,

Rumput Laut Semakin Dilirik Investor Asing. Ada Apa?

Sektor perikanan budidaya terus ditingkatkan produksinya untuk menghadapi persaingan global yang akan dimulai dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Upaya tersebut, dilakukan dengan meningkatkan investasi di sektor tersebut yang kini semakin diminati oleh pelaku usaha asing.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menjelaskan, minat investor asing saat ini sudah semakin tinggi karena potensi perikanan budidaya di Indonesia sangat tinggi. Hal itu, menyusul semakin tipisnya potensi sumber daya laut yang ada.

Di antara investor asing yang menyatakan ketertarikannya, menurut Slamet, adalah Norwegia dan Tiongkok. Kedua negara tersebut, menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi di sektor budidaya tambak terintegrasi, juga budidaya laut atau marikultur.

“Selain Norwegia dan Tiongkok, masih ada juga beberapa negara lain yang menyatakan minatnya untuk berinvestasi disini,” ucap dia, Sabtu (07/11/2015).

Slamet menggungkapkan, terus naiknya minat investor lokal dan asing untuk menanamkan modalnya, menjadi penanda bahwa potensi pengembangan perikanan budidaya hingga saat ini masih sangat luas. Hal itu juga yang mendorong Pemerintah semakin tertantang untuk mengembangkan dan meningkatkan produksi perikanan dari sektor tersebut.

Peningkatan produksi tersebut, kata dia, tetap berpijak pada norma-norma untuk menjaga kelestarian alam. Dengan demikian, tidak ada eksploitasi sumber daya alam baik di laut maupun di darat.

“Produksi perikanan budidaya, dari tahun ke tahun terus di genjot dan di tingkatkan. Dengan penerapan teknologi budidaya yang mengedepankan efisiensi dan ramah lingkungan, kita harapkan produksi perikanan Indonesia memiliki nilai tambah sehingga meningkatkan daya saing produk di pasar regional maupun global,” sebut Slamet.

Slamet menambahkan bahwa target produksi perikanan budidaya yang mencapai 17,9 juta ton pada tahun 2015, juga harus didukung dengan peningkatan investasi. Sampai dengan kuartal III tahun 2015, realisasi nilai investasi di sektor perikanan budidaya mencapai Rp19 triliun.

Lebih lanjut dia menjelaskan, produksi perikanan budidaya pada 2014 berhasil mencapai 14,52 juta ton, dan sebagian besar di dominasi oleh produksi rumput laut.

“Sebesar 70 % dari total produksi merupakan rumput laut, 22 % dari air tawar dan sisanya berasal dari udang dan ikan laut. Padahal potensi budidaya air payau kita cukup besar 2,9 juta ha dan baru dimanfaatkan 21,9 persen,” sebut dia.

Tantangan Pabrik Baru

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebelumnya meminta kepada para pengusaha dan pelaku usaha yang terlibat dalam pengembangan rumput laut untuk menggenjot produksinya secara masif. Cara tersebut, dimaksudkan supaya Indonesia bisa menjadi produsen rumput laut diperhitungkan di dunia.

Anak-anak di Kepulauan Wakatobi, sudah belajar dan membantu mengelola rumput laut. Foto: Indra Nugraha
Anak-anak di Kepulauan Wakatobi, sudah belajar dan membantu mengelola rumput laut. Foto: Indra Nugraha

“Kita mau rumput laut ini tidak diekspor dalam bentuk mentah lagi. Jadinya, pengusaha disini harus berpikir kreatif untuk mengolahnya. Kita harus jadi bangsa kreatif dan bukan hanya sekedar bangsa yang malas lagi,” tutur dia.

Untuk bisa menggenjot produksi rumput laut, Susi menantang para pengusaha dan investor untuk menanamkan modalnya melalui pendirian pabrik baru yang lokasinya bisa dipilih mendekati sentra-sentra rumput laut di Tanah Air. Cara tersebut, walau memerlukan modal tidak sedikit namun diyakini dia bisa berhasil untuk mengangkat produksi rumput laut nasional.

Akan tetapi, bagi Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (Astruli), tantangan yang diberikan oleh Susi Pudjiastuti tersebut masih harus dipertimbangkan. Pasalnya, untuk membangun sebuah pabrik itu tidak hanya memerlukan modal saja, namun juga sumber daya mausia (SDM) dan perencanaan yang matang.

“Kalau diminta untuk membangun pabrik per bulan, kita bisa saja kalau itu pertimbangannya modal. Namun, kan tidak semata berbicara modal. Kita juga harus mempertimbangkan pasar dan berbagai hal lain. Tetapi, tantangan tersebut akan kami pertimbangkan,” jelas Ketua Umum Astruli Soeryanto kepada Mongabay.

Selama proses penambahan pabrik tersebut berlangsung, Soeryanto mengaku tidak akan berdiam diri. Dia mengaku akan terus menggenjot produksi rumput laut di tingkat nasional melalui bekerja sama dengan petani rumput laut.

“Kita juga ingin produksi rumput laut ini untuk beragam produk. Termasuk untuk kosmetik juga. Apalagi, Pemerintah mengingingkan pada 2020 nanti tidak ada lagi ekspor mentah rumput laut. Itu akan kami manfaatkan juga,” pungkas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , ,