,

Ranger Purba yang Tetap Semangat Menjaga Hutan Aceh Jaya

Ranger merupakan kelompok masyarakat lokal yang berperan penting dalam menjaga kelestarian hutan dan mencegah terjadinya konflik dengan satwa liar. Mereka memantau kondisi hutan di wilayahnya hingga memberikan pendidikan tentang pelestarian lingkungan kepada masyarakat.

Ranger Purba yang berada di Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya, termasuk kelompok Ranger paling aktif di Aceh. Mereka tidak hanya berpatroli di hutan dan memberikan pendidikan pelestarian hutan kepada masyarakat, tapi juga membantu mengatasi konflik satwa liar. Bahkan, Ranger ini dilibatkan hingga ke Kabupaten Aceh Barat, khususnya saat penggiringan gajah liar keluar dari permukiman penduduk.

Komunitas Ranger Purba yang bermarkas di Conservation Respons Unit (CRU) Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya ini, dibentuk oleh Fauna & Flora International (FFI) pada 2009. Saat itu, konflik gajah dengan manusia sering terjadi, khususnya di Kecamatan Sampoiniet, sebagai daerah lintasan gajah.

Mukhtar, Komandan Ranger Purba, Sabtu (23/1/2016) mengatakan, sejak bergabung dengan Ranger pada 2009, ia bersama 15 anggota kelompoknya yang merupakan masyarakat di Kecamatan Sampoiniet, telah melakukan pemantauan hutan. “Bahkan, kami telah melakukan pemetaan daerah-daerah yang berpotensi terjadinya konflik antara satwa liar dengan manusia, khususnya kawanan gajah.”

Menurut Mukhtar, keberadaan Ranger Purba dan CRU Sampoiniet sempat terancam saat gajah sumatera jantan yang dinamai Papa Geng mati pada 13 Juli 2013. Kasus tersebut menyeret sekitar 14 warga lokal. “Ada pihak yang menuduh informasi kematian gajah tersebut disebarkan oleh Ranger dan tim CRU. Karena terancam, saat itu lima gajah jinak yang ditempatkan di CRU dipulangkan ke pusat latihan gajah oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.”

Permasalahan lain adalah ketika lembaga yang membantu CRU Sampoiniet selesai program. Hal ini ikut berpengaruh pada kegiatan operasional Ranger karena mereka tidak bisa berpatroli dan menggiring gajah yang masuk ke kebun penduduk.

Akhirnya, CRU Sampoiniet yang setahun tidak beroperasi ini kembali dihidupkan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Jaya. Ranger yang telah berpencar dikumpulkan. “Saat ini di Sampoiniet dan beberapa kecamatan lain di Aceh Jaya marak perburuan burung. Pertengahan Januari, kami baru mengevakuasi pemburu yang jatuh ke jurang,” ujar Mukhtar.

Patroli pengamanan hutan terus dilakukan Ranger Purba. Foto: Junaidi Hanafiah
Patroli pengamanan hutan terus dilakukan Ranger Purba. Foto: Junaidi Hanafiah

Menggiring gajah

Salah seorang anggota Ranger Purba, Rizal mengatakan, menggiring kelompok gajah liar kembali ke hutan bukan perkara mudah. Butuh waktu berhari, dan belum tentu kelompok gajah tersebut mau pindah.

Saat penggiringan dilakukan, risiko yang timbul juga besar. Terlebih, senjata yang mereka gunakan hanya mercon. Jika kelompok gajah tersebut ngamuk dan balik menyerang, mereka harus siap. Risiko lain, jika saat digiring, kelompok gajah tersebut masuk ke kebun, pastinya warga marah besar. “Jika ada warga yang marah, kami sudah biasa. Tidak perlu dijawab, yang penting kami membantu agar konflik tidak terjadi dan kedepannya manusia dengan gajah bisa hidup berdampingan.”

Rizal yang tinggal di Desa Ligan, Kecamatan Sampoiniet, ini mengaku telah menjadi Ranger sejak 2009. “Saya tertarik dengan penyelamatan lingkungan karena daerah saya rawan banjir akibat maraknya pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan juga adanya illegal logging.

Bupati Aceh Jaya Azhar Abdurrahman menuturkan, CRU dengan Ranger-nya merupakan program alternatif untuk menanggulangi konflik antara manusia dengan satwa yang dilindungi dan terancam punah, khususnya gajah sumatera. “Keberadaan CRU dan Ranger sangat penting, mereka membantu masyarakat mengatasi konflik yang terjadi,” sebutnya.

Senada, Kepala BKSDA Aceh, Genman Hasibuan mengatakan, CRU dan Ranger merupakan cikal bakal unit pengelola kawasan perlindungan gajah sumatera yang akan ditetapkan di Aceh. “CRU bersama tim di dalamnya termasuk Ranger telah dibentuk di beberapa tempat di Aceh. Mereka cukup berhasil menjadi alat utama mitigasi konflik satwa dengan manusia. Bahkan, mereka menjadi kelompok yang paling berperan dalam upaya komprehensif program perlindungan dan pengamanan hutan di tingkat masyarakat,” ungkap Genman.

Sekjen Federasi Ranger Aceh, Yacob Ishadami menyebutkan, saat ini, ratusan Ranger yang berada di Ulu Masen, Aceh Jaya, dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), telah membentuk komunitas Federasi Ranger Aceh. Jumlah personilnya 364 orang yang berasal dari lima kabupaten. “Mereka membantu masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan agar hidup rukun dengan satwa liar yang ada,” paparnya.

Di Aceh, saat ini telah ada komunitas Ranger yang jumlahnya mencapai 364 personil yang tersebar di lima kabupaten. Foto: Junaidi Hanafiah
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,