Wisata dan Ancaman Kelestarian Hiu Paus di Gorontalo Itu Memang Ada

“So kacau, so kacau,” kata Ridwan Abdulatif.

Raut wajah nelayan berusia 62 tahun itu tampak kebingungan. Ia berdiri di bibir pantai. Di hadapannya, perahu ramai berkumpul membawa penumpang. Beberapa di antaranya hilir mudik. Mereka adalah pengunjung yang ingin melihat hiu paus (Rhincondon Typus) di Desa Botu Barani, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango. Jumlahnya yang  makin bertambah dari hari sebelumnya menciptakan keramaian yang mirip pasar terapung.

“Ini susah dikontrol. Perahu-perahunya bukan dari sini lagi, tapi datang dari desa tetangga. Saya tidak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya,” kata Ridwan.

Beberapa nelayan bahkan tidak lagi melaut. Perahu mereka disulap sebagai ojek. Para penumpang dikenakan tarif Rp10 ribu hingga Rp25 ribu per kepala. Selain itu, nampak pula perahu bermesin tempel dengan penumpang belasan orang, baik dewasa atau anak kecil. Mereka berfoto dengan satwa yang dikenal jinak itu.

“Hiu paus mulai luka,” ungkap Ridwan.

Menurutnya ada yang luka di mulut  dan siripnya. Ada dugaan luka itu akibat terbentur badan perahu yang tidak memberikan ruang gerak bagi hiu paus. Para pengunjung yang naik perahu pun menyaksikan hiu paus seperti melihat atraksi lumba-lumba dengan membuat kegaduhan.

Kehadiran hiu paus di Gorontalo ini mulai ramai dibahas di media sosial, terutama Facebook. Karena membludaknya pengunjung, netizen ramai-ramai mulai menghimbau agar tidak memperlakukan satwa raksasa itu dengan cara menyentuhnya. Namun, beberapa foto yang diunggah memperlihatkan sebagian besar pengunjung menyentuh mulut dan tubuh hiu paus, bahkan ada yang menungganginya.

Warga berbondon iingin melihat wisata hiu paus. Foto: Christopel Paino
Warga berbondong ingin melihat wisata hiu paus. Foto: Christopel Paino

Kondisi itu membuat lima Putri Gorontalo yang menjadi duta wisata turun ke lokasi dan membagikan brosur kepada pengunjung. Brosur berisi panduan berinteraksi dengan hiu paus. Mereka menganjurkan kepada pengunjung agar tak menyentuh ikan raksasa itu.

“Tapi banyak yang tak peduli dengan himbauan kami. Mereka tetap saja menyentuh hiu paus, bahkan ada yang membuang sampah di laut,” ujar Nur Handayani Manto, Duta Wisata Gorontalo.

Panduan berinteraksi dengan hiu paus itu bersumber dari World Wide Fund for Nature. Panduan itu menjelaskan, sebelum melihat hiu paus, harus dilakukan briefing sekitar 10-15 menit. Isi dari briefing harus mencakup ucapan selamat datang dan perkenalan diri, pengaturan waktu dan destinasi, pengenalan terhadap hiu paus, hingga aturan untuk berinteraksi dengan hiu paus.

“Pengunjung juga harus jaga jarak. Beri ruang hiu paus sejauh 5 meter bila berenang bersama. Dan yang utama dilarang menyentuh,” kata Nur berdasarkan brosur panduan yang ia bagikan pada pengunjung.

Larangan lainnya yang ada dalam panduan itu adalah tidak mengeluarkan suara keras, melakukan gerakan mendadak, dan mencipratkan air yang dapat memprovokasi atau mengganggu hiu paus. Penggunaan scuba harus dibatasi. Maksimal dua pengguna dalam satu grup namun, dihimbau untuk tidak menggunakannya. Serta, saat snorkeling bersama hiu paus harus digilir perkelompok, satu grup maksimal 6 orang termasuk pemandu.

“Sayang banyak yang cuek dengan panduan yang kami bagikan. Kami khawatir hiu paus yang luka ini setres dan berujung kematian.”

Berdasarkan pedoman dan monitoring hiu paus yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), satwa ini masuk daftar merah species terancam oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan status Rentan (Vulnerable).

Populasinya diperkirakan mengalami penurunan 20-50 persen dalam kurun waktu 10 tahun. Pada 2002, hiu paus dimasukkan Apendiks II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), yang artinya perdagangan internasional untuk komoditas ini harus melalui aturan yang menjamin pemanfaatannya tidak akan mengancam kelestariannya di alam.

Pengunjung yang ramai ingin melihat hiu paus. Foto: Christopel Paino
Pengunjung yang ramai ingin melihat hiu paus. Foto: Christopel Paino

Wisata akan ditutup

Minggu sore, 10 April 2016. Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie meninjau langsung wisata dadakan hiu paus. Rusli datang dengan instansi terkait, seperti Dinas Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan, dengan melibatkan Polisi Air dan Angkatan Laut. Tak menunggu lama, Rusli langsung naik perahu karet bergabung dengan ratusan orang yang melihat hiu paus.

Ketika asyik melihat kemunculan hiu paus sembari memberi makan dengan kepala udang, sejumlah pengunjung yang naik perahu nelayan terbalik. Jaraknya tak begitu jauh dengan Rusli Habibie. Beruntung, pengunjung yang sebagian besar perempuan itu segera diselamatkan oleh Basarnas (Badan Sar Nasional) yang ikut melihat hiu paus.

