, ,

Kala Cendrawasih Terus jadi Incaran Pemburu

Dominggus Maywa (78), pemilik salah satu dusun di Taman Nasional Wasur, senang kedatangan para peniliti dari Universitas Cenderawasih, Balai Taman Nasional Wasur dan WWF Indonesia Merauke. Mengapa? Selama ini, yang datang ke dusun banyak para pemburu cendrawasih hingga satwa dilindungi ini makin langka.

“Kalau datang untuk penelitian boleh,” katanya, kala itu.

Maywa mengatakan, para ‘pemburu’ menggunakan berbagai cara mendapatkan cendrawasih, langsung berburu ataupun memakai kaki tangan warga setempat.

“Kami pasti usir jika sudah sampai di dusun kami. Para pemburu asal Merauke stop memburu satwa. Hanya mendapatkan burung surga ini kamorang tipu dengan bawa nama pejabat tertentu,” katanya.

Sukses diusir, pemburu tak kehilangan akal. Mereka memakai jasa penduduk setempat. Maywapun berusaha memberikan penyadaran kepada warga agar ikut menjaga burung surga ini dari kepunahan. Dia meminta, bersama-sama, menjaga hutan agar habitat satwa ini tak hilang.

Anggodo, Kepala Balai Taman Naional Wasur mengatakan, konservasi cendrawasih penting karena satwa ini menuju kepunahan. Berdasarkan laporan petugas lapangan, cendrawasih jantan diburu dan diperdagangkan, salah satu menjadi souvenir.

Kala cendrawasih jantan berkurang, katanya, mengakibatkan ketimpangan struktur demografi terutama rasio antara jantan dan betina yang akan berdampak pada kembangbiak.

Cenderawasih terus menjadi incaran pemburu. Foto Tim Survey WWF Indonesia dan Balai Taman Nasional Wasur
Cenderawasih terus menjadi incaran pemburu. Foto Tim Survey WWF Indonesia dan Balai Taman Nasional Wasur

Untuk itu, Balai Taman Nasional Wasur, melakukan identifikasi, inventarisasi atau monitoring cendrawasih. Menurut dia, masalah mendasar upaya konservasi terletak pada data, seperti parameter demografasi untuk mengetahui sex ratio dan ukuran populasi. “Salah satu cara mendapatkan data dengan inventarisasi satwa di sejumlah site habitat yang ditetapkan monitor berkala setiap tahun.”

Basa Rumahorbo, peneliti dari Universitas Cenderawasih Jayapura menjelaskan, secara alamiah satwa ini berproduksi baik karena jantan bisa kawin dengan empat hingga enam betina. Namun, kenyataan perburuan cenderawasih jantan lebih banyak karena bulu berwarna indah hingga bernilai tinggi.

“Perdagangan ilegal umumnya jantan. Cendrawasih bermain dekat pemukiman, pemburu menembak dengan senapan angin. Otomatis, berpengaruh pada populasi karena satu hingga lima betina tidak berproduksi saat musim kawin.”

Beberapa jenis cendrawasih, katanya, masih ada di Papua, seperti Paradisea apoda (cendrawasih besar), Paradisea minor (cendrawasih kecil), Cicinnurus regius (cendrawasih raja), Seleucidis melanoleucus (cendrawasih mati kawat).

Dia mengatakan, menjaga habitat cendrawasih juga harus menjadi perhatian. Sesungguhnya, satwa ini dekat dengan manusia bila hutan campuran. Kala monokulktur seperti sawit, cendrawaih tak bisa hidup. Satwa ini biasa hidup pada tumbuhan campuran, misal, kelapa, mangga, kemiri dan lain-lain. Ia tidak suka mangga atau kelapa saja. Pakannya, selain buah, serangga, tikus pohon beringin dan favorit, pucuk bunga mangga.

Basa berharap, masyarakat bersama-sama menjaga satwa ini. Tak semua pohon jadi tempat cendrawasih. Mereka suka bertengger dan kawin di pohon beringin, misal. “Jadi kalau pohon itu ditebang, cendrawasih pasti lari karena stres. Jadi, jangan tebang pohon sekitar pohon induk, karena tempat bertelur, bermain dan kawin mereka.”

Dominggus Maywa, pemilik Dusun di Taman Nasional Wasur, salah satu habitat cenderawasih. Foto: Agapitus Batbual
Dominggus Maywa, pemilik Dusun di Taman Nasional Wasur, salah satu habitat cenderawasih. Foto: Agapitus Batbual
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , ,