,

AP2HI Serukan Pengelolaan Tuna Lebih Berkelanjutan

Komisi Perikanan Pasifik Barat dan Tengah (Western and Central Pacific Fisheries Commission/WCPFC), akan mengadakan pertemuan ke-12 di Bali, 3-8 Desember 2015. Untuk itu, Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) mendesak negara-negara penangkap ikan meningkatkan praktik perikanan tuna lebih berkelanjutan.

“Ini terkait erat dengan kesejahteraan nelayan dan masyarakat Indonesia. Ini masa depan kita. Kita tidak boleh mengambil risiko, “kata Agus Budhiman dari AP2HI dalam rilis kepada media, Kamis (26/11/15).

Dia berharap, pemerintah dari berbagai negara, di Bali, bersama-sama menyepakati perbaikan pengelolaan perikanan. Indonesia, katanya, salah satu pemasok ikan tuna terbesar di dunia. Industri pole and line dan handline di Indonesia, mendukung banyak kelompok masyarakat dan mata pencaharian di daerah pesisir.

Untuk itu, AP2HI menginginkan, sejumlah isu penting seperti penangkapan ikan berlebih (overfishing) dan kelebihan kapasitas, yang bernilai lebih dari US$7 miliar per tahun, dibahas dalam konvensi ini.

AP2HI berdiri 2012, sebagai respon perlunya wadah menyuarakan industri pole and line dan handline di Indonesia. Ke-18 anggota organisasi ini terdiri dari industri penangkap ikan, pemasok, dan pengusaha pengalengan, yang mewakili seluruh rantai pasokan di Indonesia. Selain mempromosikan penangkapan ikan satu-per-satu, AP2HI aktif dalam inovasi industri meningkatkan efisiensi dan menyelaraskan dengan kebutuhan pasar internasional.

AP2HI, anggota International Pole & Line Foundation (IPNLF), – sebuah organisasi yang mempromosikan perikanan tuna dengan dampak lingkungan minimal dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir yang bergantung pada perikanan.

Keanggotaannya terdiri dari berbagai organisasi dan bisnis yang terlibat dalam rantai pasokan di seluruh dunia. AP2HI ini kolaborasi aktif dan fokus memastikan stok tuna dan ekosistem laut di seluruh Indonesia mendapat perlindungan dan dukungan lebih besar.

“AP2HI pioner dalam pengembangan perikanan tuna Indonesia yang berkelanjutan dan bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan,” kata Andrew Harvey, Direktur IPNLF Indonesia.

Dia berharap, kepemimpinan AP2HI akan menghasilkan perbaikan manajemen nyata pada pertemuan WCPFC tahun ini. Kerangka pengelolaan berkelanjutan, kata Harvey, sangat bermanfaat bagi tiap negara yang terlibat dalam perikanan skala sangat besar ini. Tak hanya itu. Hal ini, katanya, bisa menghasilkan keuntungan jangka panjang bagi masyarakat nelayan dan meminimalkan risiko industri perikanan gagal di masa depan.

WCPFC merupakan organisasi internasional yang bertujuan melestarikan dan mengelola stok ikan di Samudra Pasifik dengan keanggotaan 26 negara yang memiliki kepentingan penangkapan ikan. Indonesia menjadi anggota penuh pada Desember 2014.

Konvensi WCPFC adalah perjanjian perikanan internasional untuk mengatasi masalah pengelolaan perikanan di laut lepas dari penangkapan ikan tidak diatur, kapasitas armada berlebihan, dan pembendaraan ulang menghindari kontrol. Juga, hasil tangkapan sampingan (by-catch), data tangkapan tak dapat diandalkan maupun kerjasama multilateral kurang terkait konservasi dan pengelolaan ikan tuna.

Dalam pertemuan tahun ini, Cooperating Non-Members and Participating Territories (CCMS) akan menghadiri sidang reguler ke-12 dari Komisi untuk konservasi dan pengelolaan stok ikan dengan tingkat migrasi tinggi di WCPFC. Selama WCPFC12, CMMS akan meninjau dan memberikan suara yang mempengaruhi kegiatan penangkapan ikan oleh anggota-anggotanya di Samudra Pasifik.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , ,