, ,

Nekat Beri Izin dan Buka Lahan Gambut Bakal Kena Sanksi

Pemerintah menghentikan pemberian izin di lahan gambut. Perintah langsung keluar dari Presiden Joko Widodo, setelah melihat kebakaran lahan gambut parah baru lalu. Bukan hanya izin baru, izin-izin yang sudah terlanjur diberikan tetapi belum dibuka juga tak boleh dikelola. Kala ada perusahaan atau pemerintah yang masih nekat membuka maupun memberikan izin, bakal kena sanksi. Instrumen kebijakan soal ini tengah disiapkan. Begitu diungkapkan Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Rabu (11/11/15).

Dia mengatakan, instrumen sanksi bagi pelanggar, yang nekat memberikan izin di lahan gambut tengah disiapkan. “Kalau nekat (beri izin) pasti ada instrumen kontrolnya. Sedang kita bangun,” katanya.

Saat ini, kata Siti, buka masa buat bermain-main dengan perizinan terutama di lahan gambut karena bisa mencelakakan rakyat. Gambut sudah rusak parah. Dalam situasi ini, katanya, sudah tidak ada pilihan lain kecuali memperbaiki kondisi gambut dan menyelamatkan rakyat.

Pada 5 November 2015, Menteri LHK sudah menerbitkan surat edaran kepada perusahaan-perusahaan pemegang izin HPH, HTI, restorasi eksosistem maupun perkebunan soal larangan pembukaan di lahan gambut.

Adapun poin-poin surat Siti Nurbaya yang ditembuskan ke berbagai kementerian dan pemerintah daerah ini antara lain, menegaskan tak ada lagi pembukaan lahan baru di gambut, pemerintah akan menetapkan zona lindung dan budidaya di lahan gambut. Lalu, di lahan gambut yang sudah penanaman, dikelola dengan teknologi ekohidro berbasis satuan hidrologis.

Terkait hal itu, Siti meminta perusahaan merevisi rencana kerja usaha, dan rencana kerja tahunan sesuai ketentuan. Pada areal kerja, kata surat itu, perusahaan juga harus meningkatkan pengamanan guna mengurangi potensi kebakaran lahan dan hutan serta mengambil langkah-langkah pencegahan maupun penanggulangan.

Siti mengatakan, lahan-lahan gambut yang sudah terlanjur berizin dan tak boleh dikelola untuk urusan konservasi, akan ada aturan lanjutan. “Pasti akan diatur. Apakah dengan peraturan pemerintah atau Kepres. Kita lihat. Ini yang sedang kita persiapkan.”

Begitu juga gambut zona lindung yang sudah terlanjur berizin akan diatur lebih lanjut. Berbagai referensi tata kelola sedang dicari, salah satu lewat diskusi para pakar gambut. “Zona lindung di gambut yang menyimpan air, namanya kubah. Itu sama sekali tak boleh diapa-apain. Kalau sudah ada izin, akan diatur teknisnya.”

Tak hanya itu. Gambut zona budidaya, yang berarti bisa bermanfaat ekonomi juga akan dibahas seperti apa tata kelolanya. “Nanti kita dengar referensi ilmu pengetahuannya. Jadi, kebijakan-kebijakan itu kita susun dengan pengetahuan yang pas. Kita punya kearifan lokal dan standar universal alam kelola ekosistem. Kita kombinasi.”

Menurut Siti, sebenarnya penghentian izin di lahan gambut, sudah dimulai lewat kebijakan setop sementara izin hutan dan lahan sejak 2011. Kebijakan itu diperpanjang setiap dua tahun. “Cuma itu kan bentuknya moratorium. Sekarang, Presiden bilang tak boleh lagi karena pengalaman sulit dengan kebakaran lalu.”

Kini, sudah memasuki musim hujan. Siti bilang, masa ini kesempatan untuk mengambil langkah cepat buat tata kelola gambut, mulai dari pencegahan.

“Langkah pencegahan itu, pasti mulai dengan regulasi, sistem, sosialisasi, penegakan hukum sampai rencana kontijensi. Jadi nanti kalau ada yang coba-coba (langgar) ya liat aja dokumennya.”

Konsesi PT BMH di Sumsel, yang terbakar lagi pada kebakaran baru-baru ini. Foto: Lovina S

Setelah penyiapan regulasi, sampai sosialisasi, diikuti pemulihan. Pemulihan ini, katanya, diawali dengan inventori data lapangan seperti apa. “Di lapangan harus tahu persis kondisi seperti apa. Pemda harus melihat. Kita kerjakan bersama-sama.” Setelah itu, rehabilitasi. “Apakah rehabilitasi dilakukan negara atau partner, apakah dunia usaha. Bagaimana caranya, itu harus diatur,” ucap Siti.

Kemudian, restorasi gambut. Untuk restorasi ini, katanya, paling tidak akan melihat dalam tiga tahun. “Ini akan dipertajam lagi dari diskusi-diskusi. Kira-kira (dalam tiga tahun) dua jutalah yang harus direstorasi.”

Pertemuan ahli gambut dunia

Pada 13-14 November 2015, Kementerian Lingkungan Hidup bersama UNDP dan Pemerintah Norwegia, akan mengadakan diskusi ahli soal tata kelola gambut buat mengindetifikasi pola solusi jangka panjang. Pertemuan ini, kata Siti, sehubungan dengan krisis kebakaran sangat serius di lahan gambut.

Dalam diskusi internasional yang akan dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla ini akan mendengarkan paparan ahli dari berbagai negara. “Bagaimana perspektif mereka tentang gambut dan gambut Indonesia. Dan rekomendasi teknis apa yang akan diberikan. Termasuk perspektif ekonomi dan hubungan internasional seperti apa yang dapat dimanfaatkan,” ucap Siti.

Para ahli tak hanya diskusi. Mereka juga akan ke lapangan, melihat langsung kerusakan gambut dan yang baru terbakar. “Rencana Sumatera Selatan. Akan fly over.” Setelah ke lapangan, diskusi dilanjutkan lagi untuk mendapatkan rekomendasi dari para ahli.

Diskusi, katanya, dibagi dalam lima sesi dengan 24 pembicara, 11 dari ahli-ahli asing dan yang lain dari Indonesia. Antara lain, dari UNDP, Cifor, Wetland International, Hokaido University, Malaysia, German, Deltares. Dari pergurunan tinggi dalam negeri, antara lain Universitas Gadjah Mada, Universitas Riau, Universitas Pangkaraya, Universitas Indonesia, IPB dan lain-lain. Organisasi masyarakat sipil seperti Walhi dan asosiasi juga akan berbicara. “Berharap, ada masukan teknis dari sini, baik sisi lansekap, land use management, sistem tata air. Sampai perspektif ekonomi, bagaimana yang sudah diusahakan. Sampai mana bisa diusahakan, dan kepentingan-kepentingan lingkungan.”

UNDP Resident Coordinator, Douglas Broderick mengatakan, PBB perlu memberikan bantuan dan dukungan teknis pada pemerintah Indonesia, dalam mengatasi masalah asap dan perubahan iklim. Untuk itulah, katanya, para ahli akan berkumpul dan berdiskusi dari berbagai negara, membahas tata kelola gambut.

“Agar bisa membantu sistem teknisnya, tata kelola gambut, dan contoh-contoh terbaik dari negara lain serta pengalaman-pengalaman global.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,