukan sesuatu dan menghindari bencana,” ujarnya.

Kecerdikan manusia yang dimaksud tergambar dengan luar biasa di NASA yaitu dengan dirilisnya gambar-gambar yang menakjubkan dari berbagai sudut alam semesta. Terakhir, dari permukaan Mars. Namun terkait dengan kebijakan penyelamatan Planet Bumi, semua hampir tak terlihat.

Sebagaimana yang dituliskan George Monbiot di The Guardian.com, dalam empat dekade terakhir, dunia telah kehilangan 50% dari satwa vertebratanya. Namun, di paruh kedua periode ini, justru liputan media menurun tajam akan kondisi tersebut. Sebagai perbandingan, pada 2014, berdasarkan sebuah studi di Universitas Cardiff,  berita yang disiarkan oleh BBC dan ITV tentang Madeleine McCann (yang hilang di 2007) sama banyaknya dengan seluruh berita mengenai isu lingkungan.

Keterasingan kita dari planet bumi, tempat manusia menjalani evolusi panjangnya, kini makin meningkat.  Kita terpukau dengan penemuan air di permukaan Mars, namun kita melupakan betapa ajaibnya Bumi tempat kita berpijak dan hidup.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,