, ,

Plastik Dijual, Namun Sampah Plastik di Laut Tetap Tinggi

Keputusan Pemerintah Indonesia untuk tidak lagi menggratiskan kantong plastik seharga Rp200 per kantong, dinilai akan berdampak positif pada kesehatan laut Indonesia. Hal itu, karena laut Indonesia selama ini masih tak bisa dilepaskan dari sampah kantong plastik.

Namun, meski sudah ada pengaturan distribusi kantong plastik di darat, sampah plastik diperkirakan tidak akan langsung turun signifikan. Penyebabnya, karena masyarakat masih merasa mampu membeli kantong plastik seharga Rp200.

Untuk itu, menurut Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution, perlu ada keterlibatan Pemerintah lebih jauh lagi untuk bisa mengurangi produksi sampah di laut. Karena, produksi sampah plastik di laut sangat bergantung pada warga yang tinggal di kawasan daratan.

“Indonesia sebagai penyumbang sampah ke lautan kedua terbesar di dunia, harus segera berbenah diri dalam pengelolaan sampahnya,” ungkap dia, Selasa (23/2/3016).

Menurut Arifsyah, jika tidak dilakukan langkah lebih besar, maka sampah-sampah yang ada di daratan berpotensi akan masuk ke lautan. Pada akhirnya, sampah yang ada di laut akan mengancam keberlangsungan ekosistem laut Indonesia.

Untuk itu, dia meminta agar Pemerintah melakukan pengelolaan secara terpadu di seluruh provinsi, sehingga sampah yang dihasilkan bisa lebih terpantau.

Masalah Baru

Terkait rencana Pemerintah yang akan membangun pengelohan sampah insinerator, termasuk gasifikasi dan pyrolisis, itu dinilai Greenpeace Indonesia sebagai rencana yang salah. Karena, jika rencana membangun pusat pengolahan tersebut yang rencananya ada di tujuh kota, justru akan menghasilkan masalah baru.

Menurut Juru Kampanye Detox Greenpeace Indonesia Ahmad Ashov Birry , teknologi insinerator jika digunakan justru akan menghasilkan sejumlah polutan berbahaya dan termasuk di dalamnya adalah jenis Dioxin, yaitu material paling beracun yang dikenal ilmu pengetahuan dapat menyebabkan kanker pada manusia.

“Insinerator itu justru melepaskan berbagai polutan dalam bentuk gas, abu dan residu beracun lainnya. Filter yang digunakan untuk membersihkan gas dalam cerobong insinerator juga menghasilkan limbah beracun padat dan cair. Itu juga semua harus dibuang,” tutur dia.

Ashov kemudian menjelaskan, karena produksi sampah terus bertambah dari hari ke hari, sementara teknologi pengolahan juga belum ada yang efektif, maka satu-satunya cara agar lautan Indonesia bisa terbebas dari sampah, terutama sampah plastik, adalah dengan mencegah sampah masuk ke laut.

“Untuk mencapai itu maka harus ada penghapusan produksi sampah dan limbah beracun juga. Caranya, dengan menghapus penggunaan bahan beracun berbahaya, menstransformasi proses produksi dan penanganan setelah pakai dari berbagai produk yang digunakan,” sebut dia.

Sampah Mikroplastik

Menurut staf pengajar Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Nasirin, sampah yang mendominasi di lautan biasanya dalam bentuk sampah mikroplastik. Karena bentuknya yang kecil, sampah tersebut sangat berbahaya karena bisa menyerupai fitoplankton dan menjadi makanan ikan kecil.

“Kalau dimakan oleh ikan kecil, maka itu akan menjadi rantai makanan. Karena ikan kecil akan dimakan oleh ikan lebih besar, dan pada akhirnya akan dimakan oleh manusia. Mikroplastik ini sangat berbahaya untuk kesehatan,” cetus dia.

Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch
Sampah plastik dan mikroplastik di lautan membahayakan bagi penyu karena dianggap makanan. Banyak penyu dan biota laut yang mati karena memakan sampah di lautan. Foto : ecowatch

Menurut Nasirin, apapun jenis sampah yang ada di lautan, itu akan sangat mengganggu untuk kehidupan manusia, termasuk untuk wisata bahari yang sedang berkembang pesat saat ini. Jika ada sampah, wisatawan yang sedang menyelam atau snorkeling akan sangat terganggu.

“Tidak hanya itu, sampah plastik ini membahayakan keberlangsungan hidup biota laut yang saat ini. Termasuk, biota laut yang berstatus langka seperti penyu. Bukan rahasia lagi, jika penyu sering memakan plastik yang wujudnya mirip ubur-ubur saat mengambang di permukaan laut,” jelas dia.

Untuk itu, Nasirin menghimbau kepada siapapun yang ada di lautan ataupun di daratan, untuk sama-sama tidak membuang sampah sembarangan. Karena, walau ada di daratan, sampah bisa saja masuk ke lautan karena memang terbawa arus sungai.

Dari data yang dirilis Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKHK), Indonesia saat ini masih menduduki peringkat kedua setelah Tiongkok sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di laut.

Sampah plastik di Tiongkok mencapai 262,9 ton/tahun, sementara di Indonesia produksinya mencapai 182,2 juta ton/tahun. Di bawah Tiongkok dan Indonesia, ada Filipina yang memproduksi 83,4 juta ton/tahun, Vietnam sebesar 55,9 juta ton/tahun, dan Srilanka dengan 14,6 juta ton/tahun.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,