,

Sudah Diintai, Dua Pembalak Liar Tertangkap Tangan Saat Tebang Kayu

Sebanyak 18 personel Brigade Bekantan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Kalimantan Barat bersama personel TNI Denpom Singkawang, Kodam XII Tanjungpura, bergerak cepat menelusuri hutan Taman Wisata Alam Gunung Melintang, di Desa Santaban, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Mereka mendapatkan informasi adanya pembalakan liar di hutan tersebut.

Senin, 22 Februari 2016, di kawasan wisata alam yang berbatasan dengan Malaysia itu, petugas menangkap dua tersangka, Syamsiar (48) dan Buhaeni (36) yang tengah memotong kayu. Dari lokasi, diamankan sejumlah barang bukti berupa chain saw, sebuah parang, sebuah jerigen, dan 40 batang kayu rimba campuran ukuran 9 cmx18 cmx4 m.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono, mengatakan, penyidik SPORC akan menjerat pelaku dengan pasal 33 ayat (3) Jo pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistem; dan atau pasal 50 ayat (3) huruf e Jo pasal 78 ayat (5) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; dan atau pasal 12 huruf c  Jo pasal 82 ayat (1) UU No.18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Perusakan dan Perambahan Hutan (P3H).

“Dari BAP tersangka dan saksi-saksi serta alat bukti lainnya, penyidik akan mengurai modus operandi dan kemungkinan untuk menjerat keterlibatan pihak lainnya,” tambah Sustyo. Dia mengharapkan, penangkapan tersangka akan memberikan efek jera dan peringatan bagi pembalak liar lainnya. Terlebih, penyidik menjerat pelaku dengan pasal berlapis, yang ancaman hukumannya lebih berat.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, menambahkan, saat ini KLHK tengah meningkatkan upaya pengamanan kawasan dan penindakan kepada para pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. “Termasuk illegal logging dan perambahan kawasan. Langkah pengamanan kawasan ini dilakukan sekaligus untuk mencegah agar tidak terjadinya kebakaran hutan kembali. Penindakan tegas kepada pembalak liar perlu dilakukan, karena illegal logging merupakan salah satu modus perambahan kawasan hutan.”

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga sudah mendeteksi adanya perambahan di beberapa kawasan hutan konservasi. “Padahal hutan konservasi merupakan benteng terakhir sumber daya kehati Indonesia dan sumber air yang harus dijaga keberadaannya untuk mendukung kehidupan masyarakat,” tambahnya.

Gunung Melintang, secara administratif berada di Kecamatan Paloh dan sebagian kecil di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 107/Menhut-II/2013 tanggal 12 Februari 2013, luasnya ditetapkan 21.172 hektare. Wilayah nya merupakan habitat beragam fauna seperti monyet ekor panjang, trenggiling, jenis enggang, juga reptil.

Berdasarkan data BKSDA Kalbar wilayah ini dulunya merupakan areal HPH PT. YAMAKER.  Terdapat kebun sawit dalam kawasan seluas 915 hektare milik PT. Kaliau Mas Perkasa II, tahun 2011, tepatnya di Desa Sentaban, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas.

Menurut Daerah Operasi III Singkawang, BKSDA Kalbar, dalam website-nya disebutkan, penyidikan adanya areal kebun sawit tersebut ditangani oleh pemerintah pusat yang sampai saat ini belum tuntas. Sebelum penetapan statusnya, di kawasan Gunung Melintang tepatnya di Dusun Setinggak, Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, terdapat pemukiman penduduk yang bercocok tanam sahang, karet dan durian. Ada juga pelebaran jalan di Desa Sungai Bening, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas dengan panjang  ±6,4 km dan lebar ±12 m.

Sketsa TWA Gunung Melintang. Sumber: BKSDA Kalbar

Jaga hutan

Terpisah, Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia, dalam keterangan tertulisnya menyatakan, menjaga kelestarian hutan Indonesia berikut keragaman hayati yang ada di dalamnya bukanlah hal mudah. “Upaya semua pihak, termasuk kita diharapkan turut berpartisipasi menjaga dan melindungi huta beserta hidupan liar yang ada. Misal, melaporkan adanya kejahatan kehutanan atau perburuan satwa liar yang terjadi ke pihak berwenang terdekat,” ujarnya, Kamis (3/3/2016) sekaligus memperingati World Wildlife Day.

Arnold melanjutkan, bila mengacu pada jumlah polisi kehutanan (polhut) yang ada saat ini dipastikan tidak seimbang dengan luasan hutannya. Menurutnya, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2015, jumlah polhut yang ada sekitar delapan ribu personil. Dari jumlah tersebut, sekitar lima ribu personil merupakan tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan tiga ribu personil di bawah kendali KLHK.

Padalah, bila mengacu dari hasil studi Tigers Alive Initiative (TAI), diperlukan sedikitnya delapan polhut untuk setiap wilayah seluas 100 kilometer persegi. “Bila dikaji dari luasan hutan lindung dan konservasi di Indonesia, sedikitnya ada 48.000 personil polhut yang diperuntukkan menjaga kelestarian hutan. Bukan hanya hutan, tetapi juga kesinambungan hidup flora dan fauna yang ada.”

Menambah jumlah polhut guna mengamankan hutan Indonesia dan meminimalisir perburuan satwa liar dilindungi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan. “Hutan Indonesia berikut kawasan konservasi dan keragaman hayatinya merupakan aset berharga kita yang harus serius dijaga,” papar Arnold.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,