Menikmati Hasil Laut dari Aceh (Bagian II)

Sejak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dipimpin perempuan tangguh Susi Pudjiastuti, berbagai terobosan sudah diterapkan. Dari penegakkan kebijakan illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing hingga pelarangan beroperasinya kapal-kapal asing di lautan Indonesia, dan termasuk juga penerapan peraturan menteri (Permen) KP yang menuai kontroversi pro dan kontra.

Semua kebijakan itu berhasil dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan menghasilkan implementasi positif dan negatif. Mongabay Indonesia pada tulisan ini akan membahas kebijakan yang sudah dibuat Susi Pudjiastuti dan mencari tahu sejauh mana kebijakan tersebut berdampak positif atau negatif.

Dalam tulisan berseri ini, Mongabay Indonesia  akan menceritakan industri perikanan dan kelautan yang ada di Provinsi Aceh, terutama di Kota Sabang  yang ada di Pulau Weh dan Kota Banda Aceh yang berlokasi di Pulau Sumatera. Berikut adalah tulisan kedua dari lima tulisan yang disajikan oleh M. Ambari. Tulisan pertama bisa dibaca di tautan ini

********

Agus Syafrizal, 40 tahun, hanya bisa menghela nafas saat ditemui Mongabay Indonesia di dermaga Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasiran, Kota Sabang,  Aceh,  pada Minggu (01/05/2016). Raut mukanya mendadak berubah dan sangat serius. Dia terdiam cukup lama seolah tak tahu harus berkata apa.

“Di sini itu bobrok. Pemerintahannya bobrok,” ucap Agus membuka percakapan dengan Mongabay Indonesia.

Dua kalimat tersebut keluar spontan dari mulut Agus yang saat itu sedang sibuk memilah ikan yang layak untuk dijual. Pria yang mengenakan celana panjang dan kaus polo itu sesaat kemudian langsung menghentikan aktivitasnya. Dia mengajak Mongabay Indonesia berbicara.

“Dengar, hasil laut di Sabang, dari dulu sampai sekarang tidak berubah. Masih sama saja. Hanya satu yang berubah, pemerintahan sekarang hegemoninya kuat sekali,” ungkap dia menyebut kepemimpinan Wali Kota Zulkifli H. Adam dan wakilnya, Nazaruddin.

Hegemoni yang dimaksud Agus, tidak lain adalah banyaknya program Pemerintah Kota (Pemkot) yang disalurkan tidak tepat sasaran. Kata dia, salah satu contoh nyata adalah saat Pemkot Sabang menyalurkan bantuan perahu berukuran kecil kepada  nelayan.

Saat itu, kata Agus, banyak yang mendapat bantuan justru tidak berprofesi sebagai nelayan. Sementara, yang berprofesi nelayan justru hanya bisa menggigit jarinya sendiri karena tidak kebagian bantuan. Dan, yang lebih parah, para penerima bantuan tersebut sebagian besar adalah mereka yang menjadi pendukung wali kota saat pilkada dilaksanakan.

“Setiap bantuan akan dipersulit bagi kami. Sementara, bagi mereka justru akan sangat dipermudah,” tutur dia.

Hasil penangkapan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasiran, Pulau Sabang, Aceh pada Minggu (01/05/2016). Foto : M Ambari
Hasil penangkapan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasiran, Pulau Sabang, Aceh pada Minggu (01/05/2016). Foto : M Ambari

Namun, Agus menegaskan, apa yang terjadi saat ini di Sabang tak akan memengaruhi dirinya. Dia tetap akan mencari nafkah dari laut, meskipun tak punya kapal. Dia juga tak ingin hidupnya tergantung pada kebijakan Pemerintah Pusat yang dikeluarkan KKP.

Bagi dia, mata pencaharian sebagai nelayan tak harus bergantung pada siapapun. Dan itu didukung dengan stabilnya ketersediaan ikan di perairan Pulau Weh dan sekitarnya. Karena itu, dia menegaskan bahwa, kebijakan apapun yang dikeluarkan KKP sama sekali tidak memengaruhi perikanan di Sabang.

“Tak ada pengaruhnya sama sekali, baik sebelum atau sesudah ada bu Susi (Pudjiastuti),” tandas dia.

Berupaya Tepat Sasaran

Wakil Wali Kota Sabang Nazaruddin yang ditemui Mongabay Indonesia, mengakui bahwa hingga sekarang masih ada ketidaktepatan sasaran pembagian bantuan untuk nelayan. Menurut dia, kondisi itu bisa terjadi karena memang masih ada oknum yang memanfaatkan jabatannya di Pemkot Sabang.

“Saya sudah mengusulkan kepada pimpinan (Wali Kota) agar seluruh bantuan bisa disalurkan tepat sasaran. Namun, itu semua tergantung dia. Saya ini hanya wakil saja,” ucap dia.

Suasana di dermaga perikanan Pantai Pasiran, Pulau Sabang, Aceh, pada Minggu (1/5/2016). Nelayan di Pulau Sabang masih dapat menangkap ikan dengan melimpah. Foto : M Ambari
Suasana di dermaga perikanan Pantai Pasiran, Pulau Sabang, Aceh, pada Minggu (1/5/2016). Nelayan di Pulau Sabang masih dapat menangkap ikan dengan melimpah. Foto : M Ambari

Namun, di luar masalah penyaluran yang tidak tepat sasaran, Nazaruddin menyoroti masih terbatasnya fasilitas untuk perikanan dan kelautan yang ada di Kota Sabang. Bagi dia, itu dirasa sangat penting untuk menumbuhkembangkan industri tersebut di kota berpenduduk 27 ribu jiwa itu.

“Untuk fasilitas ini, sekali lagi memang menjadi tanggung jawab dari kami. Tapi, ini juga kan kebijakan ada di tangan pimpinan. Saya sebagai wakil sudah menyarankan agar fasilitas dibangun di Sabang. Jangan tergantung ke pusat atau provinsi,” sebut dia.

Di antara fasilitas yang mendesak untuk dibangun, adalah fasilitas pabrik es. Menurut Nazaruddin, fasilitas tersebut menjadi urat nadi bagi nelayan, karena es sangat dibutuhkan untuk menjaga kesegaran ikan setelah ditangkap dari laut.

“Ini juga sudah saya usulkan, tapi sekali lagi itu kewenangan pimpinan,” tandas dia.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,