,

Nasib Kelam Rangkong, Antara Perburuan dan Jasa yang Terlupakan

Rangkong, burung berukuran besar ini dijuluki petani hutan yang tangguh. Bukan tanpa alasan bila Margaret F. Kinnaird dan Timothy G. O’Brien, peneliti rangkong dan hutan tropis, memberi penghargaan setinggi itu kepada burung yang dikenal memiliki kesaktian menebar biji ini. Dengan kemampuan terbangnya hingga rentang 100 kilometer persegi, burung ini dapat menebar biji sejauh jarak tempuh tersebut yang tanpa kita sadari, kegiatan meregenerasi hutan telah dilakukan oleh rangkong.

Kehadiran rangkong juga memiliki hubungan postif tak terpisahkan dengan hutan. Ya, keberadaan rangkong di hutan menunjukkan bila rimba tersebut pastinya dipenuhi oleh pepohonan yang sehat. Pasalnya, rangkong membutuhkan pohon yang tegap dan kuat untuk digunakan sebagai sarangnya yang diperkirakan berdiameter 45 cm. Dengan begitu, pohon-pohon yang berpostur besar ini pastinya berada di hutan yang jauh dari kegiatan pembalakan.

Rangkong merupakan burung yang masuk dalam keluarga Bucerotidae (julang, enggang, dan kangkareng), yang ditandai dengan ukuran tubuhnya dari 65 cm hingga 170 cm. Beratnya juga bervariasi, dari 290 hingga 4.200 gram. Paruhnya panjang dan ringan dengan kepakan sayap yang terdengar keras. Rangkong pun tersebar di Afrika, Asia wilayah tropis, serta Indonesia dan Papua Nugini.

Khusus Indonesia, ada 13 jenis rangkong yang tersebar di Nusantara yang 3 jenisnya merupakan endemik Indonesia yaitu 2 jenis di Sulawesi; julang sulawesi (Ryhticeros cassidix) dan kangkareng sulawesi (Rhabdotorrhinus exarhatus); serta 1 jenis di Pulau Sumba yakni julang sumba (Ryhticeros everetti).

Enggang gading yang di penghujung 2015, statusnya ditetapkan Kritis akibat perburuan yang tinggi. Foto: Yokyok Hadiprakarsa
Enggang gading yang di penghujung 2015, statusnya ditetapkan Kritis akibat perburuan yang tinggi. Foto: Yokyok Hadiprakarsa

Sementara jenis lainnya adalah enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), enggang jambul (Berenicornis comatus), julang jambul-hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), julang emas (Rhyticeros undulatus), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris), rangkong badak (Buceros rhinoceros), enggang gading (Rhinoplax vigil), rangkong papan (Buceros bicornis), dan julang papua (Rhyticeros plicatus).

Bila dilihat peta persebarannya, Sumatera berada di urutan pertama untuk persebaran keragaman rangkong yaitu sembilan jenis yang diikuti Kalimantan dengan delapan jenis, lalu Wallacea empat jenis dan Jawa hanya tiga jenis.

Yokyok Hadiprakarsa, dari Rangkong Indonesia, menuturkan Indonesia merupakan pemilik habitat dan populasi rangkong terbesar di Asia. Semua jenis rangkong ini dilindungi UU No 5 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No 7 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Rangkong juga (julang sumba) merupakan satu dari 25 spesies terancam punah yang diprioritaskan meningkat populasinya sebesar 10 persen tahun 2019 nanti. “Artinya, pentingnya rangkong dalam ekosistem memang sudah diakui dan harus dilindungi. Bahkan, kehidupan rangkong ini beriringan dengan budaya manusia. Sebut saja, relief rangkong di Candi Prambanan dan rangkong yang mendapat tempat khusus di hati Masyarakat Dayak sebagai lambang kesucian.”

Diburu

Dengan statusnya yang dilindungi, seharusnya kehidupan rangkong di rimba belantara aman tanpa gangguan. Namun, fakta di lapangan sungguh mengejutkan. Terutama enggang gading yang oleh IUCN Red List nasibnya ditetapkan Kritis (CR/Critically Endangered) atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar di penghujung 2015. Statusnya lompat dari Near Threatened (NT) atau mendekati terancam punah menjadi Kritis akibat maraknya perburuan dan menyusutnya hutan sebagai habitat alaminya.

Yokyok memaparkan, perburuan enggang gading cukup marak dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan investigasi yang dilakukan Rangkong Indonesia bersama Yayasan Titian, pada 2013 tercatat sekitar enam ribu rangkong gading dewasa diburu untuk diambil paruhnya di Kalimantan Barat. Sedangkan pada 2015, tercatat sekitar 2.343 paruh rangkong gading berhasil disita dari pasar ilegal di Indonesia, Tiongkok, dan Amerika yang setelah ditelusuri semua paruh itu berasal dari Indonesia. Jika ditotal, dari 2012-2016 awal, sekitar 8.343 individu enggang gading yang dibantai dengan tujuan utama diselundupkan ke Tiongkok.

