, , ,

BPDP Sawit Alokasikan Rp2,5 Triliun buat Petani pada 2016

Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPS) mengalokasikan dana untuk peningkatan kualitas sawit melalui program penanaman kembali (replanting) sebesar Rp2,5 triliun, tahun ini. ”Dana sawit ini untuk empat tahun pertama sebelum menghasilkan,” kata Kepala BPDPS Bayu Khrisnamurthi di Jakarta (5/4/16).

Langkah ini, merupakan kemitraan petani, perbankan dan perusahaan sawit dalam peremajaan perkebunan sawit dengan dukungan BPDPS. Angka Rp2,5 triliun itu, katanya, dari target replanting 100.000 hektar. Besaran dana replanting Rp25 juta per hektar hingga peremajaan sawit Rp2,5 triliun pada 2016.

Tahap pertama, BPDPS menggelontorkan dana Rp376,45 miliar meremajakan sawit petani 15.060 hektar, antara lain Koperasi Unit Desa (KUD) Mulus Rahayu, Desa Delima Jaya, Kecamatan Kerinci Kanan, Siak, Riau. ”Kebun peremajaan eksplasma,” katanya. Luasan mencapai 270 hektar dengan 135 keluarga petani KUD dan dana BPDPS Rp6,75 miliar.

KUD Mulus Rahayu bekerjasama dengan Bank Syariah Mandiri dan mendapatkan dukungan teknis maupun kesepakatan pembelian PT Indo Sawit Subur, anak usaha Asian Agri Grup. Total nilai pembiayaan peremajaan disepakati Rp16,48 miliar selama 11 tahun.

BPDPS juga memberikan bantuan Rp10 miliar (40% dari total pembiayaan) kepada Koperasi Sawit Mandian Jaya, Desa Bandar Padang dan Desa Bukit Meranti, Kecamatan Seberida, Indragiri Hulu. ”Kebun yang diremajakan swadaya 400 hektar, dimiliki 200 petani.”

Koperasi ini, bekerjasama dengan Bank BRI Agro dengan dukungan teknis dan kesepakatan pembelian hasil PT Smart Tbk, anak usaha Sinar Mas Grup. Nilai kredit disepakati Rp24,7 miliar selama 13 tahun.

Masih proses

Hingga kini, kata Bayu, ada pengajuan penggunaan dana seluas 43.000 hektar. ”Kita proses dulu, dicek syarat kira-kira cocok tidak.” Adapun, tiga syarat penerima, yakni, petani rakyat memiliki lahan kurang empat hektar, petani harus berkelompok memiliki luasan sekitar 300 hektar dalam satu proyek dan wajib berkoperasi dan kesepakatan dengan bank tertentu. ”Serta potensial ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).”

BPDPS juga memasuki penyelesaian dukungan peremajaan 4.396 hektar perkebunan rakyat. ”Itu mencakup 2.140 petani dan 12 koperasi.” Ia terbagi dalam tiga KUD Palalawan dan Siak, Riau, delapan KUD dan koperasi sawit di Musi Banyuasin Sumatera Selatan, serta satu koperasi di Aceh dengan anggaran Rp109,9 miliar.

Badan inipun mendukung rencana BRI membiayai peremajaan 9.994 hektar kebun di Riau dan Sumsel sebesar Rp249,8 miliar serta kredit Rp600 miliar.

Skema penyaluran dana, katanya, sistem penggabungan antara BPDPS dan perbankan. ”Misal, BRI Agro kredit Rp24,7 miliar, BPDP Rp10 miliar, nanti digabung, masuk rekening petani diketahui koperasi petani. Dalam kredit mereka akan dapat jadwal pencairan, dana mengalir sesuai jadwal. Yang mengatur bank,” katanya.

Peran perusahaan

Managing Director Asian Agri Kelvin Tio menyebutkan, perusahaan akan replanting kebun plasma seluas 2.400 hektar 2016. Untuk tahap pertama, replanting dilakukan di lahan petani swadaya seluas 270 hektar. ”Tahun depan kita targetkan 4.500 hektar di Riau dan Jambi.”

Asian Agri juga membantu pengadaan dan penggunaan bibit Topaz dalam peremajaan sawit ini. Bibit ini sudah teruji meningkatkan produktivitas di Sumatera Utara dan Jambi.

Direktur Utama PT Mega Nusa Inti Sawit Franciscus Costan akan memberdayakan petani swadaya di sekitar kebun. ”Swadaya dahulu, kita punya plasma, 100.000 untuk replanting,” katanya.

Tahun ini, mereka akan replanting 3.000-5.000 hektar petani swadaya. ”Sekaligus mendukung sertifikasi ISPO.”

Dengan bantuan BPDBS, katanya, diharapkan petani tak takut replanting. ”Replanting akan memperbaiki produktivitas tanaman jadi rata-rata empat ton TBS per hektar setiap bulan,” kata Pawito Saring, Ketua KUD Mulus Rahayu. Rata-rata usia sawit petani biasa 25 tahun, kini melewati 28 tahun produktif.

Genomik untuk peremajaan

Selain menggelontorkan dana sawit, BPDBS pun mendorong perusahaan mendukung aplikasi teknologi penghasil bibit unggul sawit. Selama ini, risiko bibit-jelek aau bibit-gagal mencapai 30%. Keadaan ini, menimbulkan kesenjangan produktivitas antara perkebunan rakyat dan perusahaan.

”Dana sawit dialokasikan maksimal dan menjaga petani tak mengalami kerugian akibat salah pilih bibit. Itu diketahuni setelah berbuah, empat lima tahun.”

Teknologi ini berdasarkan pencirian genomik berdasarkan peta-gen (genome maping) sawit. Adapun penemuan itu, dari team dengan pakar utama Indonesia (Dr. Moh Arif Budiman) bekerja di perusahaan AS (Orion Genomic). ”Dapat disediakan bibit lebih produktif dan memberi akurasi teknis hingga bibit gagal sekitar 0,5%.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,