Digagalkan, Penyelundupan 20 Ton Sirip Hiu Tujuan Hongkong

Bea Cukai Tanjung Perak bersama Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Surabaya II Kementerian Kelautan dan Perikanan menggagalkan upaya pengiriman satu kontainer berisi sirip hiu tujuan Hongkong.

Dalam dokumen tersebut, dituliskan isi barang berupa jeroan (isi) perut ikan beku sebanyak 389 karton dengan berat 20.184 kilogram. Petugas Petikemas Surabaya (TPS) yang curiga akan paket tersebut menemukan isinya berupa 352 kantong sirip hiu, Kamis (28/1/2016).

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Jatim I, Rahmat Subagio kepada Mongabay-Indonesia menuturkan, menjelang Imlek permintaan sirip hiu tampaknya meningkat di Tiongkok dan Hongkong. Jadi, sekitar 20 ton sirip hiu ini disamarkan sebagai frozen fish,” ujarnya, Jumat (29/1/2016).

Diperkirakan total harga sirip hiu yang akan diekspor itu mencapai Rp400 miliar. Sementara, di pasar gelap atau di media sosial, sirip hiu dihargai Rp1 juta per kilogram. Perusahaan pengekspor atas nama CV. SS yang berada di Surabaya ini, diperkirakan berperan sebagai pengepul dari beberapa daerah di Jawa Timur dan Bali.

Kepala Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Surabaya II, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Haristanto mengatakan, diduga sirip hiu yang akan diperdagangkan itu jenis hiu martil dan hiu biru atau blue shark. “Yang sudah diidentifikasi berasal dari Probolinggo dan Bali, tapi bisa juga dari Lamongan. Kita terus melacak dan menggali informasi kepemilikannya.”

Penyelundupan sirip hiu sebelumnya pernah dilakukan di 2015, sehingga pengungkapan ini yang kedua kalinya di Surabaya. “Pelaku penyelundupan terancam hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp. 800 juta, karena melanggar UU Nomor 31 Tahun 2004, junto UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.”

Selain sirip hiu, petugas juga membongkar kontainer berisi 93.412 kilogram ubur-ubur yang akan dikirim ke Hongkong. Meski ekspor ubur-ubur tidak dilarang, namun dalam dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) itu tidak sesuai antara jumlah dengan yang dituliskan.

“Disebutkan ekspor salted jelly fish sebanyak 4.040 buckets atau 88.880 kg. Faktanya, barang bukti yang ditemukan lebih banyak, yakni 4.246 buckets atau 93.412 kilogram,” terang Rahmat Subagio, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Jatim I.

Saat ini, hiu martil dilindungi sebatas larangan ekspor, bukan penangkapan. Foto: Wildlife Conservation Society (WCS)

Perburuan masif

Pengungkapan upaya penyelundupan 20 ton hiu ke Hongkong, menurut aktivis Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Amang Raga, menunjukkan tingginya perburuan. Pantauan JAAN, wilayah Lombok, Sumbawa, sebaian Papua, Pasuruan, Banyuwangi, Lamongan, Probolinggo, Jember dan Malang, merupakan area tangkapan hiu nelayan.

Hiu tikus atau disebut juga hiu monyet, hiu martil dan hiu koboi, merupakan jenis hiu primadona yang banyak diburu. Hal ini karena tingginya harga sirip hiu di pasaran. “Untuk ukuran 30 cm harganya bisa Rp500 ribu per kilogram dari nelayan ke pengepul. Semakin besar, semakin mahal.”

Sebagai rantai makanan teratas, peran hiu sangat penting untuk menetralisir berbagai gangguan di laut. Hiu memakan ikan-ikan yang sakit, yang dapat mencemari habitat, sehingga perburuan hius besar-besaran dapat mengganggu populasi satwa lain dalam rantai makanan.

“Hiu tikus termasuk Apendiks 2, sedangkan hiu martil masuk Apendiks 1, dan status keduanya dilindungi. Kalau hiu koboi belum dilindungi,” ujar Amang yang menyebut reproduksi hiu tidak sebanyak ikan atau mamalia laut lainnya.

Amang menjelaskan, di Indonesia terdapat sekitar 225 jenis hiu, dari hampir 400 jenis yang ada dunia. Penangkapan hiu yang tidak terkendali akan membuat status hiu terancam. “Perburuan hiu itu terang-terangan dan masif, namun pengawasan dan penegakan hukum masih lemah.”

Amang mendesak pemerintah segera melakukan tindak penyelamatan populasi hiu, terutama dari pemburu dan pelaku perdagangan sirip hiu. “Ada juga baby shark dijual di swalayan moderen, dan tidak ada tindakan. Kalau melihat kiriman 20 ton ke Hongkong ini, biasanya pengirimannya sekitar tiga bulan,” pungkasnya.

Sirip hiu yang akan dikirim ke Hongkong ini digagalkan oleh Bea Cukai dan Karantina Ikan di Surabaya. Foto: Petrus Riski
Sirip hiu yang akan dikirim ke Hongkong ini digagalkan oleh Bea Cukai dan Karantina Ikan di Surabaya. Foto: Petrus Riski
Artikel yang diterbitkan oleh
, ,