,

Sebelum Direstorasi, Masyarakat Butuh Pemahaman Mengenai Pengelolaan Gambut

Sebagian warga yang hidup di sekitar lahan gambut di Sumatera Selatan (Sumsel) mengaku belum paham mengenai pengelolaan lahan gambut. Mereka berharap Tim Restorasi Gambut (TRG) Sumsel segera melakukan sosialisasi mengenai gambut dan cara pengelolaan yang tidak merusak lingkungan.

“Kami benar-benar belum tahu bagaimana pengelolaan lahan gambut yang baik. Apalagi pengelolaan yang tidak merusak lahan gambut,” kata Eddy Saputra, Warga Desa Perigi, Kecamatan Pangkalan Lampan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Senin (02/05/2016).

“Kami hanya diberi tahu jangan merusak lahan gambut. Tapi ada juga yang bilang lahan gambut boleh diolah. Kami juga didorong membuat program. Kami bingung. Kami belum tahu lahan gambut yang tidak dapat dimanfaatkan dan yang dapat dimanfaatkan, begitupun teknis pengelolaannya,” kata Eddy.

Selama ini, kata Eddy, warga yang hidup di sekitar atau di lahan gambut, secara turun-menurun memanfaatkan lahan gambut sebagai lokasi mencari ikan, kayu, dan purun—tanaman rumput yang dijadikan bahan baku tikar. “Bersawah sonor dengan membakar lahan gambut itu baru berlangsung sejak 1980-an,” katanya.

Sumber: Badan Restorasi Gambut

“Kami baru tahu lahan gambut dapat dimanfaatkan sebagai perkebunan setelah ada perusahaan perkebunan sawit dan HTI (Hutan Tanaman Industri). Belajar dari itu, sebagian warga akhirnya berkebun sawit, tapi tidak diajarkan bagaimana mengelola lahan gambut yang baik untuk berkebun sawit,” ujarnya.

“Namun, saat terjadi kebakaran lahan gambut yang hampir setiap tahun, aktivitas kami, terutama bersawah sonor, dinilai sebagai salah satu penyebab kebakaran. Nah, bagaimana kami akan hidup jika aktivitas tersebut dihentikan? Kemudian ada pandangan dari pemerintah kami tetap dapat mengelola lahan gambut dengan tidak merusak lingkungan. Persoalannya, sampai saat ini kami tidak tahu bagaimana cara pengelolaan tersebut, dan lahan gambut mana saja yang dapat kami kelola,” ujar Eddy.

Dijelaskan Eddy, sebelum adanya Badan Restorasi Gambut (BRG) Nasional dan TRG Sumsel, warga di desanya sudah menyusun program pemanfaatan lahan gambut di sekitar desa yang masuk lahan negara bukan hutan. Upaya ini sebagai pencegahan aktivitas masyarakat yang dinilai selama ini menjadi penyebab rusaknya lahan gambut. “Lahan tersebut akan dijadikan persawahan sawah bukan sonor, perkebunan, dan hutan,” katanya.

Namun, katanya, program tersebut terpaksa ditunda, sebab kami takut lahan yang kami usulkan itu ternyata lahan gambut yang harus dijaga. “Syukur jika dapat kami manfaatkan, tapi kami kan belum tahu lokasi mana yang dapat dijadikan sawah, kebun dan hutan, dan bagaimana mengelola airnya.”

“Itulah kami butuh TRG Sumsel segera turun ke lapangan, memberikan pemahaman soal gambut dan pengelolaan yang baik,” ujarnya.

Sumber: Badan Restorasi Gambut

Muhammad Rosidi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten OKI, mengatakan masyarakat harus bersabar untuk mengusulkan pengelolaan lahan gambut. “Kita tunggu kerja TRG Sumsel untuk memetakan lahan gambut yang akan direstorasi, sehingga diketahui lahan yang dapat dimanfaatkan atau yang akan dijadikan hutan,” katanya.

“Nanti dululah kita bicara program. Kita tunggu kerja TRG Sumsel, sehingga di kemudian hari tidak ada lagi persoalan. Mungkin soal sosialisasi mengenai lahan gambut dan cara pengelolaannya penting untuk segera dilakukan. Tapi jangan dulu mengajukan usulan program sebelum pemetaan TRG Sumsel selesai dikerjakan,” katanya.

Najib Asmani, Koordinator TRG Sumsel, mengatakan pihaknya akan segera melakukan sosialisasi mengenai lahan gambut dan pengelolaannya, “Kegiatan ini bersamaan pula dengan pemetaan lahan gambut, sehingga lahan gambut yang direstorasi itu dapat terpetakan mana saja yang harus ditetapkan sebagai hutan, dan lahan yang dapat dimanfaatkan dengan penataan pembasahan yang baik,” katanya.

Najib menjelaskan merestorasi lahan gambut ini sebuah kerja besar, yang tidak dapat dilakukan buru-buru. “Bertahap dengan hasil maksimal. Semua harus bersabar, baik kawan-kawan di pemerintahan, masyarakat, maupun LSM. Kalau kerja kita buru-buru dan tidak teratur, hasilnya pasti buruk. Nah, yang meraskannya dampaknya kita sendiri, wong Sumsel,” ujarnya.

Dijelaskan Najib, pemetaan lahan gambut kemungkinan besar dilakukan pada Juni 2016. “Pada Mei ini kita selesaikan road map, termasuk kegiatan FGD,” katanya.

Peta Indikatif Restorasi dan Kawasan Hidrologis Gambut Sumsel. Peta: WRI dan Deltares 2016
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,