Saat Nelayan Sendang Biru Berharap pada Perbaikan dan Pengembangan Infrastruktur

Bulan Desember ini tampaknya bukan bulan tepat untuk memperoleh ikan tuna. Pagi itu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pondok Dadap-Sendang Biru tidak terlalu banyak ikan yang ditangkap dari hasil melaut nelayan, meski lokasi Sendang Biru tersohor sebagai salah satu penghasil ikan tuna terbesar di Jawa Timur.

“Tuna saat ini gak ada, sudah habis semua. Kalau musim panen tempat ini tidak akan cukup menampung,” seru Cahyoni sembari menunjuk ke arah gedung TPI. Menurutnya, ikan tuna paling banyak ditemui sekitar bulan Juli hingga September. Jika tidak musim tuna, TPI biasanya hanya ramai pada saat tengah malam atau subuh dini hari.

Beberapa keranjang ukuran 60 x 40 cm yang mengantri untuk ditimbang ternyata berisi ikan tuna kecil, nelayan Sendang Biru biasa menyebutknya baby tuna. Selain itu, ada beberapa jenis ikan yang tampak menunggu ditimbang sebelum dinaikkan ke mobil pick-up maupun motor gerobak roda 3.

Di tepi dermaga terlihat beberapa kapal jenis slerek merapat dan awak kapalnya sedang menurunkan muatan. Tampak sisa-sisa ikan yang teronggok di atas aspal pinggir dermaga. Beberapa orang terlihat sedang menawar satu ikat isi 6 ekor ikan ukuran kecil kepada seorang perempuan, sepertinya istri dari nelayan yang baru turun dari kapal. Selembar uang pecahan Rp. 100 ribu rupiah akhirnya bertukar dengan satu ikat ikan baby tuna.

Cahyoni, salah seorang nelayan kapal Inka Mima menjelaskan perjalanan melautnya selama 2 malam di laut selatan Jawa yang membawa pulang ikan sekitar 3 ton. Langsung pulang dari laut, mereka merapat di Sendang Biru. Kali ini tidak ada tuna yang ditangkapnya, hanya beberapa ikan jenis layang, belereng, tompek dan tongkol.

“Kalau sekarang lagi sepi, jadi pendapatan ya tergantung musim ikan,” ujar Cahyoni.

***

Bagi nelayan lain, Heri, harga ikan di TPI Pondok Dadap-Sendang Biru masih cukup bagus untuk ukuran nelayan, yang artinya nelayan masih dapat menikmati margin harga dari penjualan ikan hasil tangkapannya, setelah dikurangi biaya operasionalnya. Namun Heri mengatakan sistem lelang ikan di Sendang Biru bukan lelang bebas, artinya tidak ada patokan harga standard. Harga ditentukan sendiri oleh penjual ikan.

“Sebenarnya cukup bagus harganya, tapi ongkos kirim jadi persoalan tersendiri. Kalau musim gini cuma nangkap ikan kecil biasanya pendapatan nelayan turun drastis,” ucapnya.

Dicontohkannya, untuk jenis tongkol dipatok harga Rp. 15.000/kg, tuna kecil Rp. 17.000/kg, tuna sedang Rp.35-45 ribu/kg, dan tuna besar bisa mencapai Rp. 50-53 ribu/kg. Baby tuna dijual Rp 5-6 ribu/kg atau Rp 15-18 ribu/kg saat tidak musim seperti bulan ini. Selain itu masih ada jenis ikan ikutan seperti tompek, salem, lemuru, benggol hingga pogot.

Pendapatan terbesar nelayan Sendang Biru memang banyak diperoleh dari tuna, karena harga jualnya yang mahal dan banyak dicari. Sedang, ikan lain banyak dicari diluar musim tangkap tuna.

Pada musim tangkap tuna, diperkirakan sekitar 100 ton per hari tuna yang berhasil diperoleh nelayan, namun bila hari biasa seperti bulan Desember ini maksimal hanya sekitar 10 ton ikan per hari yang dapat dibawa pulang. Tuna yang ditangkap di Sendang Biru, termasuk yang terbaik. Sehingga tidak aneh jika tuna Sendang Biru pun masuk kualitas ekspor.

Selain hasil tangkapan, bagi nelayan keberadaan TPI menjadi penting bagi aktivitas jual beli ikannya. Para nelayan tradisional ini mengeluhkan desain bangunan TPI yang saat ini direnovasi. Bagi mereka, bangunan TPI dirasa kurang nyaman karena pada bagian dalam gedung dibangun sekat-sekat berupa meja cor mirip di pasar.

“Bangunan TPI aneh, tempat lelang ikannya nanti dimana? Sebelumnya sudah bagus kok diganti seperti itu. Harusnya los gitu saja gak perlu sekat, nanti malah buat susah,” ungkap Husen salah satu nelayan yang ditemui Mongabay-Indonesia.

Tidak hanya nelayan, para pedagang serta pengepul ikan pun turut mempertanyakan desain TPI. Bila sekitar 1.000 nelayan membawa ikan hasil tangkapannya, dipastikan gedung tempat pelangan ikan itu tidak akan mampu menampung ikan hasil tangkapan nelayan Sendang Biru.

Saat dijumpai Mongabay-Indonesia, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahjono, tidak mengelak jika pihaknya sedang melakukan renovasi di TPI Pondok Dadap-Sindang Biru. Target pemerintah Sendang Biru menjadi pelabuhan tuna yang higienis dan terbesar di Jawa Timur selatan, selain Muncang di Banyuwangi.

Menurut Heru, pembuatan meja cor memang disengaja untuk menaruh ikan tuna. Selain itu akan disiapkan peralatan untuk menempatkan hasil tangkapan berupa keranjang, serta palet-palet.

“Biar tuna berkualitas eksport, pelabuhannya kita bangun jadi higienis,” jelas Heru. “Kalau sekarang masih dibawah semua ikannya tercampur macam-macam.”

Meja cor di TPI yang sedang direnovasi. Foto: Petrus Riski
Meja cor di TPI yang sedang direnovasi. Foto: Petrus Riski

Menurutnya, pembangunan ini mengacu standard internasional. Pihaknya pernah mendapat komplain dari buyer Uni Eropa yang mempermasalahkan ikan yang ditumpuk begitu saja di lantai yang dinilai mereka kurang higienis. Ikan jadi tercampur dengan sampah plastik, puntung rokok dan kotoran lainnya.

Agar memenuhi daya tampung, pihaknya berencana menambah TPI baru di depan TPI yang ada saat ini pada tahun 2016, khusus untuk tangkapan ikan kecil. TPI ini akan dilengkapi dengan cold storage dan kanopi penghubung antara dermaga dengan TPI agar terik matahari tidak merusak kondisi ikan.

Untuk kebutuhan listrik cold storage pihaknya sedang mempertimbangkan apakah akan menggunakan PLN atau tenaga listrik panel surya. Selain itu ke depan di Sendang Biru akan dibangun pabrik pengolahan ikan, pengalengan ikan dan pabrik es.

“Intinya, konsep pelabuhan ini akan integrated,” singkat Heru. Sembari menyebutkan Pemda pun telah mengucurkan bantuan untuk nelayan hingga Rp. 15 milyar selama 1 tahun untuk pembangunan fisik dan pengadaan kapal kecil dan peralatan tangkap.

Jika Sendang Biru ke depannya akan menjadi magnet pengembangan berbasis industri perikanan, hal itu tidak mengherankan. Kepala Instalasi Pelabuhan Perikanan Pondok Dadap-Sendang Biru, Guntoro Supardi menyebutkan, dalam 1 tahun hasil tangkapan ikan Sendang Biru dalam setahun mencapai 5.430 ton, dengan sekitar 30 persen tangkapan adalah tuna sebagai yang merupakan komoditas unggulan.

Untuk diketahui pada tahun 2014, menurut BPS ekspor tuna dan tongkol Indonesia mencapai USD 210 juta. Komoditas nomor dua terpenting setelah udang yang mencapai USD 1,7 milyar pada tahun yang sama. Jawa Timur sendiri merupakan salah satu pemasok perikanan penting di Nusantara.

Di sisi lain, nelayan menyambut gembira jika Sendang Biru dijadikan daerah perikanan terintegrasi. Selain akan menyerap tenaga kerja lokal perbaikan infrastruktur juga akan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan keluarganya.

Menurut Eriyo, salah satu nelayan anggota kelompok Dayung Abadi, perbaikan infrastruktur di Sendang Biru akan memotong biaya operasional nelayan. Selama ini nelayan dan pedagang ikan harus mengeluarkan ekstra biaya pengiriman sekitar satu juta rupiah sekali jalan untuk mengirim ikan dari Malang ke Muncar, Sidoarjo atau Surabaya.

