, ,

Untuk Ketiga Kali, DPRD DKI Kembali Batalkan Pengesahan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta

Pengesahan rancangan peraturan daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)  dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Pantura kembali dibatalkan oleh DPRD DKI Jakarta. Pembatalan tersebut, dikabarkan karena jumlah anggota DPRD yang hadir tidak memenuhi kuorum.

Pembatalan yang ketiga kalinya tersebut, mendapat reaksi keras dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Seharusnya, pembatalan tersebut tidak dilakukans secara sepihak oleh DPRD. Karena, agenda tersebut sudah dijadwalkan sejak jauh hari.

Kepala Bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan DPP KNTI Martin Hadiwinata mengatakan, daripada terus menunda pengesahan, sebaiknya Raperda tersebut dihentikan saja. Karena, jika dilanjutkan, maka itu sama saja memuluskan langkah Teluk Jakarta untuk direklamasi.

“Kedua raperda tersebut akan memuluskan proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Jika itu terjadi, kehidupan nelayan tradisional dan masyarakat pesisir, khususnya perempuan, akan terpinggirkan dan terampas,” ucap Martin kepada Mongabay, Selasa (01/03/2016).

Tidak hanya itu, Martin menyebutkan, jika dua raperda tersebut jadi disahkan, maka bukan hanya akan memuluskan jalan reklamasi, tapi juga pada akhirnya akan mengancam ekosistem Teluk Jakarta. Jika itu benar terjadi, dia meyakini dampaknya akan buruk untuk Kota Jakarta di kemudian hari.

Demo Nelayan

Saat kabar pembatalan rapat paripurna pengesahan dua raperda di atas mencuat, kelompok nelayan dari sekitar Teluk Jakarta tetap datang ke gedung DPRD DKI Jakarta di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Kedatangan mereka yang jumlahnya mencapai puluhan orang itu, tidak lain untuk menuntut kepada DPRD DKI Jakarta untuk membatalkan dua raperda yang akan disahkan.

Rombongan massa tersebut dipimpin oleh M Taher, Ketua DPW KNTI DKI Jakarta. Mereka melakukan aksi demontrasi di luar pagar gedung DPRD DKI Jakarta. Dengan berorasi dan melakukan atraksi seni, massa kemudian membeberkan tuntutannya.

Salah satu orator, Hasim, 61 tahun, yang berprofesi nelayan di Muara Angke, tak gentar menyuarakan dengan lantang bahwa apa yang dilakukan oleh DPRD tak lebih sebagai upaya merebut hak warga dan nelayan di kawasan sekitar Teluk Jakarta.

“Janganlah rebut lahan kami. Janganlah merusaknya. Karena, dengan melakukan reklamasi, itu sama juga dengan merusak ekosistem di Teluk Jakarta. Jika demikian, maka penghasilan nelayan juga akan menurun dan kemudian hilang, karena ikan sudah tidak ada,” sebut dia.

Tidak hanya Hasim, ada sekitar 5 (lima) orang orator lain yang ikut menyuarakan penolakannya terhadap rencana pengesahan dua raperda tersebut oleh DPRD DKI Jakarta.

Ketua DPW KNTI M Taher kepada Mongabay menjelaskan, penundaan pengesahan dua raperda tersebut mengindikasikan ada sesuatu yang tidak beres di tubuh DPRD DKI Jakarta. Bukan tidak mungkin, dia menduga ada anggota DPRD yang terlibat dalam korupsi di dalam pembahasan dua raperda tersebut.

Di luar dugaan tersebut, Taher mengungkapkan bahwa kondisi masyarakat sekarang di sekitar Teluk Jakarta sudah mulai menerima dampak negatif setelah reklamasi mulai dilaksanakan. Dampak negatif tersebut, terutama setelah pembangunan Pulau G, C, dan D dilaksanakan di Teluk Jakarta.

“Sekarang nelayan harus mencair ikan lebih jauh lagi, minimal sejauh lima mil laut. Itu terjadi, karena kawasan terdekat yang biasa sudah terjadi pendangkalan, dan itu mulai muncul setelah pembangunan Pulau G dilakukan, sekitar enam bulan lalu,” papar dia.

“Sekarang itu nelayan tradisional harus mengganti kapalnya minimal 10 GT (gros ton) jika tetap ingin mendapatkan ikan. Kapal 5 GT udah tidak terpakai lagi. Tapi, untuk membeli kapal 10 GT itu kan perlu uang lagi. Dari mana itu?” ujar dia.

Karena itu, Taher menegaskan, dia bersama nelayan di Teluk Jakarta hanya bisa berharap DPRD DKI Jakarta membuka mata hatinya untuk melihat kondisi sesungguhnya. Jika Dewan tetap melanjutkan pengesahan dua raperda, maka Dewan tak berguna.

“Tapi, kami tak akan lelah untuk tetap berjuang. Jika tetap disahkan, kami akan membawanya ke Kemendagri untuk membatalkan dua raperda tersebut. Bagi kami, Teluk Jakarta harus diperbaiki, bukan dirusak dengan reklamasi,” pungkas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,