,

Polemik Tambang Rakyat di Taman Nasional Lore Lindu

Siang di awal Maret 2016, ratusan penambang rakyat dari Dongi-Dongi, mendatangi kantor DPRD Sulawesi Tengah. Oleh pemerintah mereka biasa disebut PETI atau Penambang Emas Tanpa Izin. Sebutan lainnya yang biasa melekat adalah penambang liar. Ratusan penambang ini berunjuk rasa. Puluhan polisi berseragam lengkap ikut berjaga.

Beberapa di antara mereka naik mobil dan berorasi menyuarakan tuntutan para penambang. Tuntuan yang paling menonjol adalah penolakan surat keputusan (SK) Bupati Kabupaten Poso yang melarang aktivitas pertambangan rakyat di kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Jika penambang tidak berhenti, pemerintah setempat akan melakukan pengosongan dengan melibatkan aparat seperti TNI dan kepolisian.

“Kami meminta kepada Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola agar memberikan izin kepada masyarakat supaya bisa menambang di kawasan tersebut,” teriak salah seorang orator.

Usai berorasi, perwakilan penambang menemui wakil rakyat. Mereka berharap anggota DPRD tingkat provinsi itu dapat menjembatani kepentingan penambang agar tidak terjadi konflik dengan aparat keamanan.

Aris Bira, Manajer Advokasi Walhi Sulawesi Tengah dalam diskusi yang digelar Walhi Sulteng menjelaskan, ada dua pandangan berbeda dalam melihat pertambangan di Dongi-Dongi. Pertama, ada yang sepakat dengan melihat ada rakyat yang harus diperjungkan hak-haknya, masalah ekonomi, termasuk dari sisi kemanusiaan. Kedua, ada yang menolak tambang rakyat dengan berbagai alasan, di antaranya adalah dampak lingkungan.

“Kerusakan lingkungan menjadi isu yang tidak bisa dipungkiri. Namun, menggunakan cara kekerasan terhadap penambang rakyat harus ditentang,” terangnya kepada Mongabay, 10 Maret 2016 lalu.

Aris menambahkan, beberapa ada yang menilai, harus ada kalkulasi kembali atas wilayah pertambangan tersebut, karena selama Januari hingga Februari ada luasan yang bertambah sekitar 20 hektar, dan semakin banyak penambang yang datang.

“Jika luasannya bertambah, akan semakin sulit mengontrol para penambang rakyat. Perlu upaya penertiban sementara waktu, sembari menghimbau bahwa wilayah itu adalah taman nasional. Namun, tetap harus mengedepankan nilai-nilai kemanusian, agar tidak melanggar hak asasi manusia.”

Walhi Sulteng sendiri, kata Aris, sudah mengagendakan program kerja untuk empat tahun mendatang, mendorong  adanya wilayah pertambangan rakyat (WPR) sesuai kaidah dan ketentuan yang ada seperti peraturan daerah (perda) dan regulasi lainnya. Dengan adanya WPR, akan memudahkan kontrol penambang.

“Walhi Sulteng akan ada pemilihan ketua baru, siapapun yang terpilih harus menjalankan agenda WPR ini,” ujar Aris.

Jalan masuk menuju Taman Nasional Lore Lindu. Foto: Syarifah Latowa

Muhamad Masykur, anggota komisi III DPRD Sulteng, yang memimpin pertemuan penambang rakyat dengan parapihak, seperti dikutip dari Metrosulawesi.com, mengatakan bahwa pada prinsipnya mereka melindungi masyarakat sepanjang tidak melanggar ketentuan. Namun masalahnya, sebagian pihak menganggap tambang Dongi-Dongi tidak masuk dalam kawasan taman nasional dan sebagian lagi menganggap masih bagian dari kawasan taman nasional.

“DPRD sepakat membentuk tim multipihak untuk mengkaji sejumlah masalah antara lain mengenai status lahan apakah masuk dalam kawasan taman nasional atau tidak. Tim tersebut dibentuk dengan melibatkan unsur pemerintah daerah, DPRD, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, dan perwakilan penambang serta tokoh masyarakat.”

