, , ,

Berikut Hasil Kajian UGM Soal Pemicu Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan menjadi keprihatinan berbagai pihak, terlebih, masalah berulang setiap tahun. Universitas Gadjah Mada pun melakukan kajian soal ini. “Sangatlah ironi apabila kita tidak sanggup mengakhiri rutinitas bencana ini,” kata Rektor UGM Dwikorita Karnawati, di Yogyakarta, baru-baru ini.

Dia mengatakan, ada dua faktor pemicu kebakaran, yakni alam dan manusia. Namun, katanya, faktor manusia lebih kuat menyebabkan kebakaran itu.

Dari kajian UGM, katanya, memperlihatkan, membuka lahan dengan membakar maupun kanal buatan untuk mendrainase atau mengeringkan lahan gambut menjadi pemicu kebakaran. Tim UGM, telah mengkaji dan memperlihatkan sebaran titik api sesuai kanal-kanal buatan.

“Kanal inilah yang memicu, makin luas terbuka lahan jaringan kanal ini, makin bertambah pula titik api.”

Parahnya, tak mudah memadamkan api kala lahan gambut sudah terbakar. Api yang membakar lahan, katanya, terlebih gambut dalam, sangat sulit dipadamkan dan memerlukan volume air banyak. Guna memadamkan api seluas satu meter pesegi ketebalan 30 centimeter saja perlu 200-400 liter air.

“Dengan air sebanyak itu bisa dibayangkan berapa volume air dibutuhkan untuk memadamkan 1,7 juta hektar hutan yang terbakar.”

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan luas wilayah kebakaran hutan mencapai 2,1 juta hektar. Kerugian ekonomi cukup besar. Di Riau saja menyatakan kerugian sampai Rp20 triliun, belum wilayah lain. Belum lagi warga terdampak mencapai 43 juta orang.

Untuk itu, katanya, UGM merekomendasikan beberapa hal penting kepada pemerintah, seperti perlu tindakan pemadaman segera dan penanganan dampak serta evakuasi korban. Juga tindakan penegakan hukum dan disinsentif ekonomi bagi pelaku dan perusahaan terbukti membakar lahan dengan dibakar. Lalu memberikan sanksi administrasi seperti pencabutan izin dan pembebanan pemulihan lingkungan kepada perusahaan, selain gugatan perdata dan pidana.

Sedangkan tindakan pencegahan agar kebakaran tidak terulang, katanya, pemerintah sebaiknya menata kembali tata ruang lahan gambut dan audit performance kanal. “Lakukan audit kinerja dan audit kepatuhan dari berbagai pihak yang terlibat dalam pemanfaatan lahan gambut,” kata Dwikora.

Dekan Fakultas Kehutanan UGM, juga pakar gambut Satyawan Pudyatmoko, menyampaikan, kebakaran lahan gambut dampak kesalahan fundamental pengelolaan lahan. Paradigma pembangunan Indonesia selama ini, katanya, cenderung mengarah optimalisasi nilai-nilai ekonomis lahan gambut dengan mengabaikan prinsip kelestarian eksositem.

“Tindakan responsif tidak cukup lagi mengatasi persoalan ini. Harus ada perubahan mendasar terkait paradigma pengelolaan lahan gambut non-drainase.”

Sosiolog UGM, Arie Sudjito menambahkan, upaya pemadaman kebakaran lahan gambut penting tetapi gerakan kemanusiaan membantu korban asap harus menjadi perhatian seluruh komponen bangsa.“Kebakaran ini tidak hanya merusak alam, juga menimbulkan korban. Peru gerakan kemanusiaan menyelamatkan korban.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,