,

Dari Simeulue ke Merauke, Dibangun Sentra Bisnis Perikanan dan Kelautan

Pembangunan wilayah pesisir dan pulau terluar di seluruh Indonesia dipastikan akan dilakukan dengan prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas, dan memiliki akselerasi yang tinggi. Konsep tersebut, utamanya akan diterapkan dalam pembangunan 15 pulau kecil dan kawasan perbatasan yang sudah dicanangkan Pemerintah Indonesia.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akhir pekan lalu mengklarifikasi, konsep pembangunan seperti itu dinilai paling tepat dilakukan karena berkaitan erat dengan masyarakat di sekitarnya serta sumber daya alam yang dimilikinya.

Adapun, 15 lokasi yang akan dibangun tersebut, adalah Pulau Simeulue, Natuna, Mentawai, Nunukan, Tahuna, Morotai, Biak Numfor, Sangihe, Rote Ndao, Kisar, Saumlaki, Tual, Sarmi, Timika dan Merauke.

“Lokasi-lokasi tersebut dibangun dengan investasi. Jadi, kita dukung. Investasi yang ada adalah dalam bentuk pembangunan sentra bisnis kelautan dan perikanan,” ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Dengan konsep seperti itu, perempuan asli Pangandaran itu berharap, nantinya kehadiran sentra bisnis bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah pinggiran yang bertumpu pada komoditas kelautan dan perikanan dengan pasar internasional.

Untuk pengelolaan dan pengembangan pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan 15 lokasi, Susi menjelaskan, pihaknya sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp305 miliar yang diambil dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dana tersebut, digunakan untuk kegiatan pengadaan sarana pengolahan dan penunjang untuk gudang beku terintegrasi, pengadaan kapal penangkap ikan ukuran 3 sampai 10 gross tonnnage (GT), perahu cepat patroli Pokmaswas, dan peralatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

“Selain itu, dana juga digunakan untuk pembangunan sarana prasarana Unit Pembudidaya Rakyat, sarana prasarana dalam rangka konservasi sumberdaya ikan, tambatan perahu, air bersih, instalasi BBM dan listrik, pabrik es kecil, dermaga, dan single cold storage,” papar dia.

Kesejahteraan Pesisir

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo memepertegas, bahwa keberadaan 15 lokasi pengembangan sentra bisnis di kawasan pesisir dan pulau terluar Indonesia, menjadi penanda bahwa saat ini pembangunan sudah semakin meluas lagi.

Kondisi tersebut, kata dia, membuka peta baru peluang bisnis dan potensi keunggulan daerah di 15 lokasi tersebut. Itu juga, bisa menjadi acuan bagi para stakeholder antar sektor dalam memanfaatkan sarana dan prasarana yang sudah ada atau melengkapi yang belum ada untuk sama-sama membangun sentra bisnis.

“Sehingga nantinya, konektivitas antar pulau dalam  mendistribusikan komoditas kelautan dan perikanan dapat berjalan secara komersial dan menguntungkan bagi kesejahteraan masyarakat pesisir,” ungkap Nilanto.

Akan tetapi, menurut dia, untuk bisa mewujudkan cita-cita bersama tersebut, diperlukan kerja sama BUMN yang fokus menggarap sektor kelautan dan perikanan. Selain itu, perlu juga ada dukungan langsung dari perbankan dalam mengucurkan dukungan danannya untuk pembangunan 15 lokasi.

“Harus ada kerjasama dengan BUMN khusus di sektor kelautan dan perikanan serta perbankan nasional. Ini menjadi kesempatan bagi BUMN yang konsen pada sektor kelautan dan perikanan menyampaikan rencana bisnis untuk pengembangan 15 lokasi, serta pihak perbankan nasional dapat memberikan program kerja yang mendukung pembangunan sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu di 15 lokasi tersebut,” terang Nilanto.

Dasar hukum pembangunan sentra bisnis kelautan dan perikanan terpadu di 15 lokasi adalah Undang-Undang No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No.1/2014.

Suasana Pelabuhan Merauke, Papua. Foto : Wikimedia
Suasana Pelabuhan Merauke, Papua. Foto : Wikimedia

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim meminta kepada Menteri Susi agar pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar dilakukan oleh KKP langsung. Hal itu, karena sudah ada yang dikelola oleh investor asing.

Halim mencatat, sudah ada pulau kecil dan terluar yang dikelola asing di DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Barat. Kepemilikan dan sekaligus pengelolaan oleh asing tersebut, kata dia, bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.

“Itu bertolak belakang dengan Pasal 28 dan 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” sebut dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,