,

Yanti Musabine, Sang Penyelamat Harimau Sumatera

Erni Suyanti Musabine yang akrab dipanggil Yanti pantas disebut penyelamat harimau sumatera. Perempuan bertubuh kecil dan berkulit sawo matang ini telah memilih jalan hidup sebagai juru rawat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang menjadi korban konflik dan perburuan ilegal. Pekerjaan luar biasa yang jarang disentuh orang ini telah dilakoninya sejak 2007.

“Pertama kali menangani, langsung suka. Padahal, waktu itu, saya bekerja tidak dilengkapi peralatan dan obat-obatan memadai. Membius harimau sumatera pun terpaksa menggunakan suntik tangan,” ujar Yanti, mengingat pengalaman pertamanya menyelamatkan harimau sumatera yang terkena jerat di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara kepada Mongabay Indonesia, Jumat (8/01/2016) siang.

Selain perasaan suka, keputusan Yanti juga didasarkan fakta bahwa tidak banyak dokter hewan yang bekerja untuk harimau sumatera. Di lain sisi, harimau sumatera yang menjadi korban konflik dan perburuan membutuhkan pertolongan tenaga medis. “Kasus konflik dan perburuan harimau sumatera terus meningkat,” terang PNS yang bertugas di Kantor Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu ini.

Sebagai gambaran, kasus konflik dan perburuan ilegal harimau sumatera di Bengkulu saja terbilang tinggi. Sejak 2007 – 2014, data yang dihimpun BKSDA Bengkulu menyebutkan total yang terjadi sebanyak 125 kasus. Dari 10 Kabupaten/kota di Bengkulu, kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Seluma, yakni 36,8 persen.

“Selanjutnya di Kaur dan Lebong masing-masing 23,5 persen, Bengkulu Utara (19,1 persen), Mukomuko (8,8 persen), Kepahiang dan Bengkulu Tengah (4,4 persen), Bengkulu Selatan (1,5 persen), sedangkan di Kabupaten Rejang Lebong nihil. Data ini berdasarkan laporan yang masuk, yang tidak dilaporkan kemungkinan juga banyak,” kata Yanti yang juga pernah menjadi dokter orangutan dan gajah sumatera.

Terus meningkatnya kasus ini dipicu oleh beberapa hal. Terutama, rusaknya habitat atau alih fungsi kawasan, satwa yang menjadi mangsa harimau banyak diburu, penuaan, baru lepas dari induk atau baru mandiri, traumatis akibat perburuan, hingga perilaku abnormal. “Di Bengkulu saja, kasus perilaku abnormal cukup banyak. Misalnya tidur di samping rumah, halaman rumah atau di pinggir jalan. Diduga, perilaku ini akibat sakit, sehingga mendekati aktivitas manusia,” papar Yanti.

Mendekatnya harimau pada permukiman masyarakat menunjukkan ada faktor sakit dan penyakit yang membuat harimau berperilaku seperti itu. Foto: Erni Suyanti Musabine

Pencapaian

Sejak 2007, Yanti telah menangani setidaknya 15 individu harimau sumatera. Bagi Yanti, semua penanganan memberikan kesan tersendiri. “Semua berkesan karena memiliki keunikan berbeda. Sehingga, strategi penanganan untuk setiap individu berbeda dengan tantangan dan kesan tersendiri,” ujar perempuan kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, tahun 1975 ini.

Pengabdian Yanti juga dilakukan dengan menjadi trainer bagi dokter hewan yang bekerja di Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) di daerah rawan konflik dan perburuan ilegal harimau sumatera di bagian selatan Sumatera serta mahasiswa kedokteran hewan. “Untuk dokter hewan Puskeswan diharapkan mereka bisa membantu menangani harimau sumatera yang menjadi korban konflik dan perburuan. Sedangkan untuk mahasiswa diharapkan bersedia menjadi dokter satwa liar, khususnya harimau sumatera,” imbuh Yanti.

Yanti juga banyak terlibat dalam kegiatan penyadartahuan masyarakat di daerah rawan konflik. “Pengetahuan cara menghindari dan menangani konflik dengan harimau sumatera sangat penting. Sejauh ini, sudah ada beberapa desa yang warganya tidak lagi gegabah dalam menangani konflik dengan harimau sumatera,” ujar Yanti yang pernah mengikuti kursus pengobatan dan perawatan satwa liar di Murdoch University, Perth, Western Australia 2007, dan pelatihan pembiusan satwa liar di Zimbabwe, Afrika pada 2008.

Yanti saat menyelamatkan Elsa yang kaki kanan depannya luka di kosensi perusahaan sawit di Kabupaten Kaur, 3 April 2014. Foto: Dok. BKSDA Bengkulu
Yanti saat menyelamatkan Elsa yang kaki kanan depannya luka di kosensi perusahaan sawit di Kabupaten Kaur, 3 April 2014. Foto: Dok. BKSDA Bengkulu

Kendati sudah banyak menyelamatkan dan merawat harimau sumatera, namun Yanti belum menganggapnya sebagai pencapaian. “Belum layak untuk dianggap sebagai pencapaian karena belum pernah melepasliarkan kembali ke habitatnya,“ ujar Yanti yang pernah menjadi relawan dokter hewan di Veterinary Department, Perth Zoo, Western Australia dan Australia Zoo Wildlife Hospital, Beerwah, Queensland, Australia pada 2007, dan relawan dokter hewan di Animal Hospital Woodland Park Zoo di Seattle Washington, USA pada 2013.

Yanti berharap pencapaian tersebut bisa diraihnya di 2016. “Tahun ini, kami (BKSDA Bengkulu) akan mengawinkan Giring dan Elsa di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat. Giring adalah harimau sumatera jantan korban konflik di Seluma yang diduga telah membunuh dan memakan daging manusia. Sedangkan Elsa adalah harimau sumatera betina korban konflik di Kaur yang kaki kanan depannya diamputasi akibat terluka jerat. Doakan saja berhasil,” ujar alumni Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya ini.

Yanti ketika mempresentasikan materi dalam "Indonesian Tiger Conference 2014" di Bogor, Desember. Foto: Dok. Yanti
Yanti ketika mempresentasikan materi dalam “Indonesian Tiger Conference 2014” di Bogor, Desember. Foto: Dok. Yanti
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,