Disahkan Jadi UU, Negara Wajib Lindungi Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam

Rapat paripurna DPR RI XXI tahun 2015-2016 yang dilaksanakan pada Selasa (15/3/2016) menjadi saksi terciptanya sejarah baru di Indonesia. Rapat tersebut melahirkan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam yang diperjuangkan cukup lama oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beserta stakeholder.

Namun, menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Abdul Halim, Pemerintah sebaiknya berhati-hati dalam menerapkan UU baru tersebut. Pasalnya, di dalamnya banyak sekali item kewajiban yang harus dipenuhi dan itu tidak bisa dibantah lagi.

Menurut Halim, kehadiran UU tersebut menjadi penjelas kesimpangsiuran mengenai kewajiban negara untuk melindungi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Selain itu, kehadiran UU tersebut juga memastikan bagaimana skema perlindungan dan pemberdayaan bagi ketiga stakeholder tersebut.

“Dalam konteks pemenuhan hak-hak ketiga subyek hukum tersebut, sudah seharusnya negara mengalokasikan anggaran untuk sebesar-besar kemakmuran masyarakat pesisir,” ungkap dia di Jakarta, Selasa.

Halim menyebutkan, disahkannya UU tersebut sekaligus juga membuktikan bahwa perjuangan rakyat bisa berhasil meski harus melewati rintangan yang berat. Berulang kali, kata dia, RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR RI selama periode 2010-2014.

“Tapi, berulang kali pula perjuangan tersebut menemui kegagalan. Kemudian, baru pada masa 2014-2019 ini dimasukan dalam Prolegnas lagi dan berhasil,” ungkap dia.

Sebelum resmi menjadi UU, Halim mengatakan, perjalanan RUU tersebut sempat mengalami perubahan nama dari RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dan Pembudidaya Ikan menjadi RUU Perlindungan Nelayan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.

Dukungan Penuh 10 Fraksi

Dalam rapat yang digelar di Gedung Dewan tersebut, pengesahan RUU menjadi UU mendapatkan dukungan dari 10 fraksi yang ada. Mereka adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golongan Karya, Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Nasdem, dan Fraksi Partai Hari Nurani Rakyat.

Dengan pengesahan tersebut, maka Pemerintah wajib merealisasikan skema perlindungan dan pemberdayaan dengan mengalokasikan anggaran sedikitnya 10% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Jumlah tersebut dialokasikan untuk 2,7 juta nelayan, 3,5 juta pembudidaya ikan, dan 3 juta petambak ikan.

“Dengan adanya kebijakan dan dukungan alokasi anggaran inilah, UU ini akan memberikan kesejahteraan kepada ketiga pahlawan protein dan mineral tersebut,” tandas dia.

Rapat Paripurna sendiri dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dan dihadiri langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo menyampaikan pidatonya dan menyebut bahwa nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam adalah lapisan masyarakat miskin di Indonesia. Dia menyebut, mereka menjadi miskin karena kurang prasarana, akses dan pembiayaan, sehingga berimbas pada ekonomi keluarganya.

Menteri Susi Pudjiastuti sendiri mengapresiasi apa yang sudah dilakukan DPR RI terkait pengesahan UU tersebut. Bagi dia, UU tersebut memiliki peranan strategis dan menjadi payung hukum bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam di seluruh Indonesia.

“Ini adalah langkah kongkrit pemerintah untuk mensejahterakan kehidupan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Diharapkan Undang-Undang ini dapat meningkatkan produksi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam untuk lebih menggali sumber daya yang ada dengan baik,” harap Susi.

Setelah resmi menjadi Undang-Undang, Menteri KP Susi Pudjiastuti mengaku sudah menyiapkan langkah dengan membuat peraturan turunan.

Premi Rp250 miiar

Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja saat RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam disetujui Komisi IV, menjelaskan, pihaknya mulai menyiapkan langkah-langkah untuk menyambut kehadiran UU. Salah satunya, dengan menyiapkan asuransi untuk sejuta nelayan di seluruh Indonesia.

Untuk keperluan tersebut, Sjarief menyebutkan, KKP sudah mengalokasikan anggaran sebesar Rp250 miliar yang akan dijadikan dana untuk membayar premi asuransi. Saat ini, pihaknya terus melakukan pendataan nelayan mana saja yang berhak menjadi penerima asuransi.

“Siapa saja nelayan yang akan menerimanya, mereka adalah nelayan kecil yang memiliki kapal di bawah 10 GT (gros ton). Mereka ini harus ada identitas yang jelas, rumahnya dimana, kartu identitasnya ada atau tidak. Jadi dia bukan sebagai makelar,” tutur dia.

Di luar nelayan tradisional yang akan mendapat asuransi dari Pemerintah, Sjarief mengungkapkan, jika RUU resmi menjadi UU, maka perusahaan yang mengoperasikan kapal dan memiliki anak buah kapal (ABK) wajib untuk mengasuransikan ABK-nya. Jika tidak dilakukan, maka perusahaan tersebut terancam akan mendapat sanksi pidana dan denda.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,