Polisi Air Tangkap Kapal Nelayan Berdokumen Malaysia yang Asik Mencuri Ikan

Pemerintah Indonesia telah berulang kali menenggelamkan kapal asing yang tertangkap mencuri ikan di perairan Indonesia. Namun, kegiatan ilegal ini nyatanya masih juga terjadi hingga saat ini.

Selasa (16/2/2016), Direktorat Polisi Air (Ditpolair) Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri menangkap kapal nelayan asing PKFB 1035 GT 56 yang beroperasi di perairan Aceh. Penangkapan tersebut dilakukan oleh Kapal Lory – 3018 saat melakukan patroli.

“Ketika diperiksa, kapal bermuatan ikan itu tidak mampu menunjukkan surat resmi dan izin beroperasi di perairan Indonesia. Dalam penggeledahan tersebut, Polisi Air menemukan dokumen kapal yang berasal dari Malaysia,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Aceh AKBP T. Saladin, Rabu (17/2/2016).

Selain menangkap kapal beserta barang bukti sekitar dua ton ikan campuran dan pukat harimau, Kapal Lory – 3018 yang dipimpin oleh Iptu Antonius juga menahan nakhoda kapal tersebut, CP (39), dan tiga anak buah kapal (ABK) masing-masing berinisial ES (37), SJ (38) dan PC (52) yang semuanya warga Thailand.

Menurut Saladin, kapal ditangkap sekitar 18 mil dari perairan Langsa, Aceh. Barang bukti dan empat tersangka telah diserahkan ke Satpol Air Langsa untuk pemeriksaan lebih lanjut. “Kapal ini melanggar pasal 86 dan 93 ayat 2 dan 4 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004. Kasus ini juga akan dilimpahkan ke Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Setelah ada keputusan hukum tetap, kapal akan dimusnahkan dengan cara diledakkan,” ujarnya.

Penertiban

Pimpinan Lembaga Adat Laut Kota Langsa atau Panglima Laot Kota Langsa, Yahya Hanafiah mengapreasiasi penangkapan kapal pencuri ikan tersebut. Menurutnya, kapal asing memang layak ditangkap karena bukan hanya melakukan pencurian ikan, tapi juga menggunakan pukat harimau yang merusak ekosistem laut di Aceh. “Kami sangat setuju penangkapan kapal asing. Kami telah cukup lama melaporkan hal ini kepada pihak terkait.”

Yahya menuturkan, selain menindak tegas kapal asing, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga harus menertibkan kapal pukat harimau asal Sumatera Utara yang masih menangkap ikan di perairan Aceh. “Kami nelayan lokal di Aceh, sangat menentang penangkapan ikan menggunakan pukat harimau atau bom ikan. Aturan adat laut di Aceh tidak membenarkan menagkap ikan dengan cara yang merusak ekosistem.”

Panglima Loat Kabupaten Simeulue, Riswan Panter juga mengungkapkan hal yang sama, saat ini kapal nelayan dari Sibolga, Sumatera Utara, sering masuk ke perairan Simeulue untuk menangkap ikan menggunakan bom. “Nelayan lokal mengeluh, selain bertentangan dengan aturan negara dan adat di Aceh, pastinya merugikan nelayan tradisional.”

Menurut Riswan, kejadian ini sudah lama dan masih berlangsung hingga kini. Meski aparat beberapa kali telah menangkap, namun penegakan hukum masih belum memberikan efek jera. “Nelayan tradisional di Aceh khususnya di Simeulue, tidak berdaya dengan kegiatan kapal dari luar Aceh itu. Kami diharuskan menjaga ekosistem laut agar tidak rusak, tapi pihak luar, masuk seenaknya. Mereka menghancurkan terumbu karang dan membunuh bibit ikan,” paparnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,