Menurut Masykur, tuntutan masyarakat Dongi-Dongi ada tiga; pertama jangan sampai melakukan tindakan represif atas penertiban tambang, kedua penataan kawasan wilayah enclave yang dianggap belum tersosialisasikan kepada penambang, sebab ada sekitar 1.531 hektar wilayah enclave yang masyarakat diberi hak untuk mencari penghidupan di wilayah tersebut. Ketiga, permintaan penambang adalah memperjelas tapal batas antara Kabupaten Sigi dan Poso.

Sementara itu, permintaan penambang kepada Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola, agar mereka bisa beraktivitas menambang lagi di Dongi-Dongi justru mendapat jawaban yang berbeda.

Sang gubernur ketika berada di kampus IAIN Palu pada Jumat, 11 Maret 2016, sebagaimana dikutip dari Kabarselebes.com justru menyatakan akan membereskan tambang ilegal di kawasan Dongi-Dongi, Kabupaten Poso. Menurutnya, sebelum penertiban terlebih dahulu akan dilakukan koordinasi dengan sejumlah pihak yang berkepentingan.

“Upaya koordinasi dilakukan untuk memastikan apakah tambang ilegal itu masuk kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Kalau masuk, maka tidak ada alasan apapun untuk tidak dibersihkan,” kata Longki.

Menurutnya lagi, ia juga mendukung penuh langkah-langkah yang diambil Balai Taman Nasional Lore Lindu untuk mengamankan kawasan itu dan sekaligus memberikan sanksi bagi yang melakukan pelanggaran di kawasan konservasi.

Masyarakat Dongi-Dongi yang menempati kawasan Taman Nasional Lore Rindu. Foto: Syarifah Latowa

Sebelumnya, koalisi Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) dan Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulawesi Tengah, ikut mendesak kepada pemerintah agar menindak tegas kegiatan tambang ilegal yang berada di wilayah Dongi-Dongi. Mereka meminta agar pelaku segera diproses secara hukum.

“Pertambangan emas di wilayah Dongi-Dongi menambah deretan panjang keburukan tata kelola hutan, karena di wilayah tersebut merupakan areal kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Para pelaku harus ditindak tegas dan diproses sesuai hukum yang berlaku sebagaimana Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan ,” kata Direktur LPS-HAM Sulteng, Muhamad Affandi Zarkasih, dikutip dari Kabarselebes.com, Rabu, 2 Maret 2016.

Ahmar Welang dari LBH Sulteng, dalam diskusi yang digelar oleh Walhi, mengatakan dirinya mendukung para penambang dan mendiskusikan soal bagaimana menambang yang baik, meski belum dapat rumusannya seperti apa.

Menurutnya, di kawasan Dongi-Dongi ada banyak titik kandungan emas, meskipun dalam satu titik itu tidak semua ada emasnya. Namun, ia paham banyak yang melihat akan ada kerusakan lingkungan yang terjadi. “Saat ini, penambang di Dongi-dongi yang datang dari luar daerah sekitar 10.000 ribu orang, sementara warga asli yang menambang hanya 300 orang. Apakah lokasi tambang itu taman nasional? Saya katakan, itu bukan. Itu wilayah enclave yang kita ajukan seluas 4.000 hektare.”

Rabu, 23 Maret 2016, Kepolisian Daerah (Polda) Sulteng menggelar rapat koordinasi dengan parapihak terkait tambang rakyat. Hasilnya, polisi memerintahkan para penambang segera mengosongkan wilayah. Jika tidak, pada  29 Maret 2016, polisi yang dibantu personil TNI akan melakukan penindakan karena wilayah tersebut bagian dari kawasan Taman Nasional Lore Lindu.

Peta Taman Nasional Lore Lindu. Sumber: Dephut.go.id
Peta Taman Nasional Lore Lindu. Sumber: Dephut.go.id
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,