“Kehadiran hiu paus ini anugerah luar biasa buat Gorontalo. Dari 250 hiu paus yang tersebar di Indonesia, 10 ekornya ada di Gorontalo,” kata Rusli Habibie mengutip laporan yang ia terima dari KKP.

Ia berharap hiu paus di Gorontalo ini akan menjadi destinasi wisata baru, tidak hanya lokal dan nasional, tapi juga internasional. Namun dengan membludaknya pengunjung dan melihat hiu paus yang sudah luka, untuk sementara waktu sang gubernur akan menutup tempat wisata itu dan memutuskan tidak ada lagi perahu yang lalu-lalang.

“Tempat ini ditutup dulu untuk pengunjung. Bagi penyelam jangan dulu mendekat ke area hiu paus, karena akan dibuat zonasi atau batas tempat hiu paus bermain. Saya sudah perintahkah agar ada yang menjaga lokasi ini,” kata Rusli.

Wawan Iko, Wakil Ketua Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Gorontalo, dan juga instruktur selam, mengatakan setuju dengan keputusan gubernur itu. Ia menilai, banyaknya pengunjung akan membuat hiu paus setres. Bahkan, berdasarkan pantauannya minggu sore itu, ia melihat hanya ada dua indukan hiu paus, yaitu jantan dan betina. Sedang anakannya tak terlihat.

“Saya setuju ditutup sementara selama tiga hari, kemudian dibuat regulasinya. Dan beberapa usulan teman-teman saya, kalau perlu tarif wisata dinaikan untuk membatasi pengunjung,” ujar Wawan.

Menurutnya lagi, hiu paus yang ada di Gorontalo kini mengalami ketergantungan pakan. Karena, setiap pengunjung yang ingin melihat hiu paus, selalu membawa makanan berupa kulit kepala udang. Namun yang ia sesalkan, ketika makanan sudah habis, pengunjung tetap memanggil hiu paus itu dengan cara mengetuk-ngetuk badan perahu. Ketika hiu paus mendekat, akan kecewa karena makanannya tidak ada.

“Saya perhatikan hiu paus dan ulah pengunjung ini dengan cara menyelam. Kadang hiu paus mengejar perahu yang tidak ada makanannya karena dipanggil. Atau ia akan mengejar perahu yang datang dan pergi karena sudah ketergantungan terhadap makanan.”

Lima Duta Wisata Gorontalo mendatangi lokasi hiu paus dengan membagikan brosur berisi panduan berinteraksi dengan hiu paus. Foto: Christopel Paino
Lima Duta Wisata Gorontalo mendatangi lokasi hiu paus dengan membagikan brosur berisi panduan berinteraksi dengan hiu paus. Foto: Christopel Paino

Ancaman  

Pemberian makanan berupa kulit kepala udang dari pabrik yang tak jauh dari spot hiu paus, menurut Wawan, tidak baik bagi satwa tersebut. Sebab kulit kepala udang itu ada bagian tajamnya. Sedang makanan utama dari hiu paus adalah plankton dan ikan-ikan kecil yang masih hidup.

“Ini juga yang harus diatur dalam regulasi. Saya juga melihat luka-luka itu selain terkena perahu, ada juga akibat terperangkap jala nelayan.”

Berdasarkan data yang dikeluarkan KKP melalui pedoman dan monitoring hiu paus, kegiatan wisata berbasis hiu paus yang kurang terkontrol dapat memberikan dampak negatif terhadap perubahan perilaku hiu paus.

Pengembangan wisata berbasis hiu paus di indonesia harus dimulai dengan prinsip kehati-hatian. Informasi bahwa hiu paus merupakan satwa dilindungi penuh perlu disebarluaskan ke masyarakat. Pengembangan kegiatan wisata pun harus dilakukan berdasarkan pedoman pemanfaatan hiu paus yang sedang dikembangkan KKP.

“Pemberian makan di Oslob-Cebu, Filipina, menyebabkan hiu paus mengasosiasikan manusia dengan sumber makanan sehingga mereka akan cenderung berenang mendekati manusia,” demikian ditulis dalam pedoman dan monitoring hiu paus.

Dalam pedoman dan monitoring KKP dituliskan, hiu paus yang cenderung berenang lambat, terkadang ditabrak oleh kapal yang melintas. Tabrakan ini dapat menyebabkan luka permanen atau kematian, namun data mengenai insiden tabrakan antara hiu paus dengan kapal tidak terdokumentasikan.

Hiu paus bermigrasi hingga jarak ribuan kilometer. Satwa ini juga mampu menyelam hingga kedalaman 750-1.000 meter. Namun, umumnya lebih banyak menghabiskan waktu di perairan kurang dari 50 meter karena keberadaan makanannya. Sementara kecenderungan hiu paus melakukan penyelaman di perairan dalam diduga untuk mengikuti pergerakan makanannya atau pun untuk mendeteksi kondisi suatu perairan. Kondisi ini persis di Gorontalo.

April 2013, dilaporkan satu hiu paus terdampar di perairan Teluk Tomini, tepatnya di Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Satwa ini terdampar di perairan dangkal dekat hutan mangrove. Beruntung, nelayan setempat berhasil menyelamatkan dengan cara menariknya, menggunakan perahu.

Foto pengunjung yang naik ke punggung hiu paus di Facebook yang dikecam netizen. Sumber foto: Istimewa diambil dari akun Facebook
Foto pengunjung yang naik ke punggung hiu paus di Facebook yang dikecam netizen. Sumber foto: Istimewa diambil dari akun Facebook
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,