, ,

Selamatkan Laut Kita dari Serbuan Sampah. Ada Apa?

Eksploitasi laut dalam wisata bahari yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Indonesia dan swasta dalam beberapa tahun ini masih menyisakan masalah yang belum terpecahkan hingga sekarang. Masalah tersebut, tidak lain adalah sampah yang produksinya terus bertambah di berbagai perairan yang ada di seluruh Nusantara.

Persoalan sampah tersebut, menurut Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert Blake, menjadi persoalan bersama yang harus ditangani. Tidak hanya oleh Indonesia, tapi juga semua negara yang memiliki kaitan erat dengan sumber daya kelautan.

“Masalah-masalah yang ada di laut akan berdampak pada kita di kemudian hari. Ini perlu pendekatan global secara bersama. Karena, memang laut ini adalah terkoneksi antara satu negara dengan negara lain,” tutur Blake di Jakarta, Rabu (2/12/2015).

Sementara itu menurut Dariadi, staf pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Indonesia menyadari bahwa persoalan sampah sudah menjadi persoalan besar yang harus ditangani lebih baik lagi. Terutama, sampah yang ada di laut dan hingga kini belum teratasi.

“Oleh karena itu, kita membangun IPAL (instalasi pengolahan air limbah) yang berfungsi untuk mengolah sampah yang ada di sekitar kampung nelayan. Saat ini, sudah ada 50 unit IPAL yang kita tempatkan di beberapa kampung nelayan,”jelas dia.

Sampah Mikroplastik

Di laut Indonesia, saat ini persoalan sampah masih belum terpecahkan. Menurut staf pengajar Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Nasirin, sampah yang mendominasi di lautan biasanya dalam bentuk sampah mikroplastik. Karena bentuknya yang kecil, sampah tersebut sangat berbahaya karena bisa menyerupai fitoplankton dan menjadi makanan ikan kecil.

“Kalau dimakan oleh ikan kecil, maka itu akan menjadi rantai makanan. Karena ikan kecil akan dimakan oleh ikan lebih besar, dan pada akhirnya akan dimakan oleh manusia. Mikroplastik ini sangat berbahaya untuk kesehatan,” cetus dia.

Menurut Nasirin, apapun jenis sampah yang ada di lautan, itu akan sangat mengganggu untuk kehidupan manusia, termasuk untuk wisata bahari yang sedang berkembang pesat saat ini. Jika ada sampah, wisatawan yang sedang menyelam atau snorkeling akan sangat terganggu.

“Tidak hanya itu, sampah plastik ini membahayakan keberlangsungan hidup biota laut yang saat ini. Termasuk, biota laut yang berstatus langka seperti penyu. Bukan rahasia lagi, jika penyu sering memakan plastik yang wujudnya mirip ubur-ubur saat mengambang di permukaan laut,” jelas dia.

Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch
Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch

Untuk itu, Nasirin menghimbau kepada siapapun yang ada di lautan ataupun di daratan, untuk sama-sama tidak membuang sampah sembarangan. Karena, walau ada di daratan, sampah bisa saja masuk ke lautan karena memang terbawa arus sungai.

Bank Sampah

Persoalan sampah, ternyata juga melanda pulau termasyhur dari Indonesia sejak dulu, Bali. Di sana, sampah selalu menjadi persoalan yang tak bisa dipecahkan, baik itu oleh swasta yang mengelola wisata atau pun oleh Pemerintah Daerah setempat.

“Sampah ini bisa dilihat menggunung di pantai-pantai di Bali, khususnya di Kuta, yang menjadi pantai paling dikenal oleh wisatawan. Begitu juga di pantai-pantai yang lain. Dari hari ke hari semakin bermasalah,” ungkap Ni Wayan Ria Lestari dari Bali Wastu Lestari, lembaga yang mengedukasi dan mengelola sampah di Bali.

Menurut dia, persoalan sampah ini tidak cukup hanya dengan diatasi melalui penyediaan tempat sampah atau kendaraan pengangkut sampah yang banyak. Tetapi, harus ada edukasi kepada masyarakat untuk mengubah paradigma tentang mengelola sampah.

“Harus ada perubahan perilaku dari masyarakat lokal maupun pendatang yang berstatus sebagai wisatawan. Salah satunya, dengan mengelola sampah melalui bank sampah,” tutur dia.

Yang dimaksud dengan bank sampah, kata Ria, adalah mengelola sampah dan memilahnya sesuai jenis sampah untuk kemudian dikumpulkan di tempat tertentu yang menjadi bank sampah. Setelah itu, warga yang menyetorkan sampah akan mendapatkan saldo yang bisa diambil setiap enam bulan sekali.

“Itu insentif sebagai bentuk apresiasi saja kepada warga yang sudah mengelola sampah. Karena, nominalnya tidak terlalu besar. Tapi, sampah ini kan tidak bernilai. Jadi, dengan dikelola, walau nilainya kecil, menjadi bernilai,” ungkap dia.

Dengan dikelola melalui bank sampah, masyarakat sudah ikut menyumbangkan dedikasinya untuk mengurangi persoalan sampah. Kata Ria, itu yang harus diedukasi kepada seluruh masyarakat Indonesia, baik yang tinggai di pesisir pantai ataupun tidak.

Lain di Bali lain pula di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat. Walau sampah masih menjadi masalah besar di Gili Trawangan, namun pengelolaan di pulau kecil seluas 8 km persegi itu tidak dilakukan dengan bank sampah.

“Kita melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar untuk mengelola sampah dengan baik. Minimal, tidak membuang sampah sembarangan lagi. Karena, di Gili Trawangan dan mungkin juga tempat lain di Indonesia, sampah itu bersih di depan (rumah). Tapi, di belakang (rumah) itu sebaliknya,” ujar Koordinator Gili Eco Trust Delphine Robbe.

Aktivitas Ilegal

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa perilaku membuang sampah di laut akan dinyatakan sebagai tindakan aktivitas ilegal (illegal activity) di laut.

“Buang sampah ke laut, termasuk illegal activity. Termasuk sampah plastik”, ujar Susi dalam rapat koordinasi bersama para perusahaan BUMN sektor kelautan dan perikanan, di Kantor KKP, Jakarta, Jumat (27/11) seperti dikutip dari kkpnews.

Hal tersebut terkait dengan rencana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bakal meluncurkan program Blue and Healthy Ocean untuk mewujudkan ekosistem laut yang sehat. Masalah sampah menjadi salah satu hal yang ditangani dalam program tersebut.

Untuk itu Susi bakal meminta data kepada beberapa negara terkait titik perairan Indonesia yang banyak mengandung material sampah, meski tidak ada dalam data satelit. Dia juga akan memberdayakan Satgas Illegal Fishing untuk menelusuri perairannya.

Dalam program tersebut, KKP bakal mengkategorikan jenis sampah yang merusak ekosistem dan biota laut, termasuk populasi ikan di laut.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,