, ,

Aksi Cegah Korupsi Kehutanan, Berikut Masukan Para Aktivis

Oktober 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis kajian potensi kerugian negara sektor kehutanan yang mencapai triliunan per tahun. Menindaklanjuti kajian ini, pada 24 Februari launching dan penandatangan rencana aksi refomasi penatausahaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor kehutanan KPK bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan kementerian terkait. Kalangan aktivispun memberikan berbagai catatan agar rencana aksi ini sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi sektor kehutanan.

“Rencana aksi pencegahan korupsi ini patut mendapatkan dukungan luas dari masyarakat sipil. Ini harus diperkuat. Kita berharap menjadi pintu masuk memperbaiki tata kelola kehutanan dan lingkungan di Indonesia,” kata Aktivis Walhi Nasional, Kurniawan Sabar di Jakarta, Senin (22/2/16).

Rencana aksi itu seharusnya bisa mencegah kerusakan lingkungan dampak tata kelola hutan buruk. “Pencegahan korupsi kehutanan tak hanya konteks penyelamatan kekayaan negara, juga penyelamatan lingkungan yang menjamin keberlanjutan masyarakat dan semua.”

Selama ini banyak modus korupsi kehutanan, mulai gratifikasi proses perizinan, revisi RTRW pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan, juga PNBP. “Kerusakan karena korupsi sumber daya alam terus meluas. Selain kerugian negara, ada banyak kerugian lain.”

Selain korupsi, pengelolaan SDA buruk juga mengubah peradaban masyarakat yang selama ini bergantung kawasan hutan.

Hasbi Berliani, Program Manager SEG Kemitraan mengatakan, kerugian negara setiap tahun mencapai Rp7,24 trilun ini lebih besar dari anggaran pembangunann pendidikan wajib belajar sembilan tahun, bantuan operasi sekolah dan beasiswa miskin.

Jika pemerintah bisa memperbaiki tata kelola, katanya, berpotensi mendatangkan dana besar sekaligus melipatgandakan anggaran KLHK.

Hasbi mengatakan, rencana aksi momen sangat penting dan harus diperhatikan karena mencerminkan perubahan-perubahan ke arah baik.

“Dalam rekomendasi KPK, paling penting upaya penertiban administrasi, pencatatan sistem penatausahaan kayu. Selama ini data lapangan dengan data pusat berbeda. Banyak data seharusnya setor pusat tak sampai. Hilang entah kemana. Sistem pencatatan sangat penting,” katanya.

Penting juga, ada sistem monitoring reguler dan transparan dan harus audit oleh lembaga independen ditunjuk langsung Badan Pemeriksa Keuangan.

“Perlu ada koordiansi antar kementerian. Perlu ada satu sistem transparan bisa dipantau langsung oleh publik.”

Rencana aksi ini, katanya, perlu dilengkapi konsep jelas. “Harus jelas target, siapa bertanggungjawab dan indiakator jelas. Agar keberhasilan bisa diukur.”

Aditya Bayunanda dari WWF Indonesia mengatakan, dalam konteks penyelamatan PNBP kehutanan, sistem harus berubah. Salah satu, katanya, pemungutan provinsi sumber daya hutan (PSDH), salah satu dasar survei potensi tegakan. KLHK masih menggunakan survei manual. “Tim survei ke hutan dan mencatat tinggi, spesies pohon dan lain-lain. Ini bias data tinggi. Rentan human error.”

Dia menyarankan ada penyederhanaan sistem yang tak harus melihat spesies kayu, tetapi berapa volume tegakan kayu. “Ini bisa dilihat dari citra satelit. Tidak tergantung banyaknya paper work, seringkali njelimet. Pengusaha membayar awal tanpa harus menunggu kayu ditebang.” Penyederhanaan sistem, katanya, akan menjamin pemasukan benar-benar valid.

Aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, korupsi SDA, selain kerugian negara juga isu penyelamatan hutan.

Korupsi kehutanan ditangani KPK ada tujuh melibatkan 23 aktor, baik suap, pemberian rekomendasi HGU oleh pejabat, alihfungsi lahan, pengadaan di Kemenhut, dan penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan.

“Ada korelasi antara konteks revisi UU KPK dengan korupsi sektor kehutanan. Banyak pihak merasa terganggu kerja KPK. Sejumlah politisi punya konsesi hutan dan tambang, pejabat pemerintah juga. Mereka terganggu dengan KPK.”

Belakangan Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR sepakat menunda revisi UU KPK, bukan berarti mencabut rencana.

“Isu palling santer penyadapan. Ini terkait suap menyuap dalam keberlanjutan konsesi untuk penerbitan izin baru. Kalau pakai konteks normal sulit menjerat pelaku. Caranya pake penyadapan. Kepala daerah obral izin menjelang pilkada dan pemilihan anggota legislatif maupun pilpres,” katanya.

Dia mendesak pimpinan KPK sekarang agar nota kesepahaman bisa terealisasi dan ada kepastian pemerintah. Jadi, ada komitmen bersama memberikan sanksi kepada kepala daerah yang menjadi pelaku kejahatan kehutanan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,