,

Boy dan Mama Nam, Cerita Haru Individu Orangutan yang Berhasil Diselamatkan

Upaya penyelamatan orangutan dan habitatnya di Kalimantan Barat terus dilakukan. Kondisi ini dikarenakan masih minimnya kesadaran bersama akan pentingnya peranan orangutan dalam ekosistem rimba.

“Orangutan itu, idealnya hidup di hutan. Sama sekali bukan binatang peliharaan,” kata Kepala BKSDA Kalbar, Sustyo Iriyono, setelah menerima Boy Panamuan, satu individu orangutan yang dipelihara warga di Desa Ambawang, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, 20 Januari 2016. Boy layaknya sudah menjadi anggota keluarga tersebut, yang membuat Elsi (18), histeris saat berpisah dengan Boy.

Sustyo mengatakan, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) yang akan menangani rehabilitasi Boy di Kabupaten Ketapang. Jika kondisinya siap untuk hidup di alam, Boy akan dilepasliarkan di areal Gunung Palung. Habitat di Taman Nasional tersebut masih terjaga alami.

Sustyo menambahkan, penyerahan orangutan tersebut merupakan kali pertama di 2016. Tahun sebelumnya, BKSDA telah mengevakuasi 40 individu dari peliharaan warga. “Diperkirakan, masih ada warga yang memelihara orangutan di Kalimantan Barat.”

Elia Natalia, ibunda Elsi menjelaskan bahwa Boy sudah dirawat sejak 14 Agustus 2013. Kala itu, tiga karyawan perkebunan sawit dimana Ewaldus, suaminya juga bekerja, menemukan bayi orangutan. Mereka mengevakuasi Boy yang terbaring lemah. Ewaldus membuatkan kandang berukuran 2X3 meter dekat dapur keluarga. Boy diberi makan bubur dan susu balita. “Dia tak selamanya kami kurung, kadang kami bawa ke rumah. Bahkan diajak tidur bersama.”

Boy yang dipelihara warga di Desa Ambawang, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto: Aseanty Pahlevi
Boy yang dipelihara warga di Desa Ambawang, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto: Aseanty Pahlevi

Mama Nam

Di waktu bersamaan, Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi (YIARI) bekerja sama dengan BKSDA SKW I Ketapang berhasil menyelamatkan satu individu orangutan dan bayinya di Semanai, Desa SimpangTiga, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Operasi penyelamatan diawali laporan warga yang melihat induk dan bayi orangutan tengah memakan pisang di kebun.

Tak ingin terjadi konflik, YIARI Ketapang langsung mengirimkan tim Human-Orangutan Conflict Response Team (HOCRT) untuk melakukan verifikasi dan survei. Laporan warga benar. Tim menilai, orangutan tersebut mencari makan di kebun warga, karena buah-buahan di tempatnya hidup sudah terbakar.

Orangutan memang pemakan buahan. Mereka juga memakan daun, bunga, dan kambium. Untuk protein, orangutan memakan rayap dan semut. Kebiasaanya memakan buah dan daya jelajahnya yang cukup jauh di rimba raya membuat orangutan berperan penting dalam regenerasi tumbuhan.

“Hutan di sini habis terbakar, makanya orangutan tidak bisa kemana-mana lagi,” ujar Muhadi, anggota tim HOCRT. Operasi penyelamatan pun dimulai pukul 08.00 WIB.

Tim penyelamat menggunakan senapan bius karena orangutan yang akan dipindahkan adalah orangutan liar. Perlu empat kali tembakan terhadap orangutan betina berusia sekitar 20-25 tahun ini.

Tembakan pertama gagal karena peluru bius mental, tembakan kedua berhasil masuk, namun setelah ditunggu 10 menit, orangutan ini tetap bertahan di atas pohon. Akhirnya drh. Ayu, koordinator tim medis YIARI Ketapang memutuskan untuk memberikan top-up obat bius.

Tembakan ketiga tepat sasaran, obat bius masuk ketubuh orangutan yang kemudian diberi nama Mama Nam. Namun setelah ditunggu selama 20 menit, Mama Nam tetap bergeming di atas pohon meskipun sudah terlihat sempoyongan. “Dia sangat kuat dan tidak mau menyerah. Sungguh mengagumkan karena meskipun kurus dan lemah, dia masih bertahan karena ingin melindungi bayinya,” jelas Ayu.

Setelah memperhitungkan dengan matang, akhirnya tembakan keempat membuat Mama Nam jatuh ke jaring yang sudah di bentangkan. Kondisinya memprihatinkan, tubuhnya kurus kering dengan tulang menonjol. Tim medis memasang infus karena Mama Nam mengalami dehidrasi. “Kelihatannya sudah berhari tidak makan,” imbuh Ayu lagi. Bayinya yang berusia 2-3 tahun berusaha kabur dan beberapa kali tampak agresif.

Tim penyelamat memutuskan membawa Mama Nam ke Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan (PPKO) YIARI untuk mendapatkan perawatan. “Kejadian ini merupakan pengalaman traumatis bagi orangutan. Kehilangan habitat, sumber makanan, dan tempat tinggal karena kebakaran, lalu dibius dan dibawa ke pusat rehabilitasi,” tambah Ayu.

Boy yang ditempatkan di kandang. Foto: Aseanty Pahlevi
Boy yang ditempatkan di kandang. Foto: Aseanty Pahlevi

Mama Nam dan bayinya menambah jumlah orangutan yang menjadi korban kebakaran hutan dan lahan. Awal 2016, YIARI telah menyelamatkan dua individu. Sepanjang 2014, tidak kurang dari 44 kali penyelamatan dilakukan.

Karmele L Sanchez, Direktur Program YIARI Ketapang mengatakan, sangat menyedihkan melihat induk orangutan dan bayinya kelaparan selama berbulan karena habitatnya terbakar. “Kami masih menghadapi akibat kebakaran hutan yang terjadi di wilayah Ketapang. Kami memperkirakan, tahun ini akan ada El Nino yang menyebabkan kemarau panjang dan berpotensi terjadinya kebakaran.”

Karmele berharap, masyarakat membantu mencegah kebakaran sebelum terlambat. “Kami tidak tahu seberapa besar kemampuan kami mengatasi pengalaman traumatis orangutan yang habitatnya terbakar habis,” pungkasnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,