, ,

RSPO Next, Penguatan Syarat “Hijau” bagi Pebisnis Sawit, Seperti Apa?

Pekerja sawit tengah memasukkan TBS ke truk untuk dibawa ke pabrik. RSPO memperkuat persyaratan bersifat sukarela kepada para anggota yang ingin meningkatkan kriteria dan standar sawit berkelanjutan melalui RSPO Next. Foto: Sapariah Saturi

Pekerja sawit tengah memasukkan TBS ke truk untuk dibawa ke pabrik. RSPO memperkuat persyaratan bersifat sukarela kepada para anggota yang ingin meningkatkan kriteria dan standar sawit berkelanjutan melalui RSPO Next. Foto: Sapariah Saturi

Desakan pasar untuk mendapatkan produk sawit ‘hijau’ dijawab organisasi bisnis sawit berkelanjutan Roundtbale on Sustanable Palm Oil (RSPO), salah satunya lewat penguatan syarat bagi para anggota. Persyaratan tambahan sukarela yang diberinama RSPO NEXT ini rilis Selasa (9/2/16).

Kritikan terhadap standard, kriteria, dan audit RSPO menguat. Di lapangan, anggota-anggota RSPO dilaporkan banyak bermasalah lingkungan sampai konflik sosial. Kebijakan baru ini disebutkan memiliki kriteria lebih ketat untuk produksi minyak sawit dalam mencegah deforestasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca serta memperkuat komitmen hak asasi manusia.

Darrel Webber, CEO RSPO dalam rilis kepada media mengatakan, RSPO NEXT ini merespon permintaan sebagian anggota untuk terus memperbaiki kerangka kerja RSPO. “Ini bagi mereka yang siap dan sanggup menuju tahapan lebih tinggi dalam komitmen terhadap praktik-praktik berkelanjutan,” katanya.

RSPO NEXT, katanya, merupakan pencapaian penting dan bisa menjadi standar baru industri bagi mereka yang bekerja keras mencapai tujuan bersama 100% minyak sawit bersetifikat berkelanjutan.

Ketentuan ini, disepakati dalam pertemuan Dewan Gubernur RSPO November 2015, hasil proses transparan dan kolaboratif, termasuk konsultasi publik selama 60 hari. Konsultasi ini, katanya,   terbuka bagi anggota RSPO dan pemangku kepentingan lain, sesuai praktik terbaik ISEAL.

RSPO menyebutkan, ketentuan baru ini sukarela bagi anggota RSPO yang memiliki kebijakan-kebijakan perusahaan, berlaku luas dan melampaui persyaratan RSPO yang ada.

Untuk memenuhi syarat, para pekebun harus menunjukkan setidaknya 60% perkebunan sawit mereka mematuhi kriteria RSPO. Juga harus berkomitmen menerapkan RSPO NEXT pada seluruh kebun.

Dalam ketentuan RSPO NEXT, harus meliputi beberapa hal, pertama, tak ada deforestasi. Kebijakan ini, hanya mengizinkan perusahaan mengembangkan perkebunan sawit di lahan-lahan dengan vegetasi dan tanah berstok karbon rendah dan harus membatasi emisi karbon dioksida dari konversi hutan.

Kedua, tak menanam di lahan gambut. Dalam standar dan kriteria RSPO biasa hanya merekomendasikan para pekebun sawit menghindari penanaman di gambut. Untuk itu, RSPO NEXT melarang semua pengembangan di lahan gambut setelah 16 November 2015.

Ketiga, tanpa bakar. Poin ini merupakan tambahan dari larangan penggunaan api untuk pembukaan lahan yang sudah ada dalam standard sebelumnya. Pekebun sawit harus memiliki rencana dan prosedur mencegah, mengawasi, dan menanggulangi kebakaran dan daerah sekitar perkebunan.

Keempat, pengurangan emisi gas rumah kaca. RSPO NEXT, mengharuskan pekebun sawit memantau, mengelola dan mengurangi emisi GRK dalam seluruh tahap operasionalnya. Termasuk kewajiban untuk mempublikasikan laporan status dan perkembangan.

Kelima, penghormatan hak petani kecil dan pekerja. Poin ini dikembangkan dari kriteria hak asasi manusia yang terkandung dalam standar RSPO sebelumnya. RSPO NEXT, mengharuskan jika tak terdapat definisi upah hidup layak di suatu negara, pekebun sawit harus mengajak pekerja-pekerja membuat kesepakatan yang disetujui bersama.

RSPO NEXT, juga mengharuskan pekebun mengembangkan program-program penyuluhan untuk membantu petani kecil mengenai aspek kelestarian dan keahlian bisnis. Keenam, larangan penggunaan paraquat, pestisida yang dilarang di Uni Eropa.

Ketujuh, peningkatan transparansi dan ketelusuran. Untuk mendapatkan verifikasi RSPO NEXT, minyak sawit harus bisa ditelusuri sampai ke kebun yang memproduksi.

Pembeli minyak sawit yang ingin berkomitmen RSPO NEXT, bisa melalui sistem pembelian sertifikat ini. Sertifikat hanya tersedia bagi para pembeli yang sudah membeli 100% minyak sawit berkelanjutan bersertifikat melalui sistem rantai pasok RSPO (book & claim, mass balance, segregated atau identity preserved).

“Penggabungan kriteria tambahan dan sukarela ini ke skema sertifikasi RSPO berarti sertifikasi RSPO NEXT bisa memberikan jaminan bagi para pemangku kepentingan, bahwa kepatuhan kriteria telah diverifikasi independen oleh lembaga sertifikasi terakreditasi.”

Annisa Rahmawati, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia belum lama ini mengatakan, RSPO menyadari sistem yang ada belum mampu menyetop praktik-praktik bisnis tak bertanggungjawab. Banyak perusahaan anggota RSPO melampaui kriteria RSPO melalui kebijakan no deforestasi, ini sebenarnya yang akan diadopsi dalam RSPO NEXT. “Agar tak ketinggalan zaman dan peka permintaan pasar besar terhadap produk sawit bebas deforestasi,” katanya.

Kenyataan, masih banyak keraguan RSPO NEXT karena hanya sukarela dan tak mengikat hingga tak serta merta mengubah prinsip dan kriteria, dalam sistem RSPO yang lemah. “Salah satu hal kunci RSPO Next definisi high carbon stock yang tak jelas. Dalam metode yang digunakan, HCS Approach dari HCSA Steering Group adalah satu metode yang dibuat dan dirujuk dalam kebijakan no deforestasi. Selain itu, masih menjadi pertanyaan bagaimana sistem verifikasi atau audit RSPO NEXT ini?”

Seharusnya, kata Annisa, RSPO mengakui peran anggota mereka dalam kelompok Palm Oil Innovation Group (POIG) yang memperkuat prinsip-prinsip bahkan melampaui RSPO. “Juga telah menerapkan ide RSPO NEXT, daripada membuat platform baru yang membingungkan dan bersifat sukarela. Deforestasi adalah salah satu permasalahan sangat urgen diatasi serius bagi industri sawit secara keseluruhan.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,