,

Kok Bisa, Sembilan Kapal Tiongkok Kabur dari Indonesia?

Sembilan kapal eks asing berbendera Tiongkok melarikan diri ke negaranya dari Pelabuhan Pomako, Kabupaten Timika, Papua Barat. Kejadian tersebut diperkirakan berlangsung pada 30 Desember 2015 lalu atau sehari menjelang pergantian tahun baru 2016.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, terungkapnya aksi melarikan diri sembilan kapal Tiongkok, bermula dari laporan perusahaan Grup Minatama yang beroperasi di Timika. Perusahaan tersebut, pada 30 Desember 2015 mengetahui ada aksi melarikan kapal eks asing dari Tiongkok yang dilakukan oleh anak buah kapal (ABK) dari negara tersebut.

Namun, meski diketahui melarikan diri pada 30 Desember 2015, Susi mengatakan, laporan yang masuk ke KKP baru ada pada 4 Januari 2016 atau sekitar sepekan setelah kejadian. Dari laporan tersebut, diketahui kalau sembilan kapal yang melarikan diri itu masing-masing bobotnya 300 gross tonnage (GT).

“Sembilan kapal tersebut dibawa kabur dari Indonesia oleh sejumlah ABK berkewarganegaraan Tiongkok. Awalnya, Minatama akan melakukan pemeriksaan rutin pada kapal-kapal tersebut. Tapi, kemudian diketahui ada sembilan kapal yang hilang,” tutur dia di Jakarta, Senin (11/1/2016).

Adapun, sembilan kapal yang melarikan diri tersebut, adalah:

  1. Kofiau 19, GT 310, C/S JZBB
  2. Kofiau 15, GT 298, C/S YEB 4835
  3. Kofiau 16, GT 298, C/S YEB 4736
  4. Kofiau 17, GT 298, C/S YEB 6520
  5. Kofiau 18, GT 310, C/S JZBA
  6. Kofiau 49, GT 298, C/S YEB 4738
  7. Ombre 50, GT 310, C/S JZCF
  8. Ombre 51, GT 310, C/S JZCG
  9. Ombre 52, GT 310, C/S JZCH

Susi menambahkan, dari informasi yang dilaporkan Minatama, ABK yang melarikan sembilan kapal Tiongkok tersebut jumlahnya sebanyak 39 orang. Dengan rincian, 8 (delapan) orang ditugaskan khusus untuk menjaga kapal-kapal tersebut. Sementara, sisanya sengaja didatangkan langsung dari Tiongkok untuk mengevakuasi kapal secara ilegal.

“31 orang tersebut didatangkan dalam dua tahap, yakni pada 22 dan 24 Desember 2015. Ke-31 ABK tersebut sengaja didatangkan, karena untuk menggantikan ABK sebelumnya yang sudah dipulangkan oleh Indonesia setelah moratorium eks kapal asing diberlakukan,” jelas dia.

Pelaku Pelanggaran Hukum

Sementara itu Anggota Satuan Tugas IUU Fishing 115, Mas Achmad Santosa mengungkapkan, sembilan kapal yang kabur tersebut adalah pelaku pelanggaran hukum, yaitu:

  • Mempekerjakan ABK asing;
  • Memiliki dwikebangsaan kapal (double flagging);
  • Mematikan VMS dan AIS;
  • Menangkap ikan di luar wilayah yang ditetapkan dalam izin;
  • Melakukan tindak pidana ketenagakerjaan dan imigrasi;
  • Melakukan transshipment di perbatasan Laut Arafura – PNG;
  • Tidak mengisi logbook dengan benar;
  • Tidak melaporkan hasil tangkapan ikan dengan benar; dan
  • Seluruh kapal sudah kadaluarsa izinnya pada saat hasil diumumkan pada 1 Juli 2015. Dengan demikian, hasil anev menyimpulkan bahwa seluruh kapal izinnya tidak dapat diperpanjang dan tidak dapat diajukan izin baru;
  • Kesembilan kapal tersebut berlayar pada tanggal 30 Desember 2015 tanpa dilengkapi dengan Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).

Mas Achmad Santosa memaparkan, dari informasi yang dikumpulkan, posisi kapal-kapal yang dilarikan ditempatkan di perairan yang memudahkan bagi kapal-kapal tersebut untuk melarikan diri, yaitu jauh dari pos pemantauan/pengawasan dan dari lokasi pelabuhan.

“Pengawasan terhadap kapal-kapal eks asing yang berada di Timika tidak dilakukan secara optimal. Perusahaan dengan sengaja memasukkan sejumlah 31 ABK berkewarganegaraan Tiongkok tanpa melalui prosedur perizinan yang benar, oleh karenanya melanggar peraturan perundang-undangan  di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian,” sebut dia.

Libatkan Interpol

Menyikapi kaburnya sembilan kapal eks asing dari Tiongkok tersebut, KKP meminta Interpol untuk menerbitkan Red Notice dan bekerja sama dengan negara-negara anggota Interpol untuk menangkap kapal-kapal tersebut beserta seluruh ABK yang terdapat di dalamnya untuk menjalani proses hukum di Indonesia.

Selain itu, Susi Pudjiastuti meminta Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia agar melakukan ekstradisi dari kapal maupun ABK-ABK yang diduga kuat melakukan tindak pidana. Hal ini merupakan bagian dari flag state responsibility berdasarkan UNCLOS sebagai hukum internasional yang relevan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , , , , ,