, ,

Aliansi Desak Komitmen Serius Penyelamatan Bumi di COP 21

Ratusan massa Aliansi Bumi Rumah Kita, berisi organisasi masyarakat sipil, Sabtu (5/12/15) berunjukrasa di Medan, Sumatera Utara. Mereka menyerukan para pemimpin dunia di Conference of Parties (COP) 21, Paris, serius berkomitmen demi penyelamatan bumi dari perubahan iklim.

Ada Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Walhi, Hutan Rakyat Institut (HaRI), Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu). Lalu, LBH Medan, Jendela Toba, Pusaka Indonesia, Bitra Indonesia, Elsaka, Fitra Sumut, PMKRI Medan, dan belasan kelompok pecinta lingkungan.

Saurlin P Siagian, Climate Justice Consultan of United Evangelical Mission (Asia), mengatakan, pertemuan pemimpin dunia, strategis bagi masa depan iklim bumi. Negara pihak akan menyusun kesepakatan baru, untuk menekan laju pemanasan global hingga dua derajat melalui pembuatan kesepakatan mengikat secara hukum (legally binding agreement). Berbagai negara, termasuk Indonesia, akan berkomitmen seberapa besar kontribusi mereka dalam menangani perubahan iklim.

COP 21, katanya, sangat relevan di tengah laju krisis bumi saat ini. Beberapa krisis lingkungan aktual langsung berkontribusi terhadap krisis bumi, antara lain, pembakaran hutan (lahan) besar-besaran, banjir di kota-kota besar. Pemanasan global menciptakan kekeringan dan krisis pertanian.

“Terjadi kenaikan permukaan air laut dan badai di belahan bumi. Ini mengerikan. Kami mendesak COP membuat keputusan tegas demi menyelamatkan bumi,” kata Saurlin.

Sumut, katanya, juga mengalami berbagai krisis lingkungan, seperti banjir besar di berbagai kota/kabupaten, seperti Medan, Labuhan Batu, Pematang Siantar dan Asahan. Juga bencana asap kebakaran hutan, tata kelola sampah buruk, sampai ketergantungan petani pada pemakaian obat-obatan pertanian.

Krisis lingkungan ini, katanya, tak lepas dari kehadiran perusahaan-perusahaan besar, yang terus mengeksploitasi bumi. “Tak ada kata lain, harus ada tindakan tegas bagi perusahaan-perusahaan ini agar bencana alam dan perubahan iklim ditekan. Pemerintah Indonesia sudah waktunya berani menutup perusahaan perusak, termasuk di Sumut.”

Aksi bersama organisasi masyarakat sipil di Sumut. Foto: Ayat S Karokaro
Aksi bersama organisasi masyarakat sipil di Sumut. Foto: Ayat S Karokaro

Doni Latuparisa, dari Walhi Sumut mengatakan, bicara soal perusakan bumi, salah satu perhatian mereka PT Toba Pulp Lestari (TPL). Perusahaan ini, cukup besar merusak kawasan hutan, bukan saja konsesi, bahkan masuk hutan register. “Kami menuntut TPL ditutup permanen.”

Sedang Harun Nuh, Ketua AMAN Sumut, mengatakan, perusahaan perusak lingkungan harus dilawan. Dia heran, banyak perusahaan merusak kawasan hutan tetapi dibiarkan.

Lebih menyedihkan lagi, perusak lingkungan bebas berkeliaran, tetapi pejuang lingkungan dikebiri dan dikriminalisasi dengan membungkam mereka di balik jeruji.

“Tak sedikit pejuang lingkungan adalah masyarakat adat. Saat melawan, kena penjara.” Salah contoh, katanya, masyarakat adat Pandumaan-Sipituhuta, menolak hutan adat dirusak TPL, malah kena jerat hukum.

Presiden Joko Widodo, katanya, dalam pidato di COP menyatakan akan melibatkan masyarakat adat. Dia menanti aksi nyata. “Pemerintah jangan hanya mengumbar janji tanpa bukti nyata.”

Aliansi ini mendesak, COP 21 bisa memastikan kesepakatan tentang perubahan iklim mengikat negara-negara pihak secara hukum. Juga menuntut, negara pihak mengurangi emisi karbon dan memastikan komitmen dukungan negara pengemisi karbon untuk mitigasi dan adaptasi iklim.

Mereka juga mendesak, pemerintah Indonesia, menjalankan ucapan Jokowi di COP, seperti perbaikan tata kelola hutan dan lahan, lewat review perizinan sampai setop izin di lahan gambut.

Pemerintah Indonesia diminta berani mengusut perusak Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro
Pemerintah Indonesia diminta berani mengusut perusak Danau Toba. Foto: Ayat S Karokaro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,