, ,

Teluk Jakarta Direklamasi atau Direstorasi Saja?

Walaupun DPRD DK Jakarta hampir merampungkan tugasnya untuk mensahkan peraturan daerah yang membahas tentang reklamasi Teluk Jakarta, namun gerakan penolakan tentang reklamasi masih gencar dilakukan aktivis dan masyarakat.

Namun, karena surat keputusan (SK) untuk pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta sudah ada yang keluar, penolakan yang dilakukan bersifat gugatan hukum. Hal itu, karena dengan cara tersebut, masyarakat memiliki peluang untuk bisa membatalkan reklamasi yang saat ini sudah berjalan.

Ketua Divisi Hukum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata di Jakarta, Rabu (16/3/2016), menjelaskan, gugatan yang kini sedang diproses di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta itu, diharapkan bisa memberi peringatan kepada Pemerintah, utamanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Martin menjelaskan, walau sejumlah izin pembangunan sudah dikeluarkan dalam proyek reklamasi di Teluk Jakarta, dia bersama aktivis berkeyakinan, langkah hukum yang diproses sekarang akan menghasilkan sesuatu yang positif.

“Ini yang memang sedang kita tempuh. Penolakan kita memang harus menempuh jalur hukum, karena izinnya sudah dikeluarkan oleh Pemprov DKI,” tutur dia.

Dalam kaitan tersebut, Martin berpendapat bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti harus ikut perperan, karena izin reklamasi seharusnya dikeluarkan oleh dia dan bukan oleh Gubernur DKI Jakarta.

Sementara itu Koordinator Kajian Bidang Strategis Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Alan Koropitan memaparkan, jika reklamasi Teluk Jakarta terus dilakukan, maka dampak buruknya akan segera dirasakan oleh masyarakat dan dunia industri di sekitarnya.

Hal itu, karena proyek reklamasi akan menyebabkan penambahan sedimentasi di dasar air Teluk Jakarta dan sekitarnya. Tidak main-main, dia menyebut, sedimentasi bisa melebihi 50 cm dan itu bisa mengakibatkan munculnya sumbatan aliran sungai dari 13 sungai yang ada di seluruh Jakarta.

“Aliran sungai tersebut bermuara di Teluk Jakarta. Kalau tersumbat karena sedimentasi, maka itu akan merugikan Jakarta. Bukan hanya banjir besar yang mengancam Jakarta, tapi itu bisa memengaruhi aktivitas industri di sekitarnya,” jelas dia.

Dalam beberapa tahun terakhir saja, sebelum proyek reklamasi dilaksanakan, menurut Alan, sedimentasi yang terjadi di Teluk Jakarta sudah meningkat hingga mencapai 50 sentimeter setiap tahun.

“Selain menyebabkan sumbatan aliran dari 13 sungai, sedimentasi juga bisa mengganggu pertumbuhan terumbu karang yang ada di Teluk Jakarta,” sebut dia.

Dengan fakta tersebut, Alan lebih sepakat jika Teluk Jakarta itu dilakukan restorasi dan bukan reklamasi. Dengan restorasi, maka ekosistem Teluk Jakarta akan terselamatkan, sedangkan dengan reklamasi itu justru sebaliknya karena akan ada kerusakan-kerusakan.

Kehidupan Perempuan Nelayan

Dampak buruk yang akan dirasakan dari proyek reklamasi Teluk Jakarta, ternyata tidak hanya untuk para nelayan saja, tetapi juga buat para perempuan yang ada di kampung nelayan di kawasan tersebut. Padahal, faktanya, banyak sekali perempuan yang terlibat aktif dalam industri perikanan kelautan di sekitar Teluk Jakarta.

Arieska Kurniawaty dari Solidaritas Perempuan mengungkapkan, dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta yang sekarang sedang berlangsung, seharusnya semua pihak, baik Pemerintah maupun juga investor swasta yang terlibat bisa mengakui peran perempuan.

“Jangan sampai, perempuan di kampung nelayan itu hanya diakui sebagai istri saja, tapi akuilah mereka sebagai pribadi yang punya peran penting,” tutur dia.

Arieska mencontohkan, jika reklamasi bisa merusak ekosistem laut di Teluk Jakarta, maka itu akan berdampak pada hasil tangkapan ikan para nelayan. Jika nelayan memiliki keterbatasan armada kapal dan juga alat tangkap karena harus berlayar lebih jauh, maka perempuan yang akan terkena dampaknya langsung.

“Karena ekosistem rusak, nelayan harus berlayar lebih jauh. Sementara, kapal dan alat tangkap juga terbatas karena itu hanya bisa digunakan untuk cakupan dekat saja. Akibatnya, tentu saja pendapatan nelayan mengalami penurunan,” sebut dia.

Dalam kondisi tersebut, perempuan akan jadi tulang punggung karena harus tetap menyediakan makanan dan kebutuhan pokok lainnya di rumah.

“Ini yang akan menjadikan perempuan memiliki peran sangat penting. Jika tidak ada perempuan, apakakah rumah-rumah akan tetap bisa bertahan kehidupannya?” ucap dia.

Terpisah, Menteri KP Susi Pudjiastuti menolak untuk terlibat lebih jauh dalam kasus proyek reklamasi Teluk Jakarta yang kini sedang diproses di PTUN Jakarta. Menurut dia, jika dia terlibat aktif, dikhawatirkan bisa menjadi bahan politisasi untuk pihak-pihak tertentu.

“Kalian korek-korek mau politisasi saja. Enggak boleh, jangan bikin pak Ahok jelek karena urusan reklamasi. Iya dong, urusan reklamasinya salah, tapi pak Ahok baik bekerja kok,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,