,

Kemarau Datang, Seniman Gorontalo Melukis Mural di Tembok Saluran Air

Kemarau melanda Gorontalo. Beberapa wilayah kesulitan air menyebabkan lahan pertanian gagal panen. Seperti yang terjadi di Kecamatan Bongomeme dan Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo. Petani mengeluhkan kemarau yang membuat sistem pengairan ke sawah dan kebun semakin sulit.

Prihatin dengan kondisi ini, sejumlah seniman di Gorontalo mengekspresikan keresahan mereka dengan melukis mural di beton saluran air atau parit-parit yang kering. Kegiatan ini mereka lakukan bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia, 22 Maret 2016.

Sejak siang, para seniman Gorontalo berkumpul di parit yang terletak di Desa Huntu Selatan, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango. Beberapa tampian atau penapis beras yang sudah dilukis dijadikan properti. Salah satu kanvas besar tertulis jelas “Mengenang Air.” Para seniman juga mengajak anak sekolah dasar untuk melukis mural.

“Melalui mural kami ingin menyampaikan pesan kepada khalayak luas betapa pentingnya air. Lingkungan harus dijaga agar air tetap ada,” kata Rio, salah satu seniman di Gorontalo.

Awaludin, inisiator melukis mural di parit mengatakan, sudah dua bulan daerahnya kering di 2016 ini. Meski tidak separah daerah lainnya di Gorontalo, namun masyarakat khawatir berdampak pada padi yang akan memasuki musim tanam April ini.

“Petani di Bone Bolango bisa dibilang beruntung karena akan mulai tanam padi April atau bulan berikutnya. Berbeda dengan petani di kabupaten lain yang gagal panen sejak 2015 hingga 2016 ini.”

Puyenk Malik, petani di Kecamatan Bongomeme, Kabupaten Gorontalo mengatakan, saat ini mereka kesulitan air dan petani gagal panen. Tak hanya itu, sumur-sumur warga ada yang kering.

Puyenk kini menanam rica dan tomat dengan membuat sumur suntik, namun air yang sedikit membuat tanaman kebunnya itu mati. “Air yang menyuplai ke sawah-sawah berasal dari sungai di hulu. Tapi, di sana sudah ditanam sawit. Sebelum-sebelumnya, belum pernah kami mengalami kekeringan dan gagal panen seperti sekarang. Ini ditambah adanya galian C di aliran sungai.”

Seniman Gorontalo melukis mural pada beton saluran air atau parit. Foto: Christopel Paino

Seniman Gorontalo melukis mural pada beton saluran air atau parit. Foto: Christopel Paino

Penyebab

Fitriyane Lihawa, Kepala Pusat Studi Lingkungan dari Universitas Negeri Gorontalo mengatakan, kurang tepat jika kekeringan dan gagal panen masyarakat di Kabupaten Gorontalo, terutama yang berada di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Alo Pohu, disebabkan perkebunan sawit. Apalagi, sedimentasi yang dibawa hingga ke Danau Limboto.

“Memang benar jika sawit sangat rakus air, namun untuk saat ini penyebabnya adalah perkebunan jagung yang berada di lereng-lereng bukit. Karena sawit baru tahap pembibitan, belum sampai produksi. Butuh kajian lagi kalau penyebabnya adalah sawit,” ungkap Fitri.

Namun sedimentasi akibat perkebunan jagung ini, katanya, sangat bervariasi. Tren sedimentasi akan meningkat terjadi di minggu pertama dan kedua, karena saat itu tanahnya gembur. Lalu menurun pada minggu ketiga, sebab tanahnya mengeras.

“Selain itu, curah hujan di wilayah Kabupaten Gorontalo juga tergolong rendah. Ini juga kasat mata dari dampak perubahan iklim.”

Rugaya Biki, Sekretaris Dinas Kehutanan, Pertambangan, dan Energi Provinsi Gorontalo menambahkan, dari hasil pemantauan kualitas air sungai di Gorontalo yang sudah dilakukan selama lima tahun, sebagian besar air sudah tercemar merkuri dan sianida. Menurutnya, paparan mercuri itu disebabkan oleh aktivitas pertambangan emas tanpa izin. “Pencemaran air juga disebabkan sampah dan sungai dijadikan tempat buang air sebagian masyarakat.”

Namun menurut Awal, melukis mural di parit dengan tema mengenang air adalah cara mereka menyelamatkan air di Gorontalo dari perusahaan-perusahaan ekstraktif. “Mari jaga lingkungan dan air kita, sebelum terlambat,” tegasnya.

Danau Limboto yang diprediksi akan hilang pada 2025 akibat pendangkalan dan eceng gondok yang menyelimuti danau. Foto: Christopel Paino
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,