, ,

Keanekaragaman Hayati Asia Tenggara Rentan Ancaman Kepunahan

Dalam mengkonservasi tumbuhan di dunia,  suatu negara tidak bisa bekerja sendiri-sendiri. Kekuatan jejaring baik level nasional, regional maupun Internasional sangat perlu dikembangkan.

“Bahkan peran jejaring kebun raya regional semestinya lebih aktif lagi memperjuangkan memperjuangkan dan menyuarakan konservasi tumbuhan pada level dunia,” Hal tersebut diungkapkan Kepala LIPI, Prof. Dr. Ir.Iskandar Zulkarnain dalam sambutan acara Southeast Asia Botanic Gardens Network Meeting ke-5 di Kebun Raya Eka Karya, Bedugul, Bali pada Senin (2/11).

“Mengingat kawasan Asia Tenggara pada khususnya memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan kawasan lain. Pada sisi lain, kawasan ini menghadapi ancaman kepunahan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dan menjadi hotspots dunia, serta kebebasan akses dari pihak luar tanpa melalui pembagian keuntungan secara adil,” lanjut Iskandar.

Indonesia sangat serius  menyikapi pendataan pengelolaan pemanfaatan Sumberdaya Hutan (SDH) dengan dibuatnya berbagai  kebijakan  nasional terkait  konservasi SDH dari level ekosistem hingga genetik. Kebijakan dan strategi terhadap, lanjutnya, telah dituangkan dalam Indonesian Biodiversity Strategy dan Action Plan (IBSAP)  termasuk pula berbagai  legislasi terkait keanekaragaman ekosistem hingga keanekaragaman genetik.

Sementara Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Prof. Dr. Enny Sudarmowati dalam sambutannya kepada 17 delegasi dari Asia Tenggra dan juga hadir dari Jepang, China, Taiwan, Australia, Amerika dan Seychelles, bahwa dengan banyaknya peserta yang hadir tidak hanya  perwakilan kepala – kepala kebun raya, tetapi juga berbagai  institusi penting konservasi seperti taman  nasional.  Serta kementerian lingkungan hidup, kementerian kehutanan, komunitas masyarakat serta universitas.

‘’Ini hal yang menggembirakan karena menggambarkan kekuatan jaringan kebun raya di Asia Tenggara  pada khususnya. Dan yang terpenting kebun raya Indonesia  masih menjadi destinasi  sekaligus referensi kebun raya – kebun raya di Asia Tenggara, khususnya dalam konservasi tumbuhan asli dan terancam punah, agar menjadi perhimpunan kebun raya yang lebih kuat, serta meningkatkan kapasitasnya dalam implementasi akses dan benefit sharing,’’ jelasnya.

Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali. Foto : balijayatrans.com
Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali. Foto : balijayatrans.com

‘’Salah satu program  lintas tema di bawah konservasi keanekaragaman hayati dan Protokol Nagoya, yang mengatur akses pada sumberdaya genetic dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatannya,’’ tambah Prof. Enny.

Salah satu kebijakan nasional dalam konservasi tumbuhan Indonesia adalah membangun kawasan konservasi  eks situ berbentuk kebun raya di seluruh ekoregion yang ada di Indonesia.

‘’Dari target 47 kebun raya yang mewakili 47 ekoregion di Indonesia, LIPI bekerja sama dengan Kementerian PU dan Pemerintah Daerah, hingga kini telah membantu pembangunan dan pengembangan  27 kebun raya di Indonesia. Semua sudah  ada dalam road map pembangunan kebun raya hingga tahun 2019,’’ katanya.

Indonesia menjadi negara ke-26 yang meratifikasi Protokol Nagoya, dengan disahkannya UU No.11/2013 dan telah resmi berlaku  mulai 14 Oktober 2014. ‘’Bagi Indonesia sendiri meratifikasi protokol ini memiliki peluang  meningkatkan kesempatan berbagi sumberdaya hayati secara  adil dan seimbang bagi masyarakat dan penduduk lokal, juga meningkatkan kerjasama multi sektoral yang melibatkan masyarakat lokal, swasta  dan lembaga Internasional dalam penelitian dan pemanfaatan SDH sehingga keuntungan dapat dibagi adil dan dinikmat bersama. Tantangannya adalah bagaimana membangun otoritas nasional yang bersifat multi sektoral sebagai lembaga pengelola sumberdaya genetik Indonesia,’’ tambahnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , ,