,

Orangutan yang Ditangkap Warga Itu Telah Dikembalikan ke Habitatnya

Satu individu orangutan yang ditangkap warga Desa Bui, Kecamatan Muara Samu, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, telah dikembalikan ke habitatnya setelah dipulihkan kembali kondisinya selama empat hari.

Orangutan yang memiliki microchip ini bernama Kunthi, umurnya sekitar 30 tahun. Khunti pada Senin (1/2/2016) pukul 07.00 Wita, telah dilepaskan kembali ke alam bebas di kawasan Taman Keanekaragaman Hayati, Desa Modang, Kabupaten Paser, sekitar 30 kilomter dari permukiman terdekat.

Paulinus, staf Centre For Orangutan Protection (COP) yang mengikuti proses pemulihan dan pemeriksaan terhadap orangutan tersebut mengatakan, pemulihan dari trauma dan luka orangutan liar ini dilakukan empat hari. “Berat badannya kurang lebih 50 kg. Seharusnya, beratnya sekitar 100 kg,” kata Paulinus saat ditemui Mongabay, Selasa (2/2/2015).

Menurut Paulinus, selain berat badan yang tidak ideal, mata kiri Khunti buta, namun mata kanannya berfungsi. Ada juga luka ringan dan bengkak pada tangan dan kakinya karena terikat tali lebih dari 19 jam. Namun, tidak ada luka patah yang tulang. “Kalau gigi taringnya, bagian depan, memang patah tapi bukan luka baru. Saat dibawa ke kandang, orangutan ini lemah dan tidak mau makan, sehingga harus di rawat.”

Untuk menentukan hutan yang layak sebagai tempat pelepasan, paling tidak harus memiliki kriteria, seperti sumber air dan makanan serta hutannya tertutupnya. “Kami saat menangani kasus ini, langsung mencari lokasi yang layak, paling tidak sumber air dan terdapat lima jenis pakannya,” kata Paulinus.

Kepala Seksi BKSDA Wilayah III Kalimantan Timur, Suriawati Halim menuturkan, masuknya orangutan ke permukiman warga akibat berkurangnya hutan yang berubah menjadi lahan perkebunan. Hal itu didasari dengan berdirinya perkebunan sawit di area sekitar, sehingga habitat orangutan terganggu.

“Masyarakat mengatakan, orangutan sudah beberapa kali masuk kebun. Beberapa kali juga sempat diusir warga. Habitat mereka semakin kecil dan terdesak. Jadi jalur yang biasa dilalui akan ditempuh. Ketika dapat makanan, orangutan akan kembali ke perkebunan. Apalagi, hutan tersebut merupakan kawasan produksi yang berstatus area penggunaan lain (APL),” ucap Suriawati ketika ditemui terpisah di ruang kerjanya.

12674934_1001038936601749_2094136184_o

Khunti saat dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Foto: COP
Khunti saat dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Foto: COP

Ditangkap karena masuk kampung

Kejadian berawal Selasa (27/1/2015), ketika Khunti muncul ke area perkebunan. Masyarakat menangkapnya menggunakan jaring. Karena takut berontak, tangan dan kaki Khunti diikat tali tambang. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Kaltim Daops Paser, yang mendapat laporan tersebut segera ke lokasi dan segera berkoordinasi dengan COP.

Saat COP datang, kondisi Khunti sangat lemah, bahkan tidak mau makan apapun. “Awalnya, kami berencana melepaskan kembali, namun setelah mengetahui kondisi sebenarnya, kami mengirimkan dokter untuk penanganan lebih lanjut,” papar Paulinus.

Menurut Paulinus, dari pemeriksaan, diketahui adanya luka lama pada gigi orangutan tersebut. Ini mengindikasikan, Khunti telah lama menghadapi ancaman, baik itu oleh  pemburu maupun dari lingkungannya. Hal yang mengejutkan adalah ditemukannya microchip pada tubuhnya.

Microchip pada orangutan merupakan penanda (dalam bentuk kode angka dan huruf) yang diberikan untuk pendataan setelah dilakukan rescue. Dari microchip tersebut diketahui orangutan jantan itu bernama Kunthi yang diselamatkan pada 8 Maret 2000 di daerah Manamang. Saat itu, usianya diperkirakan lebih dari 13 tahun.

Selang lima hari, 13 Maret 2000, Kunthi dilepasliarkan kembali. “Microchip merupakan penanda penting bagi orangutan yang pernah di-rescue karena berisi catatan sebelumnya. Kami sudah berkoordinasi dengan BOSF, ternyata mereka pernah melepasliarkan Kunthi. Jadi, identifikasi kami tidak salah,” ungkapnya.

Kondisi Khunti saat pertama kali ditangani dengan kondisi tubuh yang lemah. Foto: COP

Kondisi Khunti saat pertama kali ditangani dengan kondisi tubuh yang lemah. Foto: COP

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,