, ,

Kementerian Baru Petakan Hutan Kelola Rakyat di Kawasan Bebas Izin

Akhir bulan lalu di Sumatera Utara, kelompok organisasi sipil tergabung dalam Jaringan Kolaborasi Penggiat Kehutanan Sumut, membahas mendalam, soal konsep perhutanan sosial. Mereka ini antara lain, Walhi, Hutan Rakyat Institut (HaRI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), ELSAKA, dan Pusat Bantuan Hukum.

Nurhidayati, Kepala Departemen Advokasi Walhi Nasional, mengatakan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bertugas mewujudkan komitmen hutan kelola rakyat 12,7 juta hektar melalui skema hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), hutan adat dan kemitraan.

KLHK, katanya, memiliki peta indikasi alokasi perhutanan sosial (PIAPS). Namun, sementara PIAPs hanya mengalokasikan wilayah-wilayah clean and clear (CnC), atau belum terbebani izin. Padahal, banyak kasus konflik agraria sumberdaya alam (SDA), antara warga atau komunitas di wilayah-wilayah terbebani izin. Untuk itu, resolusi konflik harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam pengalokasian hutan rakyat. “PIAPS perlu direvisi berkala, berdasarkan hasil verifikasi dan padu-serasi dengan peta-peta organisasi masyarakat sipil.”

Potensi areal perhutanan sosial KLHK sekitar 13.548.082 hektar, hutan produksi (5.998.967 hektar), hutan lindung (3.169.978), dan lahan gambut (2.266.006). Ia untuk pemanfaatan jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu. Di izin HTI terkait kemitraan 20% (2.134.286 hektar).

Saurlin P Siagian, Pendiri HaRI, menyatakan, kalau perhutanan sosial hanya kepada wilayah CnC menjadi problematik. Gerakan masyarakat sipil di Sumut guna memastikan revisi tanah-tanah berkonflik.

“Ini problema utama PIAPS atau peta indikatif. Kita tegas mengatakan tanah berkonflik harus menjadi bagian tak boleh dilepaskan dari 12,7 juta hektar.”

Pengalokasian 12,7 juta hektar buat warga ini, perlu dikawal. Jika tak, katanya, bukan tak tidak mungkin muncul mafia-mafia mengatasnamakan rakyat, mencaplok wilayah kelola rakyat.

“Mafia ini bersembunyi di balik koperasi, organisasi rakyat, dan lain-lain. Dengan kemampuan modal pembiayaan, mudah mengusulkan izin pengelolaan, namun peruntukan kemudian jadi perkebunan monokultur, dan ekstraktif, hingga muncul konflik baru,” katanya.

Kusnadi, Direktur Walhi Sumut, menyatakan, alasan Sumut layak mendapatkan hak kehutanan sosial 1,3 juta hektar, karena provinsi terbesar ketiga di Indonesia ini, memiliki hutan luas dengan banyak masyarakat adat hidup di dalam dan sekitar hutan.

Data jaringan ini, luas hutan lindung, ada di Tapanuli Selatan 134.178 hektar. Disusul Mandailing Natal hutan lindung 127.706 hektar, dan Tapanuli Utara 123.670 hektar. Sedangkan luas hutan lindung terkecil di Kabupaten Batubara 1.324 hektar, disusul Langkat 4.700 hektar, dan Serdang Bedagai 5.452 hektar.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,