“Sejak abad ke-17 tepatnya zaman Dinasti Ming, bangsawan Tiongkok sudah menginginkan cula rangkong gading untuk dijadikan hiasan. Cula yang berada di atas paruh ini beratnya sekitar 13 persen dari berat tubuhnya yang struktur materinya hampir sama dengan gading gajah. Bentuknya padat dan solid.”

Kecemasan akan masa depan rangkong, terlebih nasib enggang gading ini juga yang disampaikan Yokyok dalam “Konferensi Nasional Peneliti dan Pemerhati Burung Indonesia II” yang berlangsung di Yogyakarta, 4-6 Februari 2016. Menurut Yokyok, tingginya perburuan dan berkurangnya pohon spesifik untuk rangkong bersarang berdampak buruk bagi perkembangan rangkong. “Apakah kita harus bangga melihat status enggang gading yang Kritis? Upaya konservasi memang harus dilakukan selain penegakan hukum untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan ini,” paparnya.

Julang emas. Foto: Asep Ayat

Tak jauh berbeda, Adhi Nurul Hadi, dari Balai Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), menuturkan rangkong merupakan  komponen penting dalam ekosistem TNGL, terutama perannya sebagai penebar benih pohon jenis buah-buahan. Rangkong merupakan faktor penting penunjukan kawasan Gunung Leuser sebagai taman nasional.

Menurut Adhi, dalam perkembangannya, jenis burung dilindungi ini merupakan salah satu satwa liar yang paling dicari pemburu untuk dijadikan obat atau awetan. Mengapa? Karena harga jualnya yang tinggi. “Pengamanan populasi dan habitat rangkong di TNGL melalui sosialisasi, patroli, dan penegakan hukum terus kami lakukan. Pada 2015, ada 25 perkara tindak pidana kehutanan yang ditangani BBTNGL yang 6 kasusnya terkait peredaran dan perburuan satwa liar.”

Giyanto, Wildlife Crime Unit Spesialist/Wildlife Conservation Society (WCU/WCS), mengatakan, seiring perkembangan teknologi, perdagangan burung ilegal pun, termasuk rangkong, ikut tren perkembangan zaman. Memang, metode konvensional masih digunakan seperti bertemu langsung dengan antara pedagang dan pembeli di pasar burung. Namun, yang harus diwaspadai sekarang adalah melalui online. “Situs e-commerce, jejaring sosial, dan grup di smartphone banyak digunakan para pelaku kejahatan karena lebih praktis, aman, dan jangkauannya lebih luas.”

Menurut Giyanto, cara-cara yang dilakukan pemburu untuk menangkap burung dari alam juga terus mereka perbarui. Ada yang menggunakan senjata api, pakai jaring atau lem, membuat perangkap kandang, memasang jerat, bahkan tanpa belas kasihan mengambil anakan dari sarangnya. “Konservasi burung, yang tak hanya rangkong, memang harus dilakukan bersama. Harus lintas personal dan instansi, bahkan lintas negara untuk menghadapi jaringan para pemburu yang skala internasional.”

Sebagai petani hutan sejati, rangkong telah memainkan kelihaiannya sebagai pemencar biji yang pastinya menciptakan keseimbangan ekologis. “Alih-alih berterima kasih atas jasa rangkong yang tiada tara ini, segelintir manusia justru membantainya demi keuntungan pribadi,” papar Yokyok.

Daftar 13 jenis rangkong di Indonesia dan status konservasi internasional

  Nama Indonesia1 Nama ilmiah2 Nama Inggris IUCN3 CITES4
1.    Enggang Jambul Berenicornis comatus White-crowned hornbill NT II
2.    Rangkong Gading Rhinoplax vigil Helmeted hornbill CR I
3.    Enggang Papan Buceros bicornis Great hornbill NT I
4.    Enggang Cula Buceros rhinoceros Rhioceros hornbill NT I
5.    Enggang Klihingan Anorrhinus galeritus Bushy-crested hornbill LC II
6.    Kangkareng Hitam Anthracoceros malayanus Black hornbill NT II
7.    K.  Perut-putih Anthracoceros albirostris Oriental pied hornbill LC II
8.    Julang Jambul-hitam Rhabdotorrhinus corrugatus Wrinkled hornbill NT II
9.    Kangkareng Sulawesi Rhabdotorrhinus exarhatus Sulawesi hornbill VU II
10.  Julang Sulawesi Rhyticeros cassidix Knobbed hornbill VU II
11.  Julang Sumba Rhyticeros everetti Sumba hornbill VU II
12.  Julang Emas Rhyticeros undulatus Wreathed hornbill LC II
13.  Julang Irian Rhyticeros plicatus Papua hornbill LC II


Catatan: 1. Penamaan Indonesia (Sukmantoro et al. 2007); 2. Nama ilmliah (Josep del Hoyo et al. 2014); 3. IUCN, 2015; CITES, 2015. Sumber: Rangkong Indonesia

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,