,

Yusril : Jadi Pengacara Silver Sea 2 Itu untuk Kebaikan Dua Negara

Somasi yang dilakukan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinilainya sudah tepat. Hal itu, karena dia memiliki maksud ingin menyelesaikan persoalan hukum yang tengah dialami kapal ikan milik Thailand Silver Sea 2 yang ditangkap di Aceh beberapa waktu lalu.

Karena memiliki maksud yang baik, Yusril  mengaku langsung klop begitu pemilik kapal tersebut menunjuknya menjadi penasehat hukum untuk mendampingi kasus pencurian ikan tersebut. Baginya, niat baik dirinya sudah selaras dengan keinginan dari pemilik kapal.

Setelah resmi ditunjuk, Yusril mengaku langsung berkoordinasi dengan pihak pemilik kapal, sekaligus dengan pemerintah Thailand dan Indonesia. Tujuannya cuma satu, agar terjadi sinkronisasi dan kejelasan kasus yang akan ditangani.

“Saya telah bicara dengan pihak Thailand dan juga Indonesia, tak lama setelah saya diminta jadi penasihan hukum (kapal Silver Sea 2),” ungkap dia akhir pekan lalu.

Dengan menjadi penasihat hukum, Yusril mengaku ingin menyelesaikan kasus tersebut secara baik-baik dan ingin kedua belah pihak yang berhadapan bisa kembali damai.

“Saya tak ingin posisi Indonesia jadi sulit gara-gara kasus ini. Begitu juga saya tak mau Thailand mengalami hal yang sama. Saya hanya ingin kedua negara tetap memiliki hubungan yang baik saja,” tutur dia.

Akan tetapi, Yusril mengatakan, saat dirinya sedang menjalankan itikad baik, pada saat yang sama justru ada pihak-pihak yang meragukan nasionalismenya. Termasuk, dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang mempertanyakan kenapa dirinya bersedia menjadi penasihat hukum kapal Thailand tersebut.

“Saya bingung kenapa masih ada yang meragukan nasionalisme saya,” ucap dia.

Yusril menjelaskan, saat ini dirinya berusaha mengawal kasus tersebut supaya bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Karena, sejak ditahan pada 3 Agustus 2015 lalu, hingga kini belum ada pergerakan sama sekali.

“Akibatnya, kondisi kapal menjadi tak terjaga. Mesin pendingin juga rusak sehingga tidak bisa digunakan untuk menjaga kesegaran ikan yang ditangkap. Kemudian, tanpa ke pengadilan, maka nasib ABK (anak buah kapal) semakin tak jelas,” papar dia.

“Ini tidak bisa dibiarkan, karena masalahnya bisa menjadi meruncing antara Thailand dan Indonesia. Bukan lagi antara kapal Thailand dan Indonesia,” tandas dia.

Kapal Silver Sea 2 asal Thailand ini ditangkap oleh KRI Teuku Umar, Kamis (13/8/2015) dini hari. Foto : Junaidi Hanafiah
Kapal Silver Sea 2 asal Thailand ini ditangkap oleh KRI Teuku Umar, Kamis (13/8/2015) dini hari. Foto : Junaidi Hanafiah

Yusril juga kemudian mengingatkan, jika masalah kapal SS2 tidak segera diselesaikan, maka itu menjadi gambaran bagaimana hukum di Indonesia. Dia menegaskan, Indonesia harusnya bisa mawas diri karena jika kapal asing mengalami kasus hukum di Indonesia, hal serupa juga bisa menimpa kapal Indonesia yang ada di negara lain.

Penanganan Tidak Lambat

Sementara itu, Direktur Penanganan Pelanggaran Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Fuad Himawan, mengklarifikasi, terkait dengan somasi yang dilakukan Yusril Ihza Mahendra, KKP sudah di jalan yang benar.

Dalam somasi, pada intinya Yusril menyampaikan lambatnya proses pemeriksaan /penyidikan yang mengakibatkan kerugian kliennya, Yotin Kuarabiab, pemilik kapal SS2. Menurut Yusril, lambatnya proses pemeriksaan tersebut melanggar Pasal 73 B ayat 6 UU No. 45 tahun 2009 tentang perubahan UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan.

Menurut Fuad, penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 73A menyampaikan hasil penyidikan ke penuntut umum paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan dimulainya penyidikan. penyidik PPNS KKP selaku penyidik perkara MV. Silver Sea 2 telah menyampaikan hasil penyidikan ke penuntut umum sesuai dengan ketentuan Pasal 73 B UU perikanan.

“Bahwa saat ini penyidik PPNS KKP sedang bekerja untuk melengkapi petunjuk jaksa (P-19) dan akan segera disampaikan kepada Kejaksaan, untuk selanjutnya bisa segera dilimpahkan ke Pengadilan,” urai dia.

Fuad menambahkan, proses melengkapi petunjuk jaksa (P-19) diluar ketentuan 30 hari proses penyidikan yang ditentukan UU Perikanan, sehingga proses yang saat ini dilakukan tidak bertentangan dengan pasal 73 B UU perikanan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,