, , ,

Moratorium Izin Tambang Mesti Kuat dan Bersanksi Hukum

Presiden Joko Widodo berencana memoratorium izin pertambangan dan perkebunan sawit. Kalangan organisasi lingkungan, menyatakan, kebijakan harus jelas, kuat dan memiliki sanksi hukum tegas.

Hendrik Siregar, Direktur Eksekutif Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) di Jakarta, Rabu (20/4/16) mengatakan, moratorium kalau tak diikuti kebijakan lain akan sia-sia. Dia berharap moratorium didahului kajian komprehensif.

“Kita bisa lihat bagaimana pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan banyak izin wilayah pertambangan. Ini harus jadi dasar moratorium,” katanya.

Ketika Jokowi mau mengeluarkan moratorium, pertambangan sekarang dikaji dulu. Hampir seluruh wilayah Indonesia, sudah dikavling pertambangan. Terlebih, banyak izin pertambangan tak clear and clean. “Harusnya dibereskan dahulu. Kaitkan dengan tata ruang juga mendorong kebijakan satu peta segera implementasi.”

Hendrik mengatakan, kala kebijakan moratorium jalan, pemerintah harusmbisa mengkaji lahan pertambangan, program dan rencana produksi tambang batubara.

Dia khawatir, moratorium ini ada kaitan dengan revisi UU Minerba. Soalnya, dalam draf RUU Minerba, pemerintah memasukkan klausul pertambangan bawah laut. “Jika ini disahkan, moratorium pertambangan sia-sia. Bias daratan. Bisa saja moratorium tambang di daratan ada, izin tambang bawah laut jalan.”

Dia berharap moratorium diikuti regulasi kuat agar tak mengulang era SBY mengeluarkan kebijakan setop sementara izin hutan tetapi banyak pelanggaran. “Agar tak pengulangan harus ada kajian dan membatalkan pertambangan.One map policy dan tata ruang harus sinkron.

Dia menyoroti, ketidaksinkronan data pertambangan antara KPK, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan pemerintah daerah. “Data perusahan yang memiliki rencana reklamasi pasca tambang saja berbeda. Data banyak bermasalah belum eksekusi pemerintah.”

Aktivis Walhi Pius Ginting mengatakan, moratorium perizinan tambang harus bisa sejalan dengan pembatalan pembangunan infrastruktur yang mendukung pertambangan. Dia mencontohkan, pembagunan jalur ganda kereta api pengangkut batubara di Sumatera dan Kalimantan. Jika proyek itu jalan, moratorium bakal sia-sia.

“Ini akan jadi angin lalu kalau tak diikuti kebijakan membatalkan infrastruktur batubara.”

Rencana pembangunan infrastruktur khusus batubara, katanya, tak sejalan konsen dunia internasional mengurangi batubara dan perlindungan hutan.

Senada dengan Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Arif Fiyanto. Dia memandang, harus kuat dan ada sanksi hukum tegas.

Moratorium, katanya, harus dibarengi penghentian rencana pembangunan infrastruktur mendukung pertambangan.“Jika tak dihentikan membuat komitmen Indonesia kurangi emisi mustahil tercapai. Jalan bongkar cadangan batubara di hutan makin gampang.”

Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya menambahkan, moratorium tak bisa berbasis waktu. Harus jelas arah, tujuan apa hendak dicapai dengan kebijakan itu.

“Cantolan hukum gak bisa hanya Inpres, harus lebih kuat. Moratorium penting. Tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki tata kelola juga harus jelas. Kaalu tanpa review izin dan penegakan hukum ya percuma,” katanya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , ,