,

KLHK Diminta Lengkapi Bukti Gugatan Terhadap PT. BMH Saat Banding ke Pengadilan Tinggi Palembang

Sejumlah pegiat lingkungan hidup di Sumatera Selatan berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan melengkapi data atau bukti sebagai gugatan perdata terhadap PT. Bumi Mekar Hijau (BMH) yang ditolak Pengadilan Negeri (PN) Palembang, saat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Palembang, Sumatera Selatan.

“Gugatan perdata tersebut kan terkait dengan lahan yang terbakar. Jadi saat banding atau menolak keputusan PN Palembang, KLHK diharapkan melengkapi data-data terkait materi gugatan perdata mereka,” kata Dr. Tarech Rasyid dari Universitas Ida Bajumi (IBA) Palembang, Rabu (06/01/2015).

Tarech berharap majelis hakim yang memproses banding tersebut bekerja demi penegakan hukum. “Bukan demi kepentingan politik. Bekerja untuk menegakan hukum lingkungan di Indonesia,” katanya.

“Jika politik atau kekuasaan lebih mengendalikan proses hukum, ini dapat menjadi bom waktu penegakan hukum lingkungan di Indonesia ke depan. Jadi kita berharap proses hukum benar-benar berjalan,” ujar Tarech yang mengaku baru mendapatkan salinan gugatan KLHK tersebut seusai keputusan sidang tersebut.

Dr. Yenrizal dari UIN Raden Fatah Palembang yang juga mendapatkan salinan naskah gugatan KLHK setelah keputusan PN Palembang, menilai ada sejumlah data yang tidak detil. Misalnya soal lahan terbakar seluas 20 ribu hektare tersebut, serta data mengenai pelaku atau pihak yang menyebabkan kebakaran. “Saya hanya membaca pernyataan luasan, dan data hot spot,” katanya.

Jadi, kata Yenrizal, saat melakukan banding yang diajukan 14 hari setelah keputusan PN Palembang, KLHK harus melengkapi data-datanya. “Jika data-data atau bukti-bukti yang diberikan KLHK kuat, saya percaya majelis hakim PT Sumatera Selatan akan memenuhi banding mereka,” katanya.

Sebelumnya Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, yang hadir saat PN Palembang membacakan keputusan, memastikan pihaknya akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim.

“Kita akan banding atas putusan ini. Karena ini demi keadilan bagi masyarakat terdampak kebakaran lahan. Sudah jelas pada persidangan, di lapangan kebakaran lahan terjadi sengaja. Maka itu kami akan banding,” ujar Rasio.

Melihat dampak

Sri Lestari Kadariah, praktisi hukum lingkungan hidup, menilai gugatan yang diajukan KLHK lebih pada persoalan lahan yang terbakar, bukan dampak dari kebakaran tersebut yang dirasakan masyarakat luas. Misalnya terkait korban kesehatan dan jiwa dari kebakaran tersebut.

“Memang ada hitungan kerugian ekologis berupa dampak pelepasan emisi karbon. Tapi itu mungkin pembuktian yang diajukan KLHK tidak menyentuh atau menyakinkan majelis hakim.”

“Saya menilai majelis hakim mungkin hanya terfokus pada persoalan lahan yang terbakar, bukan pada dampaknya. Saya tidak tahu apakah selama persidangan dampak terhadap publik ini tercuat atau dipahami oleh majelis hakim dari sejumlah saksi yang dihadirkan. Misalnya mereka yang mengalami sakit, kehilangan pekerjaan, atau lainnya, sebagai korban dari kebakaran tersebut,” kata mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan ini.

Seperti diketahui, keputusan PN Palembang yang menolak gugatan perdata terhadap PT. BMH menimbulkan berbagai diskusi panjang, baik di Indonesia maupun international. Berbagai macam dugaan maupun penilaian bermunculan di permukaan. Baik di media massa maupun media sosial.

Keinginan KLHK untuk melengkapi data-data saat melakukan banding juga disampaikan Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto di Jakarta, Rabu (06/01/2015).

“Ini memberikan kita pelajaran seluruhnya,” kata Agus. Ke depan, lanjut Agus, masing-masing kementerian yang mengajukan materi gugatan harus betul-betul menyiapkan data dan bukti dengan baik. “Itu (bukti-bukti yang disiapkan) harus bagus, harus fix,” katanya.

Agus pun mendukung langkah KLHK mengajukan banding, tapi materi gugatannya harus diperbaiki dulu. Jangan sampai banding yang dilayangkan KLHK ditolak lagi oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan.

“Materi gugatannya harus betul profesional. Disini dibutuhkan kapabilitas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga kita jangan sampai kalah lagi di Pengadilan Tinggi,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,