,

Ketika Masyarakat Aceh Jaya Sadar Penyu Hampir Meninggalkan Mereka

Masyarakat Kecamatan Panga, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, sadar bila penyu hampir meninggalkan mereka. Kondisi ini diakibatkan adanya kegiatan masyarakat yang mengambil telur penyu untuk di konsumsi serta cangkangnya untuk dijadikan hiasan. Bahkan, nelayan juga sering salah tangkap yang mengakibatkan kematian pada satwa tersebut.

“Dulu, kami sering menyusuri pantai malam hari untuk mengambil telur penyu. Selain dikonsumsi, telur penyu itu juga kami jual ke masyarakat lain,” sebut Hambali, salah seorang warga Kecamatan Panga, saat kegiatan pelepasan 150 anak penyu lekang di pantai Panga, belum lama ini.

Hambali mengatakan, harga telur penyu memang tergolong tinggi. Tiga butir biasanya dijual seharga Rp20.000. Saat menemukan sarang penyu, semua telurnya kami ambil. Kami tidak mengerti jika hal itu sangat mengganggu populasinya. “Kami baru menyadari bila penyu sudah hampir punah, sekitar 2012, ketika beberapa LSM lingkungan menginformasikan bahwa telur penyu sulit didapatkan karena induknya sangat sedikit di laut.”

Menyadari kondisi penyu yang terancam, masyarakat Desa Alue Pit, Keude Panga dan Kuta Tuha mulai bergerak untuk menyelamatkan kura-kura laut tersebut. Mereka mulai membentuk komunitas konservasi penyu dengan nama Aroen Meubanja.

“Kami mulai menyelamatkan penyu sejak 2012. Awalnya, kami hanya mengajak masyarakat untuk tidak lagi memburu telur penyu, juga membiarkan sebagian telurnya tetap di sarang,” sebut Ketua Tim Konservasi Penyu Kelompok Masyarakat Aroen Meubanja, Murniadi.

Ternyata, sambung Murniadi, masyarakat menyambut baik kegiatan penyelamatan ini dan ikut mengawasi telur agar tidak diambil pemburu. “Bahkan, warga ikut mengawasi saat induk penyu bertelur. Tidak seorangpun dibiarkan mendekat. Semua ini, kami lakukan swadaya.”

Usaha masyarakat di Kecamatan Panga untuk melestarikan penyu, mendapat sambutan baik dari pemerintah dan LSM. Pada 2014, masyarakat berhasil menangkarkan 11 sarang telur penyu dan semua penyu yang menetas dilepaskan ke laut. “Tahun 2015 dan 2016, yang telah kami tangkar sebanyak 10 sarang. Tiga telah kami lepaskan ke laut, sementara sisanya masih di penangkaran karena belum menetas,” sambung Murniadi.

Bentuk mulut yang khas dari penyu sisik yang menyerupai paruh burung elang, membuatnya dinamai hawksbill turtle. Foto: Wikipedia

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh, Reza Fahlevi, mengatakan kegiatan pelestarian penyu merupakan hal yang sangat bagus. Salah satu tujuan dari pariwisata adalah menjaga agar lingkungan tetap lestari. “Kalau benar-benar dikelola, pelestarian penyu di Aceh Jaya dapat menjadi salah satu daya tarik wisata yang benar-benar menjaga kelestarian alam dan habitat penyu,” paparnya.

Konsultan Marine and Fisheries WWF Program Aceh, Dewi Novitasari menyebutkan, saat ini jumlah penyu di Indonesia terus berkurang dan sangat mengkhawatirkan. Semua pihak harus terlibat mencegah agar penyu tidak punah. “Selain itu, semua pihak harus memberikan penyadaran kepada masyarakat tentang kondisi penyu saat ini, terutama untuk tidak memburu telur penyu.”

Dewi mengatakan, kegiatan konservasi penyu yang dilakukan oleh masyarakat seperti yang tergabung dalam komunitas Aroen Meubanja harus terus ditingkatkan dan hendaknya didukung oleh semua pihak. “Penyebab utama yang membuat keberadaan penyu makin mengkhawatirkan adalah adanya perburuan baik telur maupun penyu itu sendiri, selain tertangkap tanpa sengaja oleh nelayan.”

Indonesia merupakan rumah bagi enam spesies penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia saat ini. Enam jenis tersebut adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu tempayan (Caretta caretta).

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,