,

Mampukah Program Desa Peduli Api Dorong Keberhasilan Restorasi Gambut?

Pemerintah Sumatera Selatan dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan gambut menjalankan program desa peduli api (DPA). Program ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk perusahaan hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan sawit. Mampukah program tersebut mendorong upaya restorasi gambut yang diinginkan Pemerintahan Jokowi-JK?

Ada 118 desa yang menjadi sasaran DPA. Sebanyak 96 desa berada di kawasan gambut. Desa ini tersebar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebanyak 55 desa, Banyuasin (16 desa), Musi Banyuasin atau Muba (25 desa). Pada 2015, kebakaran lahan gambut di 96 desa tersebut, sekitar 377.333 hektare terjadi di OKI, 141.126 hektare di Banyuasin, dan 108.281 hektare di Muba.

Berdasarkan data Pemerintah Sumatera Selatan 2016 mengenai pedoman gerakan pengendalian karhutlah, semua desa yang mengalami kebakaran tersebut berada di sekitar perusahaan HTI, perkebunan sawit, perusahaan migas, dan hutan negara.

Desa di sekitar konsensi HTI tercatat 13 desa di Kabupaten OKI, 3 desa di Kabupaten Muba, dan 1 desa di Kabupaten Banyuasin. Desa di sekitar konsensi perkebunan kelapa sawit; 15 desa di Kabupaten OKI, 10 desa di Kabupaten Muba, 12 desa di Kabupaten Banyuasin.

Jangan sebatas pencitraan

Banyak pihak berkomitmen menjalankan program DPA yang disampaikan saat deklarasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutlah) Sumatera Selatan, 7 Maret 2016, di Griya Agung Palembang.

Selain UNDP-REDD+ yang mendorong pembuatan sekat kanal dan embung, pemberdayaan ekonomi masyarakat, kegiatan serupa dilakukan sejumlah perusahaan HTI dan perkebunan sawit.

Perusahaan HTI, PT. Bumi Mekar Hijau (BMH), yang beberapa waktu lalu digugat oleh KLHK di Pengadilan Negeri Palembang dan kini dalam proses banding, tercatat akan melakukan pendampingan DPA. Sebut saja di Kecamatan Tulung Selapan yang akan mendampingi Desa Lebung Gajah, Desa Lebung Hitam Darat, dan Desa Tulung Seluang.

Kondisi pembibitan akasia di konsesi PT. BMH yang terbakar pada 2015. Foto: Berlian Pratama
Kondisi pembibitan akasia di konsesi PT. BMH yang terbakar pada 2015. Foto: Berlian Pratama

Terhadap rencana pendampingan DPA tersebut, Forum Jurnalis Karhutlah Sumsel (ForJuka), menilai komitmen yang dilakukan sejumlah pihak hendaknya bukan sebatas pencitraan. “Program DPA luar biasa, tapi jangan sebatas pencitraan. Seperti yang diharapkan Pemerintah Indonesia, bukan hanya lahan gambut yang terhindar kebakaran, tapi juga dijaga dan masyarakat di sekitar hidup sejahtera,” kata Berlian Pratama, Ketua ForJuka, Selasa (15/03/2016).

Oleh karena itu, kata Muhammad Rasyid Irfandi, Sekretrais ForJuka, Badan Restorasi Gambut (BRG) yang telah dibentuk presiden harus melakukan pemantauan aktif terhadap program tersebut. “Pemerintah Sumsel juga harus mengawasi.”

ForJuka yang berperan melakukan peliputan dan penyebaran berita terkait upaya pengendalian karhutlah, berusaha menyampaikan fakta yang banyak dan mendalam. “Fakta-fakta yang dapat dipegang masyarakat dan penyelenggara negara, sehingga jika dilakukan proses penegakan hukum terhadap para pelaku akan memenuhi unsur keadilan,” kata Irfandi.

Adio Syafri dari Hutan Kita Institute (HaKI) menilai program DPA akan berjalan jika benar-benar melibatkan masyarakat. “Restorasi gambut bukan sebatas menjaga lahan. Masyarakat bukan sekadar dilibatkan sebagai tenaga pemadam kebakaran. Mereka yang berada di wilayah gambut harus hidup sejahtera. Program DPA harus menjadi peluang bersama,  semua pihak harus terlibat, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan.”

Hadi Jatmiko, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, mengatakan berbagai upaya pengendalian karhutlah termasuk program restorasi gambut, tidak akan terasa adil bagi masyarakat jika proses penegakan hukum terhadap pelaku pengrusakan tidak dilakukan. “Penegakan hukum yang pertama harus dijalankan. Lalu upaya perbaikan dan ganti rugi,” ujarnya.

Seorang ibu tengah mancing di lahan gambut dengan latar  rumah sarang walet. Foto: Berlian Pratama
Seorang ibu tengah mancing di lahan gambut dengan latar rumah sarang walet. Foto: Berlian Pratama
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,