,

Warga Bali: Hentikan Reklamasi Teluk Benoa!

Penolakan keras kembali disuarakan masyarakat dan berbagai elemen di Bali, terkait dengan rencana reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan oleh salah satu investor swasta dalam negeri. Penolakan tersebut, karena reklamasi dinilai hanya akan memberi masalah baru bagi masyarakat dan alam yang ada di Bali.

Suara penolakan tersebut disampaikan langsung di hadapan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Kantor KKP, Jakarta, Senin (29/2/3016).

Seruan untuk menolak reklamasi tersebut datang secara bersama dari masyarakat, tokoh adat, pakar, dan juga mahasiswa yang semuanya datang secara khusus dari Bali ke Jakarta. Salah satunya, adalah Ketut Sudiarta, akademisi dari Universitas Warmadewa Bali. Dia meminta Pemerintah campur tangan untuk membatalkan reklamasi karena itu merusak lingkungan.

Menurut Ketut, dia bersama sejumlah akademisi dan pakar sudah melakukan kajian terkait proyek reklamasi yang akan dilakukan di Teluk Benoa, Kabupaten Badung. Proyek tersebut, tidak saja akan merusak lingkungan, tapi juga akan merugikan masyarakat di Bali, dan khususnya yang tinggal di sekitar Kabupaten Badung.

“Ibarat kata, Ibu Menteri ini sudah ketinggalan kereta. Kenapa KKP bisa mengeluarkan izin reklamasi, kami sangat menyayangkan itu. Kami menyesalkan, karena KKP sejak lama selalu mempromosikan wilayah pesisir dan pulau kecil dengan pendekatan blue economy, tapi ini bertentangan,” ungkap dia.

Yang dimaksud bertentangan dengan blue economy, kata Ketut, tidak lain karena proyek reklamasi itu hanya akan fokus pada proyek mencari keuntungan semata. Menurutnya, tidak bijak jika Pemerintah ataupun investor yang akan melaksanakan reklamasi di Bali, melihat proyek tersebut dari kaca mata Jakarta, sebagai ibu kota Negara.

“Reklamasi itu dilakukan dengan berbagai alasan. Salah satunya, adalah untuk kepentingan mitigasi bencana dan mengurangi resiko di daerah bencana. Tapi, Teluk Benoa adalah ekosistem. Jadi, sudah seharusnya jika ekosistem bentang alam itu dihindarkan,” sebut dia.

Reklamasi Tidak Menjawab Masalah

Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno yang terlibat dalam kajian reklamasi di Bali, menyebut bahwa proyek reklamasi di Teluk Benoa sama sekali tidak menjawab segala masalah lingkungan yang ada di pulau masyhur tersebut.

“Masalah yang ada di Bali kan banyak. Salah satunya adalah kerusakan lingkungan. Masalah sampah, sedimentasi di sungai, dan sebagainya, itu yang harusnya diselesaikan. Dengang reklamasi, itu bukan menyelesaikan masalah, tapi justru menambahnya,” ucap dia.

Dia mengungkapkan, salah satu alasan kenapa Teluk Benoa harus direklamasi, kata investor adalah untuk mengurangi resiko bencana tsunami di Bali. Namun, bagi dia, mitigas bencana tersebut salah besar pemetaannya. Karena, justru dengan adanya reklamasi, resiko bencana tsunami semakin besar lagi.

Untuk itu, yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah bagaimana bisa memperbaiki daerah aliran sungai (DAS) yang ada di Bali. Dengan memperbaiki DAS yang jumlahnya ada lima, maka masalah lingkungan akan bisa diperbaiki secara perlahan.

Tanjung Benoa berdampingan dengan Teluk Benoa. Foto: Luh De Suryani
Tanjung Benoa berdampingan dengan Teluk Benoa. Foto: Luh De Suryani

Sementara itu Akademisi dari Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali Wayan Merta, menyebut, proyek reklamasi Teluk Benoa tak lebih hanya sebagai proyek investor pada umumnya saja. Dimana, materi dan keuntungan yang akan selalu dijadikan pertimbangan.

“Padahal, ada unsur lain yang tak kalah pentingnya, yakni masyarakat. Lagipula, apakah memang Bali membutuhkan pembangunan pariwisata dengan konsep melalui reklamasi? Itu harus dipertanyakan. Karena, wisatawan yang datang ke Bali itu untuk menikmati budayanya,” tutur dia.

Saat ini saja, tanpa ada reklamasi, pembangunan hotel di Bali tak bisa dibendung. Di Kabupaten Badung saja yang dipercaya menjadi sumber populasi hotel di Bali, ada 95 ribu hotel yang sudah berdiri dari total 133 ribu hotel di Bali. Jumlah tersebut, diyakini terus bertambah karena ada hotel yang belum atau tidak terdata.

“Kalau reklamasi dilakukan, apakah ada jaminan akan berhenti pembangunan hotel dan objek pariwisata lain? Apakah akan ada sisa untuk masyarakat Bali?” tanya dia.

Reklamasi Beri Dampak Negatif

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abetnego Tarigan dalam kesempatan yang sama menjelaskan, dari hasil kajian yang dilakukan pihaknya selama ini, belum ditemukan ada proyek reklamasi di Indonesia ataupun di negara lain yang tidak memberi dampak negatif.

“Reklamasi di Dubai (Uni Emirat Arab), Singapura, dan sejumlah negara lain, juga sama. Di Teluk Jakarta saja yang paling mutakhir juga sama. Jadi, kalau Teluk Benoa akan direklamasi, maka siap-siap saja akan ada dampak negatifnya,” tandas dia.

Membantah tentang dampak negatif tersebut, Susi Pudjiastuti mengatakan, proyek reklamasi yang sudah ada selama ini memang banyak negatifnya karena prasyarat yang harus dipenuhi tidak dilakukan. Kata dia, seharusnya sebelum reklamasi dilakukan, maka prasyarat tersebut harus dipenuhi dulu.

“Contohnya, adalah jika harus mereklamasi 700 hektare, maka harus dibangun dulu ketersediaan air dengan jumlah yang sama di lahan tersebut,” sebut dia.

Susi kemudian mengatakan, walau ada banyak pihak yang menolak reklamasi di Teluk Benoa, namun pihaknya saat ini belum bisa berbuat apa-apa. Hal itu, karena investor juga melakukan belum melakukan apa-apa di Teluk Benoa. Selain itu, izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga masih belum keluar.

“Jadi, kesimpulannya kita tunggu saja dulu. Tapi saya juga membela kepentingan stakeholder,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,