Terjerat Jaring Nelayan, Nasib Dua Ekor Pesut Berujung Kematian

Tiga ekor pesut (Orcaella brevirostris) terjaring nelayan di Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, Jum’at (8/04/2016). Satu diantaranya, berukuran lebih besar. Nelayan memutuskan melepas pesut yang lebih besar, sementara dua lainnya, berakhir dengan kematian di tempat pengepul ikan.

Maskur (35), saudagar ikan yang tak lain pemilik kapal tangkap di Batu Ampar, mengungkapkan kejadian tersebut bukan kali pertama di daerahnya. “Sering kena jaring. Nelayan pun tahu lumba-luba hidung pesek ini dilindungi, tapi karena mereka makan dan ada yang suka, tetap ditangkap.”

Maskur mengaku, pesut tersebut dipotong-potong dan dagingnya ditawarkan kepada saudagar ikan di Pontianak. Namun, saudagar tersebut menolak, lantaran daging yang  berupa potongan kecil tersebut satwa dilindungi. “Memang saya jelaskan, takut juga bila ditanya potongan ikan apa.”

Kini, potongan pesut tersebut hanya memenuhi kontainer es miliknya dan belum tahu akan diapakan. Maskur bahkan menunjukkan potongan kepala pesut tersisa itu. “Memotongnya, seperti menyembelih sapi, kambing, atau ayam. Sebagian masyarakat yang menyukai daging pesut memanggil seorang pemuka agama untuk memotongnya.”

Terlebih, kata Maskur, pesut tergolong jinak. Mereka kerap tampak di permukaan air, dekat perahu nelayan. “Ketiga pesut itu terjaring di perairan Batu Ampar, belum jauh dari tempat nelayan bertolak.”

Albertus Tjiu, Manager Regional WWF Indonesia Program Kalimantan Barat mengatakan, temuan yang membuat miris ini menjadi pertanda bahwa perairan di Kubu, rawan terhadap populasi pesut. “Kampanye perlindungan satwa ini harus ditingkatkan. Terlebih, jumlah pesut yang terjaring atau by catch cukup sering,” tukasnya.

Walau dari potongan kepala sudah dipastikan hewan tersebut pesut, namun WWF akan melakukan penelitian lebih lanjut pada potongan daging pesut tersisa. “Pesut merupakan satwa dilindungi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.”

Habitat pesut berada di pesisir dan daerah aliran sungai. Ciri-cirinya, tubuhnya berwarna kelabu hingga biru tua dengan bagian bawah lebih pucat. Tubuhnya tidak memiliki pola khas, sementara sirip punggungnya kecil dan membulat. Pesut tidak bermoncong, dahinya tinggi dan membulat. Mirip ikan lohan. “Tapi, pesut bukan ikan, melainkan mamalia. Untuk pesut kita menyebutnya pesut saja, tidak ditambah kata ikan di depannya,” kata Albert lagi.

Pesut atau lumba-lumba air payau (Orcaella brevirostris) di perairan Kubu Raya dan Kayong Utara, Kalimantan Barat. Foto: WWF

Pada 2011, adanya pesut di Kubu Raya baru diketahui dari kesaksian nelayan. Hingga akhirnya, Tim survei WWF Indonesia bekerja sama dengan Badan Pengembangan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak berhasil mempelajari dan mendokumentasikan keberadaannya.

Hasil yang didapat sangat mengejutkan, dengan jarak survei keseluruhan 248 km, mencangkup 26 jam pengamatan selama 5 hari efektif, beberapa kelompok Irrawaddy Dolphin yang muncul kepermukaan berhasil dideteksi di perairan payau hutan bakau dan nipah serta di selat-selat sempit Batu Ampar. Keberadaan pesut di kawasan tersebut tidak hanya terancam terkena jaring nelayan, namun juga tertabrak kapal yang melintas di perairan Batu Ampar.

Camat Batu Ampar Supriadi mengatakan, kampanye terhadap tumbuhan dan satwa liar dilindungi di wilayahnya memang mendesak. “Upaya konservasi sering kali tidak sejalan dengan mata pencaharian masyarakat. Aksi penyadartahuan, harus dilakukan berkesinambungan dan melibatkan banyak pihak,” ujarnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,