“Jadi tidak perlu ngangkut jauh-jauh, cukup disini. Malah kalau bisa nelayan itu dapat langsung mengirim dari Sendang Biru ke luar pulau atau bahkan luar negeri,” harap Eriyo.

Deretan perahu tradisional yang ada di Sendang Biru. Sendang Biru adalah salah satu sentra nelayan penting di Jawa Timur. Foto: Petrus Riski
Deretan perahu tradisional yang ada di Sendang Biru. Sendang Biru adalah salah satu sentra nelayan penting di pantai selatan Jawa Timur. Foto: Petrus Riski

Belum Tahu Program Jaring

Harapan dari Eriyo, mungkin dapat terjawab jika program yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat berlangsung baik. Lewat program Jaring (Jangkau, Sinergi dan Guideline) yang dimulai sejak Maret 2015, KKP menargetkan untuk peningkatan pertumbuhan pembiayaan di sektor kelautan dan perikanan. Targetnya pertumbuhan pembiayaan minimal 50 persen dari tahun sebelumnya. Suatu ambisi yang besar untuk mendorong aksi para pemangku ekonomi di sektor perikanan.

Total sekitar Rp 10,8 triliun pembiayaan yang dikucurkan delapan bank dan konsorsium IKNB (Industri Keuangan Non Bank) pada sektor Kelautan dan perikanan pada Desember 2014, dengan komitmen pertumbuhan pembiayaan ke sektor Kelautan dan Perikanan sampai dengan Desember 2015 mencapai Rp 7,2 triliun atau rata-rata pertumbuhan pembiayaan baru (gross) sebesar 66,2% dari total pembiayaan Desember 2014.

Sampai akhir September 2015, realisasi penyaluran kredit baru (gross) ke sektor Kelautan dan Perikanan oleh partner mencapai Rp 4,41 triliun atau 82,09% dari target sebesar Rp 5,37 triliun. Jasa keuangan partner meliputi perbankan seperti BNI, BRI, Mandiri, BTN, Danamon, Permata, Bukopin dan BPD Sulsel dan IKNB melalui Konsorsium Perusahaan Pembiayaan, Asuransi Jiwa, Asuransi Umum dan Penjaminan. Ditambah dengan lima bank partner yang kemudian bergabung yaitu BCA, Maybank, CIMB Niaga, Bank Sinarmas dan BPD Jawa Timur.

Meskipun peresmian program Jaring digelar di Sendang Biru tahun ini, namun tampaknya belum banyak nelayan, kelompok bahkan desa yang paham tentang keberadaan progam ini.

“Program yang dari OJK sepertinya belum jalan.Waktu bu Susi ke Sendang Biru, sebenarnya nelayan ingin bertemu dan berdialog, namun tidak bisa karena hanya beberapa orang saja yang bisa bicara,” jelas Husen.

Eriyo yang kelompoknya tergabung dalam kelompok besar Nelayan Rukun Jaya, juga menegaskan belum mendengar skema modal dari OJK. Dirinya yang kebetulan juga Kepala Urusan Pemerintahan Desa Tambak Rejo, memastikan pihak desa belum mengetahui skema bantuan modal dari OJK.

Eriyo memaparkan, jika program OJK berjalan maka kredit modal usaha yang disuntikkan bakal dapat mendorong geliat nelayan. Menurutnya selama ini baru BRI yang sejak awal masuk ke Sendang Biru. Bantuan perbankan yang selama ini diterima nelayan masih bernilai kecil yaitu sekitar Rp. 5-10 juta, dan tidak semua nelayan telah mengaksesnya.

Mendorong kesejahteraan nelayan, memang tidak bisa lepas dari tantangan bagaimana mengelola potensi perikanan yang ada. Seperti di Sendang Biru, dukungan memang tidak bisa dilepaskan dari dorongan pendanaan, termasuk fasilitas dan infrastruktur yang memadai serta kucuran dana kredit.

Sebaliknya keterbatasan akan akses terhadap produk dan layanan lembaga jasa keuangan, akan memperlambat perkembangan kemajuan Sendang Biru sebagai sentra penghasil ikan tuna dan komoditas perikanan lainnya di Jawa Timur.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,