,

Desa Adat Bergerak Lindungi Teluk Benoa 

Dua pria difabel mengayuh kursi rodanya dengan semangat, Minggu (28/02/2016) di depan pintu masuk Pulau Serangan yang direklamasi kemudian dimangkrakkan investor sejak 1994 lalu. Keduanya dari Tampaksiring, Gianyar.

Koordinator aksi memberi arahan agar ribuan warga yang berkumpul di titik Serangan ini bersiap mulai longmarch ke arah pintu masuk jalan tol di atas perairan dekat Pelabuhan Benoa. Kursi roda dikayuh makin kuat mengikuti peserta aksi dari berbagai kabupaten ini. Mereka dari Bali Timur, Utara, dan Tenggara seperti Karangasem, Buleleng, Nusa Penida, Lembongan, Gianyar, dipimpin sejumlah kepala desa pekraman (adat) sekitar tol di titik ini seperti Kepaon, Pemogan, Serangan, Sanur, dan lainnya.

Titik Serangan hanya satu dari empat titik kumpul. Para bendesa atau kepala desa pekraman ini akan mengepung Teluk Benoa dari empat penjuru. Titik lainnya di Selatan yakni titik Nusa Dua, Kelan, dan Tanjung Benoa. Sedikitnya ada 19 bendesa pekraman yang terlibat.

Sambil menunggu aba-aba, secara serempak mereka mulai aksi jalan kaki menuju pintu masuk tol. Hanya Tanjung Benoa yang beraksi di laut area Teluk Benoa. Puluhan kapal besar dan kecil dengan ribuan warga mengacungkan bendera tolak reklamasi dan mengenakan kaos masing-masing desa.

Aksi mengepung Teluk Benoa untuk meminta pemerintah membatalkan Perpres buatan Susilo Bambang Yudhoyono yang mengganti status Teluk Benoa dari konservasi menjadi zona pemanfaatan. Aksi serentak ini seolah menjadi pernyataan sikap, menyambut rapat yang rencananya dipimpin Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti Senin (29/02/2016) di Jakarta.

Puluhan warga, lembaga, dan desa pekraman mendapat undangan ini beberapa hari sebelumnya. Isinya, “sehubungan dengan rencana kegiatan reklamasi di Kawasan Teluk Benoa, Kementerian Kelautan dan Perikanan bermaksud mengundang Saudara menghadiri pertemuan yang akan dilaksanakan pada  Senin, 29 Februari 2016. Waktu 10.00 WIB s.d selesai, tempat Ruang Rapat Gedung Mina Bahari I Lantai GF Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat. Pimpinan rapat  Menteri Kelautan dan Perikanan.”

Aksi dari titik Serangan ini terhenti di pintu menuju gerbang tol. Kepolisian menjaga agar massa tak lanjut menuju tengah tol. Kendaraan yang menuju tol diarahkan balik kanan karena ribuan warga sedang aksi. Orasi di sini berlangsung sekitar satu jam oleh para bendesa pekraman.

Aksi di laut dari Tanjung Benoa, Bali pada Minggu (28/02/2016) Foto : Forbali
Aksi di laut dari Tanjung Benoa, Bali pada Minggu (28/02/2016) Foto : Forbali

Bendesa Pekraman Kepaon Ida Bagus Suteja dalam orasinya mengatakan aksi serentak ini sekali lagi memastikan sikap desa mendesak Presiden Jokowi mencabut Perpres 51 tahun 2014 yang memberi lampu hijau rencana reklamasi oleh TWBI ini.

“Kami sudah ke Jakarta ingin bertemu Presiden Jokowi di istana dan menyampaikan suara kami,” ujarnya. Selain itu ia mengaku akan memenuhi undangan yang ditandatangani Plt Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Slamet Soebjakto pada Senin ini walau harus bayar sendiri tiket pesawatnya. KKP memberikan akomodasi.

Ketut Jarot dari Desa Pekraman Pemogan mengingatkan gerakan desa adat akan terus membesar selama pemerintah tak segera memutuskan rencana reklamasi ini. “Rekan kami di Sidakarya sudah perah ditahan karena bersuara,” serunya tentang keseriusan warga ini.

Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) I Wayan “Gendo” Suardana menyatakan kini komando berada di tangan para bendesa pekraman. Secara resmi, sudah ada 13 Desa Adat di Kabupaten Badung dan ada 6 Desa Adat di Kota Denpasar menyatakan menolak dengan tegas rencana reklamasi tersebut melalui surat setelah rapat desa. “Ini adalah aksi simbolik, sehingga kami memilih aksi di pintu masuk Tol dan di perairan Teluk Benoa,” Ungkap Gendo, panggilan akrabnya.

Keempat titik kumpul ini memusatkan aksinya di pintu masuk tol dan perairan Teluk Benoa. Aksi massa dari titik Tanjung Benoa menyambut titik Kelan dan Nusa Dua yang berada lebih dekat di area Teluk.

“Kalau ada orang yang menyatakan Teluk Benoa bukan kawasan suci, maka orang tersebut tidak memahami Teluk Benoa. Desa Adat yang lebih paham, karena kami di Desa Adat yang menggelar ritual adat dan agama di Teluk Benoa,” ucap Wayan Swarsa selaku Bendesa Pekraman Kuta dalam orasinya.

Warga sepertinya sudah mulai emosi dengan lambatnya pemerintah merespon suara penolakan ini. Terlihat dari kaos-kaos baru yang dibuat sebagai medium bersuara. Misalnya ada rombongan dengan kaos bertuliskan “Tolak Reklamasi Harga Mati” dan “Diam Bukan Pilihan. Tolak Reklamasi Berkedok Revitalisasi Teluk Benoa”

Relawan memungut sampah setelah aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa, Bali pada Minggu (28/02/2016) Foto : Luh De Suriyani
Relawan memungut sampah setelah aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa, Bali pada Minggu (28/02/2016) Foto : Luh De Suriyani

Usai aksi, beberapa warga dengan serius memunguti sisa sampah kecil yang tersisa di jalanan. Sampah lainnya sudah terwadahi sejak dimulainya aksi karena warga sudah buang sampah di tempat yang disiapkan.

Sementara di gedung-gedung pemerintahan, suara penolakan ini kerap dibatasi oleh pimpinan rapat. Seperti pada Rapat publik tentang Analisa Dampak Lingkungan (Andal) yang dipimpin KLHK pada 29 Januari lalu di Kantor Gubernur Bali.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,