,

Diskusi Tolak Reklamasi Dibatalkan pihak Ubud Writers and Readers Festival

Tekanan pada ForBALI terus meningkat. Panitia Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) membatalkan panel diskusi tentang gerakan masyarakat Bali menolak reklamasi di Teluk Benoa yang dikomando ForBALI. Alasannya, tidak sesuai dengan izin festival sebagai acara budaya dan pariwisata.

Sedianya diskusi yang masuk dalam salah satu acara utama ini dihelat 31 Oktober, sementara UWRF akan dimulai Rabu (28/10) esok. Diagendakan panel menghadirkan I Wayan “Gendo” Suardana, Jerinx-Superman Is Dead, Rudolf Dethu, dan Thor Kerr dari Curtin University.

Gendo mengatakan pihaknya biasa saja karena tekanan seperti ini sudah sering terjadi. Ia mengatakan reklamasi ini agenda rakus pengusaha yang didukung penguasa. “Tentu saja mereka tak membiarkan ada agenda penolakan reklamasi dalam level internasional seperti UWRF,” katanya.

Pria asal Ubud ini mengingatkan kejadian ini makin menguatkan para pengusaha dan penguasa ini mempersempit setiap wacana penolakan reklamasi. Alasan bahwa UWRF kegiatan budaya dan pariwisata terlalu dibuat-buat  karena selama ini medium yang dipakai menyuarakan penolakan pengurukan laut ini adalah kebudayaan seperti musik, tari, dan sastra.

Di pihak lain ia menyayangkan event sekaliber UWRF mudah ditekan penguasa. “Mengangkat tema seperti penolakan reklamasi harusnya sudah diperhitungkan segala risikonya sehingga ada alternatif,” sebutnya tentang mendadaknya pembatalan yang secara resmi diterimanya sehari sebelum UWRF.

I Wayan Juniartha, National Program Manager UWRF mengonfirmasi alasan pembatalan karena oleh kepolisian dan pihak terkait disebut tak sesuai tujuan kegiatan yakni budaya dan pariwisata sehingga yang menyebabkan kontroversi agar tak dilaksanakan.

“Di ijin yang dikeluarkan Mabes Polri ada catatan panitia wajib mentaati ketentuan yang diberikan pejabat setempat,” ujarnya soal izin kegiatan UWRF.

Juniartha mengatakan sinyal awal soal permintaan ini sudah disampaikan kepolisian dan Pemkab Gianyar pada 8 Oktober, kemudian panitia memulai proses lobi dan negoisasi  serta rapat internal. Pada 22 Oktober ada pertemuan antara Pemkab, polisi, Koramil, Lurah yang menegaskan permintaan itu. Hingga akhirnya disampaikan ke pengisi acara mulai Senin setelah negoisasi tak berhasil.

Rudolf Dethu juga heran dengan pembatalan ini. “Ini preseden buruk bagi demokrasi dan kebebasan berekspresi. Seharusnya kita di depan melawan, bukan gampang menyerah,” sesalnya pada UWRF.

Selain panel ForBALI, UWRF juga membatalkan sesi-sesi tentang kekerasan dan sejarah peristiwa 65 dan pemutaran film Joshua Oppenheimer.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,