, , ,

Para Petani Ini Berkebun Sawit dengan Memerhatikan Lingkungan, Seperti Apa?

Perkebunan sawit kerap indentik dengan usaha tak ramah lingkungan. Karena begitu banyak masalah lingkungan dan sosial muncul dari bisnis ini. Namun, petani-petani yang tergabung dalam koperasi ini punya cerita berbeda. Mereka berupaya berkebun sawit dengan peduli lingkungan.

Mujiono, petani sawit KUD Bersama Makmur berbagi cerita. Bersama warga lain, dia mendirikan koperasi pada April 2000, baru berbadan hukum 2012. Koperasi ini kumpulan petani plasma PT Hindoli Cargill seluas 367 kavling atau 734 hektar.

Awalnya, dia bersama rekan-rekan bertransmigrasi ke Sumsel 1982. Saat memulai pembukaan lahan, mereka menanam tumbuhan pangan tetapi tak berhasil. Pemerintah membuat program perkebunan sawit bagi warga transmigrasi pada 1990.

Koperasi itu bisa terbilang aktif. Ada usaha simpan pinjam, aset lebih Rp17 miliar. Perusahaan memberikan bantuan teknis cara mendapatkan pinjaman perbankan, permerintah dan lain-lain.

“Perusaahaan memfasilitasi dan meminjamkan alat berat. Membantu petani kompetitif hingga koperasi sama dengan perusahaan. Tanggungjawab lingkungan sekitar kami lakukan. Kami tak merusak ekosistem. Semua diatur.”

Rata-rata pendapatan petani yang tergabung Rp66 juta per tahun, lebih tinggi dengan rata-rata pendapatan per kapita Indonesia Rp41,800 juta.

Dari 2003-2015, hampir setiap tahun mendapatkan penghargaan sebagai koperasi berprestasi. Meski dia bilang, bukan itu tujuannya. “Hanya motivasi.”

Dia mengatakan, petani plasma binaan Hindoli ada 8.600 atau 17.000 hektar lebih, tak ada di lahan gambut. Dalam mengantisipasi kebakaran, katanya, lingkungan perkebunan dijaga sedemikian rupa supaya tak terjadi kebakaran. Pada lahan mati, kata, gulma dipelihara sebagai penutup tanah supaya kala kemarau tak terjadi kebakaran.

Sistem pelepah, katanya, disusun tumpuk mengantisipasi andai api masuk cepat dipadamkan. Seandainya, api masuk kebun dalam radius sekian hektar, ada titik evakuasi. “Ada siapa bertanggungjawab dan bagaimana mengantisipasi. Kantor kami punya kontak pihak-pihak terkait, baik pemadam kebakaran, kepolisian, camat dan lain-lain.”

Subur dari KUD Sumber Barokah mengatakan, kebun plasma di wilayahnya tidak pernah kebakaran. “Gulma tidak kita semprot total. Ada ketentuan-ketentuan khusus. Kami juga gunakan pembunuh hama alami.”

Bardiman dari Koperasi Tani Maju Sumsel, juga binaan Hindoli tahun lalu mendapatkan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Setelah jadi anggota RSPO, mereka lebih mengerti cara perawatan kebun dengan baik dan harga bagus. “Dulu murah. Dijual ke tengkulak. Petani dimainkan tengkulak,” katanya.

Dia meminta, pemerintah lebih serius memperhatikan dan membina petani-petani sawit yang belum berkelompok. “Karena kami swadaya jelas membutuhkan modal membuka kebun. Petani swadaya mengadakan pertemuan dan iuran tiap bulan untuk membangun kebun.”

Nikmat Fajar Shodik dari Koperasi Tani Maju menambahkan, perjuangan mendapatkan sertifikasi RSPO lumayan berat. Sebab, dulu petani kurang memperhatikan aspek keberlanjutan bahkan perawatan kebun, sampai administrasi amburadul tak karuan.

Kini, mereka tak menggunakan herbisida berlebihan. Dulu, mereka asal-asalan. Asal lahan bersih. Sebenarnya, praktik yang baik harus memperhatikan kesuburan tanah. Anggota koperasi ini 90 orang.

Narno dari Asosiasi Petani Sawit Swadaya Amanah di Pelalawan Riau juga bercerita. Petani swadaya binaan Asian Agri itu, pertama di Indonesia menerima sertifikat RSPO pada 2013.

Tantangan terbesar memperbaiki kelola kebun sawit, katanya, antarpetani sendiri. Mereka berusaha menyatukan visi misi. Sebelumnya, petani ingin panen instan. “Sistem pencatatan keuangan tak baik. Menjual tandan sawit kepada tengkulak. Pengelolaan kebun juga asal-asalan.”

Mengubah kebiasaan bukan soal mudah. Dari diskusi ke rumah-rumah, hingga obrolan ringan warung kopi, mereka mengajak petani menerapkan keberlanjutan. Kini, anggota asosiasi petani sawit ini 501 orang lahan 1.048 hektar dengan perkiraan aset Rp2 miliar.

Mereka merawat kebun dengan baik. Kala kebakakaran lalu, kebun-kebun anggota asosiasi aman. Dia menceritakan teknis perawatan kebun, seperti untuk menahan erosi, pelepah sawit dibuat bentuk U. Lalu, kawasan berkonservasi tinggi, dijaga. Mereka membuat water gate dan cek DAM untuk menjaga ketinggian air.

Joko Arif, peneliti Associate at Earth Innovative Institute mengatakan, isu-isu keberlanjutan justru membantu kesejahteraan petani.

“Kebersamaan petani dalam menerapkan keberlanjutan menjadi penting. Kalau mereka mengajukan sertifikasi seperti RSPO, yang dinilai indukna, yaitu koperasi mereka. Jika salah satu anggota tidak menerapkan aspek keberlanjutan atau tak sesuai, sertifikasi gagal,” katanya.

Nurdiana Darus, Direktur Eksekutif Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) mengatakan, praktik para petani itu menunjukkan bahwa aspek keberlanjutan mempunyai dampak positif sangat besar sekaligus membuktikan bisa diterapkan petani sawit.

“Perusahaan-perusahaan dalam IPOP berkomitmen praktik berkelanjutan untuk mereka sendiri, maupun petani plasma juga swadaya. Keberlanjutan itu mengacu pada ISPO maupun RSPO.”

Sunarno, perwakilan dari Asosiasi Petani Sawit Amanah, menerima sertifikat RSPO dari Desi Kusumadewi, Direktur RSPO Indonesia, pada 2013. Foto: Sapariah Saturi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,