,

Karang Mumus, Sungai Vital di Samarinda yang Harus Diselamatkan

Sungai Karang Mumus, salah satu sungai utama di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, yang airnya banyak dimanfaatkan warga tak luput dari tekanan lingkungan yang menyebabkan mutu airnya semakin menurun.

“Air Sungai Karang Mumus bukan hanya keruh kecoklatan melainkan hitam dan berbau. Ikan yang sekarang bertahan hanyalah sapu-sapu,” terang Agist, Koordinator Lapangan Forum Satu Bumi yang mengelar aksi Peringatan Hari Air di Gang Nibung, Samarinda, Selasa (22/03/2016).

Forum Satu Bumi merupakan gabungan LSM dan Organisasi Mahasiswa yang melakukan aksi peringatan Hari Air Sedunia 2016 dengan aksi pemasangan spanduk himbauan untuk menyelamatkan air, melukis kebangkrutan lingkungan, dan orasi yang dipusatkan di Gang Nibung, Jalan Sutomo Samarinda.

Data yang dilansir Forum Satu Bumi menyebutkan, DAS Karang Mumus telah dikepung usaha pertambangan batubara yang luasnya mencapai 12.236,4 hektar atau sekitar 55,2% dari wilayah DAS Karang Mumus.

“Di bagian hulu, ada 12 areal pertambangan batubara. Aktivitas ini berkontribusi besar terhadap pencemaran dan pendangkalan Sungai Karang Mumus,”ungkap Merah Johansyah, Dinamisator Jatam Kaltim dalam orasinya.

Merah kembali mengingatkan, kebutuhan utama air bersih di Kota Samarinda berasal dari Sungai Mahakam. Dan Sungai Karang Mumus bermuara di Sungai Mahakam sehingga air sungai yang berasal dari Sungai Karang Mumus juga turut diolah menjadi air bersih yang disalurkan oleh PDAM Kota Samarinda. “Sekali lagi kualitas air kita tergantung pada praktik kebijakan tata guna lahan. Jika pembangunan kita komitmennya rendah rendah terhadap lingkungan maka sungai tak akan mampu lagi menahan beban pencemaran.”

Pendangkalan bukan hanya terjadi di badan sungai, melainkan juga di Bendungan Benanga yang merupakan tempat penampungan air dari berbagai anak sungai, sebelum dialirkan melalui Sungai Karang Mumus.

“Luasan bendung Benanga yang berfungsi sebagai penampung air bersih makin berkurang. Data Balai Wilayah III Kementerian PU menyebutkan, luas bendung Benanga saat ini hanya tersisa 11 hektare,” ujar Agist yang sehari-hari aktif di Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI).

Masyarakat memanfaatkan air Sungai Karang Mumus untuk kebutuhan sehari-hari. Foto: Yustinus S. Hardjanto
Masyarakat memanfaatkan air Sungai Karang Mumus untuk kebutuhan sehari-hari. Foto: Yustinus S. Hardjanto

Menguak Wajah Karang Mumus

Selain aksi yang dipusatkan di Gang Nibung, kegiatan susur Sungai Karang Mumus dilakukan juga oleh IMAPA Universitas Mulawarman. Romiansyah, sang ketua menuturkan, tujuan kegiatan tersebut dilakukan untuk mendokumentasikan wajah Karang Mumus selain memasang papan himbauan di beberapa titik untuk menjaga kebersihan sungai.”

Susur sungai sepanjang 18 kilometer ini dimulai dari Bendungan Benanga dengan menurunkan tiga perahu karet. Pada beberapa titik, kanan-kiri sungai masih terlihat pepohonan besar. Badan sungai relatif lebar, meski ada juga penyempitan akibat dinding sungai yang longsor.

Romiansyah kembali menuturkan, dalam perjalanan menyusuri Karang Mumus terlihat masyarakat masih memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari. Namun, mereka tidak turut menjaga kebersihan air sungai. “Kita hanya pintar dan gemar memakai, tapi tidak punya kesadaran untuk merawat,” ungkapnya.

Begini kondisi Sungai Karang Mumus bila dilihat lebih dekat. Foto: Yustinus S. Hardjanto
Begini kualitas air Sungai Karang Mumus bila dilihat lebih dekat. Foto: Yustinus S. Hardjanto
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,