, ,

Wisata Bahari, Kian Disukai Tapi Ancam Kelestarian Ekosistem Laut

Tren pariwisata bahari saat ini tengah melanda seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia. Tren tersebut membawa pariwisata berkembang di kawasan pesisir hingga ke tengah lautan. Di Indonesia, pariwisata berkembang sangat pesat karena wilayah Nusantara terdiri dari kepulauan dan lautan yang luas.

Potensi besar yang dimiliki Indonesia di sektor pariwisata bahari memang luar biasa besar. WWF Indonesia melansir, saat ini potensi wisata bahari Indonesia mencakup wisata pantai yang mendominasi hingga 60 persen, wisata bentang laut seperti cruise, yacht yang mencapai 25 persen, dan wisata bawah laut seperti snorkeling dan menyelam (diving) yang mencapai 15 persen.

Karena potensi yang besar itu, Pemerintah Indonesia menargetkan pemasukan devisa dari wisata bahari sebesar USD4 miliar atau sekitar Rp54,548 triliun. Jumlah tersebut, dianggap WWF Indonesia sebagai nilai yang fantastis dan realisasinya bisa saja melebihi dari target tersebut.

Imam Musthofa, Sunda Banda Seascape (SBS) dan Fisheries Leader WWF Indonesia, di Jakarta, Kamis (05/11/2015) menjelaskan, potensi wisata bahari atau marine tourism bisa berkembang sangat pesat karena di Indonesia, wisatawan akan dimanjakan dengan berbagai panorama alam khas laut beserta biota laut yang ada di sekitarnya.

“Dalam aktivitasnya, wisatawan tentu kerap kali sangat senang mengamati dan berinteraksi dari jarak dekat dengan satwa laut seperti burung laut, penyu, dan lumba-lumba. Namun, pengamatan dan interaksi yang dilakukan tanpa memperhatikan sensitifitas mereka terhadap gangguan bisa menyebabkan perubahan perilaku, cedera bahkan kematian,” ungkap Imam Musthofa.

Menurut Imam, akibat masih rendahnya kesadaran wisatawan saat melakukan wisata bahari, tidak sedikit ditemui kasus satwa terluka atau mati karena terkena baling-baling kapal. Tidak hanya itu, pengamatan satwa yang berlebihan saat wisatawan ada di dalam air juga bisa mengakibatkan stres pada induk satwa.

“Dan itu berakibat terpisahnya induk dari anak-anaknya. Hal ini akan menurunkan daya tahan hidup anak-anaknya tersebut,” sebut dia.

Panduan Pariwisata Bahari

Agar pariwisata bahari dapat terus dinikmati dan memberikan manfaat sosial ekonomi yang baik bagi masyarakat dan bisnis, semua pihak yang terlibat di dalamnya harus bisa melaksanakan prinsip-prinsip keberlanjutan yang bertujuan untuk menjaga kelestarian ekosistem di laut dan pesisir.

Untuk memandu para wisatawan ataupun pelaku usaha di sektor pariwisata bahari, WWF Indonesia merilis panduan “Mengamati dan Berinteraksi dengan Satwa Laut.” Panduan tersebut diharapkan bisa menjadi penuntun arah saat melakukan wisata bahari.

Pemandu selam di obyek wisata Tulamben, Karangasem, Bali mengantarkan wisatawan menyelam ke tengah laut. Foto : Luh De Suriyani
Pemandu selam di obyek wisata Tulamben, Karangasem, Bali mengantarkan wisatawan menyelam ke tengah laut. Foto : Luh De Suriyani

Panduan Pariwisata Bahari yang Bertanggungjawab WWF tersebut disusun berdasarkan pembelajaran tim pariwisata bahari WWF Indonesia dengan akademisi dan praktisi di sejumlah wilayah kerja WWF Indonesia.

“Ekosistem laut merupakan objek vital dalam bisnis pariwisata bahari. Kita berharap nantinya wisatawan maupun operator wisata akan bisa mempraktikkan kegiatan pariwisata yang bertanggungjawab,” tandas Imam Musthofa.

Labuan Bajo

Salah satu lokasi favorit wisawatan lokal maupun mancanegara untuk melakukan wisata bahari, adalah di Taman Nasional Komodo (TNK) yang berlokasi di antara Pulau Sumba dan Pulau Flores di perbatasan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Namun, secara administrasi, TNK masuk dalam wilayah Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Menurut Koordinator Pariwisata Bahari WWF Indonesia Indarwati Aminuddin, TNK dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat jumlah kunjungan wisatawannya. Sebagian besar, wisatawan datang karena ingin menikmati wisata bahari yang ada di TNK.

“Jumlah kunjungan wisata tahun 2014 mencapai 80.626 yang mencakup wisatawan asing dan lokal. Jumlah ini naik dibanding tahun 2013 yang mencapai 63.801 orang. Mayoritas yang datang memang ingin menikmati keindahan bawah laut yang menyebar di 42 titik,” ungkap Indarwati.

Pelabuhan kapal laut di Labuan Bajo, Flores, NTT. Lalut yang kaya dan luas, kapal-kapal besar tak mencerminkan kondisi senada dengan pekerja sektor itu, terutama nelayan tangkap tradisional. Mereka mayoritas berada di garis kemiskinan. Foto: Tommy Apriando.
Pelabuhan kapal laut di Labuan Bajo, Flores, NTT. Lalut yang kaya dan luas, kapal-kapal besar tak mencerminkan kondisi senada dengan pekerja sektor itu, terutama nelayan tangkap tradisional. Mereka mayoritas berada di garis kemiskinan. Foto: Tommy Apriando.

Daya tarik yang ditawarkan TNK, kata dia, memang sangat beragam. Di antaranya, tempat perlindungan terhadap habitat penting (spawning ground, nursery ground dll) dari berbagai biota laut (seperti manta, hiu, dll) dan khususnya ikan yang akan memberikan pelimpahan (spill offer).

“Daya tarik tersebut bisa dinikmati melalui alam bawah laut yang dilakukan dengan diving atau snorkeling. Wisatawan lokal dan mancanegara sangat senang melakukannya,” cetus dia.

Kuota Wisatawan dan Sampah

Namun demikian, tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo dan sekitarnya, menurut Indarwati, kemudian membawa dampak negatif. Salah satunya, adalah sampah yang produksinya terus bertambah dari waktu ke waktu. Kata dia, sampah harus dibersihkan dari laut karena bisa membahayakan keberlangsungan satwa laut yang ada.

“Banyaknya wisatawan, juga membuat tempat-tempat menyelam menjadi penuh dan sesak. Itu membuat wisatawan tidak nyaman. Selain itu, sampah juga membuat kondisi perairan jadi kotor dan membayakan satwa laut yang ada,” papar Indarwati.

Untuk bisa memperbaiki kondisi sekarang, dia menyebut, WWF Indonesia melakukan inisiasi kepada masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. Inisiasi tersebut diantaranya tentang wacana pemberlakuan kuota untuk kunjungan wisatawan ke TNK.

Dengan adanya kuota, menurut Indarwati, nantinya wisatawan yang berkunjung akan diatur jadwalnya. Dia menyebut, jika wacana tersebut diterima, maka nanti bisa saja wisatawan akan masuk daftar waiting list jika ingin berkunjung ke Labuan Bajo.

“Dengan kuota, tidak perlu ada pengurangan atau pelarangan kunjungan wisatawan. Tapi justru, wisawatan akan diatur untuk kenyamanan mereka sendiri. Selain itu, bagus juga buat kelestarian ekosistem di TNK juga,” pungkas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,