, ,

Wilayah Moratorium Izin Hutan dan Lahan Naik Tipis

Revisi peta indikatif penundaan pemberian izin baru (PIPPIB) IX memperlihatkan wilayah cakupan moratorium izin hutan primer dan lahan gambut naik tipis, sebesar 71.099 hektar, menjadi 65.086.113 hektar. Pada revisi VIII, luas wilayah 65.015.014 hektar.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, perubahan ini karena ada beberapa penambahan dan pengurangan kawasan. Dia menyebutkan, dalam beberapa bulan terakhir,ada izin-izin dikembalikan atau ditarik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Ada karena harga batubara rendah, investor mengembalikan izin. Perizinan di Meranti juga ambil kembali KLHK sekitar 10.000 hektar,” katanya di Jakarta, Kamis (17/12/15).

Siti memperkirakan, penambahan kawasan moratorium akan lebih signifikan dalam revisi X karena ada kebijakan-kebijakan baru. “Muatan kebijakan areal terbakar diambil, tak boleh ada izin baru, yang sudah ada izin gak boleh land clearing. Peraturan sedang disiapkan. Sudah hampir selesai.”

PIPIB, katanya, akan terus diperkuat terlebih setelah kebakaran lahan dan hutan beberapa waktu lalu. KLHK, akan mengevaluasi keseluruhan perizinan.

Siti mengatakan, dari kebakaran hutan dan lahan lalu, KLHK sedang mempelajari bentuk moratorium ke depan. Dia setuju penguatan moratorium suatu keniscayaan.“Perkiraan saya sih, kalau misal enam bulan lagi pasti berubah banyak, mungkin bukan diperpanjang lagi namanya, tetapi mendekati suatu format. Kita juga dituntut banyak saat COP 21 di Paris. Juga diberi guidance oleh internasional kalau Indonesia mau baik, harus ada perubahan dahsyat,” katanya.
Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan San Afri Awang mengatakan, revisi PIPIB bukan hanya ditentukan KLHK. Ada melibatkan Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

“Kita selalu check and balance bersama-sama dan melihat perubahan dimana. Kita juga memperhatikan hasil survei dari kondisi fisik lapangan. Biasa kalau lahan gambut kita menerima masukan Balai Besar Sumber Daya Lahan Kementan, KLHK juga dari perguruan tinggi terutama ahli gambut,” katanya. Untuk hutan primer mendapatkan masukan dari Dinas Kehutanan dan perguruan tinggi.

Adapun perubahan-perubahan dalan PIPIB IX dari enam komponen. Pertama, perkembangan tata ruang 25.175 hektar. Kedua, pembaharuan data perizinan 191.047 hektar yang berkaitan pencabutan izin, misal PT Hutani Sola di Riau, PT Citra Lembah Kencana di Papua, PT Dyeara Hutani Lestari di Jambi. Juga pembaharuan izin pemanfaatan dan izin pelepasan kawasan untuk perkebunan dan data transmigrasi baru terinventarisir.

Ketiga, pembaharuan data bidang tanah berupa pengurangan kawasan hutan seluas 71.849 hektar terkait data HGU kadastral BPN. Awang mengatakan, cukup banyak data masih proses di Kementerian ATR/BPN.

Keempat, konfirmasi perizinan sebelum Inpres dan tindak lanjut terjadi pengurangan kawasan hutan 12.658 hektar dari masukan masyarakat tentang izin dan pengusahaan lahan.

Kelima, laporan survei hutan alam primer berupa pengurangan kawasan 44.259 hektar. Survei oleh Dishut provinsi, kabupaten dan perguruan tinggi terhadap 12 perusahaan. Keenam, laporan survei lahan gambut terhadap 36 perusahaan oleh BBSDLP, terjadi pengurangan 16.357 hektar.

“Kalau kita lihat penambahan dan pengurangan luas moratorium dari PIPIB pertama sampai IX ini, angka mulai relatif stabil,” katanya. Soal peta perizinan ini, katanya, akan lebih baik jika one map policy diterapkan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,